Baik di dunia manusia ataupun dunia mereka, jika sesuatu hal tak baik terjadi. Semesta selalu memberi tahu dengan caranya sendiri.
* * *
Naya menghubungi ketiga temannya itu, namun mereka bertiga rupanya juga ketakutan sehingga enggan untuk datang. Walau setelah mencoba memastikan keadaan di sekitar rumah aman, mereka baru berani bertemu dengan Naya dan Aiza. Mereka bilang setelah kejadian penculikan tempo hari, Papa melarang mereka untuk mengikuti kami. Apa lagi sesuatu sedang terjadi di sekitar kami, mereka merasakan aura yang tidak baik mencoba memasuki rumah ini. Elmo berusaha untuk melindungi Lara dan Berend, ketika Naya dan Aiza tidak ada di rumah, Mereka melihat makhluk-makhluk menakutkan itu seolah ingin masuk ke dalam rumah ini. Namun Papa melindungi mereka dan meminta, untuk tidak dulu berkomunikasi dengan Naya dan Aiza.
"Papa bilang itu bukan urusan kami, jadi kami diminta untuk menjauhi kalian terlebih dulu." Berend t
Ada dunia yang tidak akan pernah kita mengerti, selama kita masih menjadi manusia.Namun jangan terperangkap tipu daya mereka, yang mengajak untuk mengikutinya.* * *Aiza dan Naya sampai di rumah Gahara hampir menjelang magrib, mereka di sambut dengan hidangan yang dijanjikan sang kakak ketika di telepon tadi.Lelaki jangkung itu merangkul sang kakak begitu mereka bertemu, dia tersenyum namun Gahara tau Aiza tengah mencoba menahan sesuatu dalam pikirannya. Nayanika juga tidak banyak bicara, mereka berdua kini sangat pendiam. Terakhir kali Naya sangat semangat ketika mengetahui, rumah Gahara berdekatan dengan laut. Sementara Aiza akan mengomel karena panas yang menyengat, tapi sekarang Gahara perhatikan keduanya tak mempermasalahkan apapun.Sampai Gahara iseng bertanya, "gak panas Za?" Tanya Gahara begitu mereka duduk, Mbak Yuni meletakkan minuman dingin untuk menyegarkan. Namun yang dipinta justru air puti
Setiap yang berbeda selalu memberi kesan mendalam, seberani apapun seseorang ada rasa takut yang disembunyikan.* * *Malam itu mereka masih terjaga, padahal Gahara bilang sudah baik-baik saja. Mereka sudah dibersihkan dan keadaan sudah aman, namun kegelisahan masih menyelimuti keduanya."Kalau kalian tidak tidur, besok kita gak bisa pergi ke pantai." Bujuk Gahara berbicara layaknya kepada seorang anak, Aiza hanya berdecak sementara Naya akhirnya tertawa. "Gendi dan Gandi, saja sudah tidur. Dahlah gak usah takut begitu, cepat kalian tidur." Karena sudah malas mendengar bujukan kakak mereka, kakak beradik itu akhirnya menurut.Naya tidur di kamar tamu, sementara Aiza memilih tidur di sofa ruang Teve. Udara panasnya sekarang mengganggu, padahal sejak datang tadi sepertinya dia tidak peduli. Tapi lihat sekarang udara bumi terasa lagi di kulit sawo matang lelaki itu, kalau Naya bilang "tinggal di sini bisa bikin kulit
Kau percaya semua jalan cerita ini, memiliki satu garis yang sama.Masa lalu yang belum tuntas ceritanya, dan berlanjut di masa generasi selanjutnya.* * *Kakek kami memiliki lima anak, yang paling tertua bernama Jenggala dan yang bungsu bernama Zainab, namun semua memanggilnya Enah. Semua hidup dengan akur dan bahagia, terkhusus mereka tahu bahwa hampir semua anggota keluarga memiliki kesamaan yang spesial. Kemampuan indra ke enam, namun Enah tidak memiliki kemampuan itu. Ada rasa bersyukur dan juga sedih bersamaan, ia tidak perlu melihat makhluk-makhluk menakutkan yang selalu di keluhkan saudara-saudaranya. Hingga Enah kecil menjadi anak yang penuh keberanian, dalam dunia yang kadang membuat saudara-saudaranya ketakutan.Mata Enah tidak dapat melihat mereka, itu sebabnya Enah tidak pernah mengeluh ketakutan untuk pergi kemanapun yang ia mau. Dia sangat suka eksplorasi berbagai macam tempat, walau ayah dan ibunya melara
