Share

113. Info Baru

Penulis: Shaveera
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-07 20:10:56

Aku memulai hari kembali bekerja, aktifitas pagi menyiapkan ayam rebus dan lainnya. Membungkus sambel dan lalapan. Kuedarkan pandanganku, melihat apa saja yang akn aku mulai lebih dulu. Dan kuabsen satu per satu bahan baku untuk menunjang kelancaran jualanku hari ini.

"Ayam rebus masih ada, sambel bungkus masih cukup, lalapan? Harus beli lalapan dan lombok tampar ini," gumamku setelah melihat semua stok bahan.

Aku pun gegas membersihkan lantai, menyiapkan yang lainnya hingga Topan datang barulaj semua selesai termasuk menimbang isi perut ayam dan kakinya yang sudah direbus. Topan pun mulai bersiap menata perapian buat bakar ayam pesanan jam delapan sebanyak 5 kotak.

"Aku belanja bahan untuk bumbu dulu, Pan. Nanti jika Pak Bos mencariku katakan kemana aku pergi!" pesanku pada Topan.

Aku hanya mendengar jawaban lirih atas pertanyaanku tersebut tanpa pemuda itu mengangkat kepala menatapku. Kedua karyawanku sangatlah mengjargai aku yang seorang hijaber. Keduanya selalu menjaga pandangann
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yuli Faith
puas"in mumpung raganta msh sehat....nnti liat klo sdh ada yg cacat pada siapa dia akan menetap.....mentang"istrinya nurut sdh kyk dijadikan budak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   114. Cerita Topan

    Aku pun kembali melanjutkan langkahku, setelah berada di dalam kamar segera kulaksanakan apa yang sudah menjadi niatku tadi. Kebentangkan sajadah dan memakai mukena. Semua urutan dalam ibadah sunnah duha selesai aku laksanakan, kini kembali aku mengadu pada Robbku. Dengam suara lirih, kuceritakan semua keluhku. Hanya pada-Nya aku mengadu dan meminta pertolongan. Karena sejelek apapun perbuatan suamiku itu adalah aibku, maka tidak sepantasnya aib suami kita sebarkan pada kalayak umum. Cukup mereka sendiri yang lihat dan mengeluarkan pendapat, sementara aku hanya sebagai pendengar saja.Kutumpahkan semua rasa sesak di dada akibat polah suamiku, aku pun juga tidak berniat untuk membalas perbuatan suamiku. Cukup sakit ini aku terima, mungkin dikehidupan sebelumnya aku pernah berbuat salah sehingga saat inu aku ditegur oleh Tuhanku. Aku pun kembali bermunajat memohon ampunan dan perlindungan juga jalan keluar terbaik untuk segala masalahku.Kulipat mukenaku dan sajadah, setelah rapi aku k

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-07
  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   115. Terlalu

    Aku hanya diam saja mendengarkan semua pendapat Yahya hingga kudengar napas kasar. Setelah puas mengungkap semua pendapatnya, Suamiku langsung masuk kamar untuk menyimpan uang hasil penjualan. Aku masih diam menunggu upahku hari ini. Dan benar, setelah beberapa menit dia keluar lagi dengan membawa dua lembar uang kertas beda warna."Ini upah buat jajan Umi. Semangat lagi ya kerjanya, biar bisa bangun kamar atas buat kedua anak laki kita!" "Doa kan saja agar tubuhku selalu sehat untuk penuhi inginmu meski tanpa bantuanmu, Bi!" pintaku tulus."Apa maksud dari perkataanmu itu, Umi?" hentak Yahya.Aku yang tadinya akan beranjak dari dudukku dan sudah berdiri, seketika berdiri mematung. Entah sejak kapan priaku itu mulai sering meninggikan suaranya. Malam ini dia terlihat begitu emosi. Aku sendiri sampai bergidik."Bukankah apa yang aku ucapakan benar adanya, Bi? Salahkan aku jika minta doa dan ridho suami?" tanyaku.Yahya, lelakiku itu kembali diam. Namun, tatapan matanya semakin tajam h

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-09
  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   116. Harga Ayam Melambung

    Aku terdiam memikirkan apa yang akan kuputuskan mengenai hal ini. Pemasok ayam libur selama dua hari, dengan alasan ayam langka dan sulit di dapat. Untuk saat ini di kandang mereka masih ada lima puluh ekor saja. Namun, untuk membeli lagi aku belum ada modal. Huuft!"Kalau aku pesan untuk besok, bisakah?" tanyaku pada akhirnya."Bisa, Bu. Mau pesan berapa biar nanti aku katakan pada majikan saya?" tanya pengantar ayam itu."Tidak banyak, cukup lima belas saja," jawabku."Baik, Bu. Saya pamit!" Pengantar ayam itu pun langsung balik kanan setelah berpamitan padaku. Begitupun aku, segera masuk ke rumah untuk mengabarkan hal ini pada suamiku. Langkahku terhenti seketika kala kudengar suara suamiku bernada tinggi. "Sedang bicara dengan siapa?" gumamku."Sudah jangan banyak omong, pakai saja uang itu dulu! Nanti saat aku datang kuberi lagi." suara suamiku yang aku dengar.Lalu aku berdiri di depannya sambil menyodorkan selembar kertas dari pengantar ayam gembungan. Kulihat wajah Yahya pia

