"Iya, Bu. Ayah ini anak ke dua yang menikah dengan Ibu Kaisar yang statusnya juga janda. Jadi, Oma agak sensi mengenai ini. Sekali lagi, Kaisar minta maaf. Kaisar akan mengurus semuanya agar bisa berjalan dengan baik.""Iya, semoga ucapan ommamu tadi tidak menjadi kenyataan," ucap Narsih sendu."Nauzubillah, Bu namanya takdir 'kan hanya Allah yang tahu. Kita berdua hanya berusaha melakukan perintahNya. Menyangkut nasib Arin dan Mas Kaisar kedepannya hanya Allah yang menentukan," timpal Arin."Iya, kita berdua akan bersama-sama dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Berjuang dalam suka dan duka, saling menguatkan jika salah satunya sedang terluka. Bukan begitu, Rin?""Ehm! Udah bucinan nya disimpan saja buat besok. Hari ini kita harus ke Purwokerto. Kita harus membicarakan kejadian hari ini pada Kanjeng Mami. Terkait Oma, Kanjeng Mami pasti tahu cara mengatasinya," imbuh Kenzi."Ya, alangkah baiknya Mas Kaisar telepon dulu sama Mami. Siapa tahu Oma pulang dahulu ke Purwokerto, atau Oma
*Happy Reading"Oma tidak ke sini, Kai. Mungkin langsung pulang." Pesan yang dikirim Kanjeng Mami membuat Kaisar segera bertandang ke Purwokerto. Dengan kecepatan yang tinggi, tentunya karena Kenzi yang mengemudi. Bocah yang satu itu, mantan pembalap abal-abal pada jamannya."Jangan terlalu cepat, Ken. Kakak belum nikah," ucap Kaisar kesal."Biar cepet sampai!" sahut Kenzi dengan senyum termanisnya."Cepet sampai kuburan? Sini Kakak yang bawa mobilnya. Tepikan! Ngawur kamu," omel Kaisar."Iya, ini Kenzi pelankan." Kenzi menurunkan kecepatan mobilnya beberapa angka dan Kaisar mulai lega."Untung Omaklampir nggak balik lagi ke keraton Kanjeng Mami ya, Kak," celetuk Kenzi."Yang sopan panggil Oma, Ken.""Hehehe, habis nyebelin banget tuh Oma. Udah tua tapi masih suka jahat sama anak dan cucu sendiri, kenapa nggak manut aja gitu. Lagian kan kita anak baik, nggak mungkin juga durhaka sama orang tua," ujar Kenzi."Oma dari dulu memang keras dan otoriter. Tapi bagaimanapun, beliau orangnya b
"Sabar, Mam. Orang Tua memang kadang butuh kasih sayang lebih. Dulu kan Mami yang selalu bersama Oma, selalu di samping Oma, saat di Bogor, saat di Jakarta, Mami selalu bersama Oma. Mungkin Oma merasa kehilangan kita. Untungnya Arin dan ibunya memaklumi perkataan Oma," lirih Kaisar."Mami tak tahu jika semuanya akan seperti ini. Mami kira setelah sekian lama, Oma berubah baik pada kita. Nyatanya, masa lalu Mami membuat Oma selalu terganggu dan mengungkitnya. Di sana juga, Kai?""Ya begitu. Semua yang dulu-dulu dikatakan, hingga masalah keluarga hampir saja diutarakan. Beruntung Kai memotong pembicaraan itu agar tak berbuntut panjang. Apa sebaiknya kita ke Jakarta?" tanya Kaisar."Tidak usah. Hari H sebentar lagi, banyak yang harus dipersiapkan. Kita lihat nanti, jika keluarga ayahmu tak ada yang datang, selepas kamu menikah kita ke Jakarta sama-sama. Kita bisa jelaskan pada keluarga besar ayahmu dan sekalian minta maaf.""Mi, Kenzi nggak ikut ya? Malas!" celetuk Kenzi sambil memakan
Persiapan pernikahan sudah hampir 50 persen. Dari acara fitting baju hingga foto prewedding juga sukses dilakukan tanpa hambatan. Arin yang seharusnya khawatir akan kondisi setelah ini, justru terlihat lebih santai dan tak ambil pusing perihal masalah waktu itu.“Kenapa masalah undangan ini nggak kamu minta WO juga yang mengurus, Rin?” tanya Indah.“Mas Kaisar sengaja untuk hal ini, membuat desain sendiri. Nanti Meli sama karyawan yang lain urus percetakan undangan dan souvenirnya. Kita hanya sumbang ide, mereka yang merampungkannya.”“Kamu santai banget, Rin, setelah kejadian dengan kelurga ayah mertuamu itu?” tanya Indah saat sedang menulis daftar nama yang hendak dimasukan daftar kartu undangan.“Ya, aku harus gimana? Panik? Takut? Nggak harus gitu juga lah. Kalau aku ikut panik dan khawatir, yang nguatin Mas Kaisar siapa? Berpikir realistis saja, restu Ibunya sudah dikantongi. Perihal keluarga besar, pelan-pelan kami bisa selesaikan. Asal Mas Kaisar tetap seirama dan sepemikiran d