Dunia kita memiliki hukumnya, begitu juga dengan dunia mereka.Tak ada yang boleh melintasi batasan, jika ingin selamat.Ini bukan permainan.* * *Naya bangun subuh hari, ia bahkan solat bersama Aiza. Gahara dan keluarga juga sama, bahkan setelah subuh mereka menyiapkan bekal untuk pergi ke pantai. Kakak mereka bilang hanya butuh dua jam, untuk sampai ke pantai dari rumah mereka. Pukul tujuh pagi mereka sudah siap, tiga puluh menit kemudain mereka sekeluarga ditambah dengan Aiza dan Naya sudah berangkat.Sepanjang perjalanan si kembar bernyanyi riang, tentu dengan sorak sorai Naya sebagai pemandu kali ini. Gadis itu masih teringat dengan para santri junior di pesantren rupanya. Kakek bilang Naya dikenal sebagai senior yang baik dan ramah, walau kadang kelakuannya membuat anak-anak kecil itu sering ketakutan juga. Khususnya kalau Naya sudah suka ngobrol sendirian di waktu-waktu tertentu. Setelah Aiza konfirmasi rupanya,
Sadarlah. Ada perbedaan antara keduanya, dan kau tidak boleh masuk lebih dalam.Rasa penasaran yang sebaiknya tak kau ikuti, lebih baik kau lupakan saja.* * *Selepas mereka pulang di sore harinya, baik Aiza dan juga Naya mendapat telepon urgen. Mungkin lebih tepatnya telepon pekerjaan dari sekolah dan kantor mereka.Surya sudah kirim pesan beberapa kali, hingga ia menelepon. Namun rupanya Naya lupa untuk mencharger batrai ponselnya, hingga ia ketiduran dan ponselnya tertinggal di rumah. Begitu sampai puluhan pesan dan panggilan membanjiri layar ponselnya yang terus berkedip. Rupanya proposalnya sudah dipinta oleh bagian supervisor sebelum diajukan dan disetujui. Semalam ia sudah mengirim email pada pihak terkait, yang bergubungan dengan acara yang sedang ia pegang. Namun email itu belum juga mendapat tanggapan, sementara pihak lain yang juga Naya hubungi melalui email sudah memberi jawabannya. Sore itu juga Naya melakukan pan
Mari pikirkan apa kita memiliki masalah di masa lampau, sebelum melangkah ke masa depan?Jangan sampai generasi berikutnya yang harus menanggung masalah kita saat ini.* * *Kami berpamitan kepada keluarga Mas Gahara, karena Nayanika harus mengejar pekerjaannya. Juga aku yang harus mengajar hari Senin nanti. Mas Gahara masih memintaku hal yang sama, bahkan beliau bilang sebisa mungkin mengunjungi Enah dan bapak. Kujawab dengan anggukan dan senyuman, sejujurnya ini bukan masalah aku siap atau tidak bertemu dengan orang tua kami sendiri. Tetapi sebaliknya, apakah Enah akan menerima kami? Itulah yang paling kupikirkan saat ini.Terkhusus untuk Naya, Enah sudah berpisah dengannya sejak ia bisa bicara. Walau masih menghubungi sesekali, atau bapak yang datang menemuinya. Aku yakin yang paling ingin ditemui Naya adalah Enah, tapi terakhir kami bertemu apa yang terjadi. Jarak antara kami dan Enah justru semakin jauh.
Semua manusia sama, yang membedakan adalah apa yang bisa kalian rasakan.* * *Pikiranku masih belum tenang, setelah perjumpaan dengan Mas Gahara tempo hari. Atau Naya yang menangis karena rindu Enah dan Bapak. Aku masih memikirkan apa itu memang jalan yang terbaik, untuk menyelesaikan semua kesalah pahaman ini.Aiza sedang berjalan santai dari parkiran motor, ia nampak melamun ketika menyadari seseorang menatapnya terheran-heran. Seorang siswa yang baru masuk tahun ini, Aiza ingat wajah itu walau ia lupa siapa namanya. Saat penerimaan siswa baru, dia juga yang mendata siswa baru itu. Dan tatapan yang sama sempat ia terima, walau Aiza pikir lebih baik tidak membahas hal ini tapi tiga bulan ini, anak itu selalu menatapnya di manapun dengan ekspresi yang sulit ia gambarkan.Aiza melambaikan tangan memanggil murid itu untuk menghampirinya, tapi si murid tadi justru malah mengabaikannya sekarang. Hampir saja ia berter
Jangan ikuti desir angin. Bisa jadi itu bukan pertanda baik, tetaplah di jalan mu.* * *Malam itu Aiza merasakan tubuhnya terpisah, rasa kaget ketika melihat tubuhnya sendiri. Tapi ia sadar bahwa ia belum mati. Setidaknya jangan sekarang kalau bisa, tagihan hidupnya masih banyak."Masih sempat-sempatnya mikirin hutang, ck." Suara seseorang yang Aiza kenal datang menemuinya. Si lelaki bermata sipit bernama Shin itu menyapanya, ia duduk di kursi meja belajar."Ke-kenapa kau ada di sini!?""Gak usah kaget gitu paman. Lagian aku juga terpaksa menemuimu.""Wah.. setelah buat gue kaya gini dia masih sombong juga."Aiza bergumam kesal, pemuda di hadapannya masih saja arogan. Padahal mereka sama-sama sedang menjadi hantu. Cowo itu malah memainkan bandul di meja Aiza."Heh, apa mau mu sekarang? Aku sudah tidak bertemu dengan
Tak ada yang tau bagaimana jalan cerita ini. Cerita hidupku, dan masa depanku. Maka dari itu aku butuh seseorang meyakinkan ku. Bahwa semua ini bisa kami jalani bersama. * * * Satu malam sebelum hari pernikahan tiba esok. Naya memilih duduk di kursi santai yang tepat menghadap kolam renang hotel. Tempat di mana acara pernikahan mereka akan dilaksanakan. Mungkin menakutkan ya memang, apa lagi pandangan mata Naya tidak sama seperti yang lainnya. Namun kali ini, dia merasa akan baik-baik saja. Salah satunya karena Aiza duduk di sampingnya. Malam itu langit bertabur bintang, cerah seperti yang mereka inginkan. Kedua kakak beradik ini akan terpisah jarak dan waktu. Tetapi bagi keduanya, tidak ada penyesalan yang harus mereka sesali. Sementara Nayanika menatap bintang, Aiza menunggu apa yang ingin adiknya itu sampaikan. Lelaki jangkung itu sedikit bingung. Untuk apa Naya memanggilnya tiba-tiba. Apa lagi di tempat sepert
Mungkin mata ku tidak akan bisa melihat mereka kembali.Tetapi, aku akan selalu menghormati keberadaan mereka.Mungkin tak dapat dilihat oleh mata, tetapi bisa di mengerti melalui Sang Pencipta.* * *Aku menelepon kakek dan menceritakan perihal mimpi itu. Tentang sosok yang kutemui, taman itu, dan dua gerbang dunia di sana yang berbeda. Air yang aku minum dan juga kulihat. Lalu kakek bilang aku sangat beruntung. Ada makna dalam mimpi tersebut, satu mengenai bagaimana caraku menggunakan kemampuan melihat makhluk itu. Kedua mengenai bagaimana selama ini aku membantu dengan kemampuan itu, dan yang ketiga adalah apa yang terjadi jika aku menggunakannya dengan tidak bijaksana. Juga, mengenai balasan apa yang akan diterima jika perbuatan kita baik atau buruk.Namun kakek mengingatkan bahwa, semua kembali pada cara ku memperlakukan kehidupan.Surya telah mengatakannya pada Enah dan Bapak. Aku mengantarkann