Suasana kekeluargaan yang tercipta sungguh sangat harmonis. Banyak candaan dan juga celotehan anak-anak dan juga para orangtua. “Assalamualaikum,” salam Kaisar yang baru datang sore ini.“Waalaikumsalam,” jawab semuanya kompak dari dalam.“Wah, ramai sekali di sini. Kebetulan Kai bawa banyak makanan dari kedai teman Kenzi yang baru buka. Bu, Ndah, ini mohon diterima.” Narsih menerima makanan yang dibawa Kaisar dan memberikannya pada Indah.“Makasih ya, Nak Kaisar. Dari tadi Bulik memang ingin makan, hanya saja sibuk ngobrol jadi lupa. Ada Nak Kaisar, langsung mengalihkan dunia kehebohan kami. Makasih Ayang, sudah diingetin makan,” celetuk Bulik Dina membuat semuanya menyorakinya. Bukan keluarga Arin namanya, jika hal yang sepele juga bisa menjadi bahan tertawaan.“Nak Kai duduk dulu, biar Ibu panggilkan Arin. Tadi dia di kamar, habis nulis nama tamu yang hendak diundang sama Indah,” ucap Narsih.“Ya, Bu.”Narsih segera masuk ke kamar Arin dan melihat anaknya itu sedang pulas tertidu
happy Reanding.Masa pingitan adalah masa terberat bagi Kaisar juga Arin. Keduanya harus menahan rindu sampai tiga hari kedepan tanpa komunikasi. Beruntung di masing-masing tempat, semua orang berkumpul dan membuat keduanya tak begitu galau.“Bu, rumah Ibu tiap hari ramai sekali. Banyak kue-kue juga, Tante Sekar yang buat ya, Bu?” tanya Agam.“Bukan, kita semua yang bikin lah. Sama-sama! Tantemu itu hobinya makan, maklum lagi bikin adek buat Agam,” ucap Indah.“Iya ‘kah, Bu?” tanya AGam.“Ya, Agam seneng nggak mau punya adek?”“Ya senang lah, apalagi kalau nanti adeknya Agam dari kamu, Rin,” tukas Sekar.“Ibu mau dapet bayi?” tanya AGam bingung.Arin melirik sebal pada Sekar yang iseng mengalihkan pernyataan ini padanya yang membuat Agam bingung.“Rin, Mbok Mul datang itu. Kamu sambut dan temani dulu, Ibu lagi masak nanggung,” teriak Narsih dri luar kamar Arin.“Iya, Bu. Ayo, Gam. Ada Eyang, pasti sama Bu Lik juga,” ucap Arin mengajak AGam.“Sekar di kamar saja ya, Rin. Mager,” ucap S
“E-nggak, cuma takut ada nomor lain yang menghubungi karena hal penting. Lagian, nomor Mas Kaisar uda aku blokir, kalau nggak percaya, cek aja.”“Percaya sih, hanya … yakin nggak menghubungi kamu lewat nomor lain? Kayaknya juga yang chat kami ini nomer dia, hanya pake nama adiknya.”Arin hendak mengambil ponsel yang berada di dalam genggaman Indah, tetapi Sekar segera mengambilnya.“Eits, nggak semudah itu, Tuan Putri Arinda Wulandari. Kita-kita nggak mau kena omel mertuamu. dah, diem aja. Hp ini kami sita sampai lusa,” ucap Sekar.Arin merasa sedikit kesal karena dikerjai Sekar dan memilih keluar kamar untuk membantu para rewang di rumahnya. Meskipun memakai jasa WO, keluarganya cukup sibuk menyiapkan banyak hal. Memasak juga mereka lakukan untuk menyambut keluarga yang datang dari jauh dan para saudara yang menginap. Catering dari WO hanya akan menyiapkan semua keperluan nikah di hari resepsi. Sebelum dan sesudahnya, keluarga Arin lakukan sendiri.Tradisi orang di desanya, agak sedi
Hari H sudah tinggal esok hari. Malam ini keluarga Kaisar datang untuk acara atau mengirim pengantin lelaki kalau istilah jawanya jujug manten. Rombongan keluarga Kaisar tampak disambut dengan hangat oleh keluarga Arin. Para tamu dan juga tetua keluarga Arin menerima hantaran walimah yang dibawa keluarga Kaisar dengan suka cita. Meski bukan hal aneh menikahi janda, tetapi kali ini kedatangan keluarga Kaisar membuat heboh keluarga Arin. Jumlah uang walimah dan juga hantarannya sungguh bukan kaleng-kaleng.“Rin. ini calon suamimu apa membeli semua peralatan dan keperluanmu setokonya sekalian? Banyak banget loh?” tanya Indah takjub.“Ya, nggak tahu. Itu kan yang nyiapin Kanjeng Mami sama keluarganya. Aku juga nggak minta.”Eyang, Pakde Supri, Bulik dan semua keluarga Arin meminta semua tamu yang hadir untuk beristirahat setelah acara sesambutan manten dan juga penyerahan walimah. Tak banyak keluarga inti yang ikut karena sisanya akan menyusul esok hari di waktu akad. Hanya Kenzi, Pak Lik