Aku tidak yakin. Tentang semua hal saat ini.* * *Setelah obrolan dengan Suryakanta, Nayanika duduk di gazebo halaman belakang di subuh hari. Ngeri betul kalau ada yang melihat gadis itu sendirian. Mereka pasti akan mengatakan ada penampakan kuntilanak. Walau sebenarnya memang ada sih di pohon besar sana. Di salah satu halaman tetanggangganya.Naya sudah kenal dengan sosok wanita itu. Tetapi berkat perlindungan kakek, dia tidak bisa masuk ke sini. Makanya sesekali Naya yang mengunjunginya. Hanya saja subuh ini mereka hanya saling menyapa lewat semilir angin."Aku gak mau canggum lagi di kantor, jadi. Malam ini aku mau ngomong sama kamu Nay!""Bentar. Ngomong apaan?""Tentang ucapan kakek atau Kak Aiza." Hening sejenak, "..walau tanpa restu mereka pun. Aku akan mengatakannya sama kamu Nay. Aku jatuh suka! Jauh sebelum ini. Saat kita masih di
Jika kakak tanyakan 'apa aku baik-baik saja?'Sebenarnya aku takut. Tetapi..Selama kalian bersama ku. Sesulit apapub itu, aku akan baik-baik saja.* * *Aku terkejut, tak berani menatap matanya ataupun melihat wajahnya. Kak Aiza mengatakan hal itu, seolah selama ini dia adalah beban untukku. Padahal, akulah yang menjadi bebannya selama ini.Sejak ia bisa melihat mereka. Sedetik pun, dia tak pernah absen mencemaskan keadaan ku. Bahkan di saat untuk pertama kalinya. Kami bisa berbagi cerita dan rahasia mengenai mereka. Kak Aiza harus bergelut dengan rasa takutnya sendiri.Benar. Aku tau Ka Aiza harus menutup indra ke enamnya karena ketakutan Enah. Bahkan ketika dia harus memilikinya kembali. Hal yang paling ia cemaskan adalah perasaan Enah. Bahkan aku juga yakin, saat ini kakak juga pasti memikirkan. 'Apa Enah akan mengetahui cerita ini. Sekali lagi?'.Aku tidak tau, bagaimana car
Sekali lagi. Ini terjadi, tetapi aku juga bertanya mengenai hal yang sama."Apa aku benar-benar telah kehilangan kemampuan itu?"* * *Jika dulu kemampuan itu membawa perpecahan diantara keluarga. Dan memilikinya kembali, juga menyatukan keluarga ini. Lalu kenapa aku merasa, justru ada yang hilang dan kehilangan arah ketika tak memilikinya?Bukankah dulu ketakutan terbesar karena memiliki kemampuan itu. Tetapi karena hal itu juga, aku bisa menolong banyak orang. Tidak. Bukan berarti aku kecewa pada keputusan ini atau.. mengapa harus sekarang kemampuan itu menghilang. Apakah kemampuan itu tidak akan kembali lagi, bahkan untuk selamanya kali ini? Bagaimana dengan Nayanika, adikku itu. Kenapa dia tidak berkata apapun jika memang benar dia sudah mengetahuinya.Tiga bocah itu! Apa mereka ada di sini. Di rumah ini? Aiza tiba-tiba bangkit dari rebahannya, lalu mengamati seisi ruangan televisi. Ia mengambil tongkat
Bolehkah, seseorang membagi tubuh dan jiwanya? Aku juga tidak mengerti menjawab perihal ini. Terlebih, setelah dunia itu tertutup kembali untukku. * * * Seva masih di sini. Dia tidak lekas menjawab perkataanku, yang tentu saja membuat rasa penasaran bertambah.Apa Niskala memang ada dengan meraka? Apa jiwa Niskala tidak tenang? Atau Seva hanya mempermainkannya saja, setelah mengetahui kebenaran dari nya? Aiza tidak yakin wanita di depannya benar-benar Niskala. Bukan kah Seva tidak bisa melihat mereka juga. Lalu, mengapa dia mengatakan hal itu? Apa Shin yang menyuruhnya untuk berakting. "Sepertinya, kau benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi. Tapi tenang saja hahaha, aku hanya bercanda Aiza!" seva tertawa di depannya, tapi aiza tidak tahu apa itu memang layak untuk ditertawakan. "Hah.. kau tidak suka rupanya, maaf. Tapi.. ya aku berharap kakak ku, Niskala. Memang masih berada di dunia ini." Ekspresi ga
Biarkan kebenaran yang berbicara, biarkan takdir menemukan jalannya.* * *Seperti yang Aiza katakan tempo hari, dokter mengatakan bahwa sore ini Aiza sudah dapat pulang. Masalah benturan di kepalanya tidak parah, kalaupun terasa pusing itu karena ia baru saja menjalani perawatan dan kondisi darahnya belum stabil. Tangan dan kakinya yang terluka juga sudah sembuh, bersyukurlah retakan kecil di kaki kirinya tidak parah dan gips telah membantu tulangnya untuk menempel kembali dengan sempurna. Selebihnya hanya resep dokter dan menjaga pola makan agar pasien bisa lekas sembuh serta beraktivitas seperti sebelumnya.Sampai saat ia pulang dan dijemput seperti janji sobatnya itu. Aiza masih belum menyadari sesuatu, bahkan ketika Naya bereaksi memegang lengan baju Aiza dengan erat. Lelaki jangkung itu malah berkata bahwa Naya seperti bocah yang takut hilang. Karena hal itu Naya melepaskan lengan baju Aiza dengan marah, dan memilih masuk mobil
Apa ceritanya akan kembali seperti dulu?Apa semua akan baik-baik saja?* * *"Kau tidak perlu cemas. Untuk saat ini, lebih baik begini. Kaka mu tidak perlu tau bahwa ia tidak bisa melihat makhlul-makhluk itu lagi. Mungkin dengan begini kesembuhannya akan lebih cepat."Naya melamun di depan layar laptop yang kini telah padam. Pikirannya sedang tidak berada di tempat rupannya, bahkan ketika Enah datang untuk menebus obat dan kembali, ia menyaksikan anak gadis nya melamun dengan pandangan kosong ke arah layar laptop yang mati. Wanita lima puluh tahunan berkerudung pich itu melirik Aiza yang juga sejak tadi mengamati adiknya. Kakaknya itu sudah memerhatikan tingkah adiknya sejak lima belas menit yang lalu. Bahkan ketika Enah datang dan melirik dengan pandangan bertanya padanya."Kenapa adik mu?"Begitulah makna tatapan matanya. Aiza menjawab dengan mengangkat kedua pundaknya jawaban tida
Aku mempercayainya lalu aku mengikutinya, karena aku meyakininya. * * * Seperti yang sosok itu katakan, aku tidak ragu untuk menutup mataku dan melangkah terus kedepan. Tidak peduli apa nanti akan tersesat atau tidak, dia bilang 'percayalah pada apa yang engkau yakini'. Lalu aku merasa walau mata tertutup, jalan itu membentang luas dipenglihatanku. Seolah sesuatu menarik dari arah depan sana, agar terus melangkah tanpa ragu. Lalu sayup-sayup suara doa-doa menggema, makin lama semakin terdengar jelas. Lagi-lagi seperti katanya, suara yang aku kenal dan kurindukan. Enah mengaji dan berdoa memanggil namaku berulang kali, hingga cahaya itu yang teramat menyilaukan membuat mata terbuka dan kulihat langit pucat ciri khas rumah sakit. "MasyaAllah! Alhamdulillah...Aiza! Aiza, ini Enah Za.MasyaAllah,bapak! Aiza bangun Pak!" Lalu suara bapak dan Naya juga terdengar, dan begitulah sampai akhirnya aku bena