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   117. Terlanjur, Nikmati Saja

    Semua sudah diatur oleh sang pembuat hidup, kita layaknya hanya wayang yang dilakonkan oleh seorang dalang. Hanya bedanya kita memiliki otak untuk memilih jalan mana yang akan kita tuju. Begitu pun dengan Yahya--suamiku. Andai dia memilih tidak berpoligami, maka masalahnya tidak akan serumit ini. Atau jika dia, memilih untuk bekerja giat maka bisa saja berpoligami secara adil baik finansial maupun rohani.Nah, ini? Jangankan bekerja, untuk berdakwah saja saat ini sudah berkurang semangatnya. Dulu saat awal nikah, suamiku begitu semangat untuk berdakwah menyebarkan agama Islam. Mengajak mereka yang belum mengenal Tuhan ke jalan Islam. Bahkan dakwahnya sampai ke negeri seberang.Aku tidak habis pikir, tetapi semua sudah kepalang basah jadi lebih baik mandi sekalian. Mungkin ini yang cocok dengan hidupku. Yahya adalah pilihanku dulu, semua tidak semudah membalikkan telapak tangan bila berhubungan dengam satu kata SUAMI.Kata cerai hanya sah terlontar dari bibir suami, jika keluar dari is

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11
  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   118. Aplikasi Tok Tok

    Hari terus berlalu, harga ayam pun mulai stabil dan para pembeli sudah kembali berdatangan silih berganti. Hari ini Topan ingin keluar dari kerjaan, dia beralasan ingin berwirausaha sendiri dengan ternak ayam petelur. Aku pun hanya bisa memberi dukungan yang terbaik.Setelah keluarnya Topan, kini aku sering jualan sendiri. Hal ini membawa dampak yang tidak baik untuk kesehatan dan sirkulasi penjualan. Setiap sepertiga malam, aku selalu berdoa untuk diberi kesehatan dan kesabaran dalam jalani hidupku. Rasanya aku sudah tidak sanggup lagi mengikuti jalan pikiran suamiku itu Bagaimana bisa dia berbuat seperti itu dalam membagi cinta, tanpa dia ada usaha dibidang ekonomi. Bahkan secara suami, dia pun belum penuhi kebutuhan anak istri dari segi sandang, pangan dan papan. Hanya satu yang sudah sering dia berikan yaitu nafkah batin. Namun, nafkah batin ini pun banyak artinya lho. Bukan sekedar seks, bisa diartikan juga dengan hati. Terkadang, bukan terkadang bahkan sering para pria salah me

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-12
  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   119. Ibu Sarah

    Aku segera beranjak dari dudukku untuk menyambut kedatangan suami yang sudah lama tidak pulang ke rumah. Entah mengapa dengan hatiku ini, meski tersakiti berulang kali aku masih saja berbakti pada suami. Semangat Arini, badai pasti akan berlalu, hanya itu yang selalu aku ucapkan untuk menyemangati diri sendiri."Assalamualaikum, Abi!" sapaku sambil kuraih tapak tangannya. Priaku sedikit menghindar, dia hanya mengulurkan tas ransel miliknya. Lalu melangkah mendahuluiku untuk masuk ke rumah. Saat aku hendak melangkah, kudengar suara Bulan memanggilku. Aku pun menoleh dan tersenyum. Kuperintahkan agar Bulan menungguku sejenak.Aku pun melanjutkan langkahku mengikuti langkah suami. Setelah sampai di dalam, barilah si Yahya memberiku perintah agar mencucikan semua pakaian kotornya di tas tersebut. Aku mengiyakan dan segera kubawa ke belakang untuk kurendam. Setelah sudah terendam dengan diterjen, aku kembali melangkah ke ruang tamu. Di sana masih kulihat suamiku duduk sendiri dengan pikir

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-13
  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   120. Pusing

    Pikiranku malayang akan masa silam, saat awal kali jumpa dengan Yahya. Dia pria pertama yang membuatku tekuk lutut tanpa syarat. Namun, seiring berjalannya waktu sikapnya telah berubah. Mungkin inilah sifat aslinya. Aku juga tidak mengerti, sejak perekonomianku stabil barulah dia berulah. Poligami, minta motor, dan ingin lainnya yang butuh modal banyak. Aku hanya mengikuti apa yang dia inginkan selama masih bisa aku gapai dan bermanfaat pasti aku luluskan. Terkadang aku sendiri bisa kurang fokus jika dia mulai bertingkah aneh. Ingin bercerai pun akan susah jalanku karena suamiku sudah jelas mengatakan tidak akan mengucap kata sakral itu.Tutur kata yang sopan, tidak pernah ringan tangan, ada usaha bersama, dan dia juga seorang muslim yang terbilang taat. Jadi sangat susah untuk bisa lepas dari pria seperti itu. Aku harus bersabar dan iklas itu yang sering diucapkan oleh kedua putra tiriku. "Ya Allah mudahkan saja apa yang sudah menjadi suratan takdirku!" lirihku untuk membangkitkan

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-14
  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   121. Adam Pulang

    Aku pun segera melajukan kendaraan menuju ke sekolah Zahra. Tidak butuh waktu lama aku sudah di depan sekolah Zahra. Kulihat putriku berjalan dengan lemas, seakan sudah habis tenaga. Maklum saja sejak diberlakukan sekolah full day oleh pihak DepAg, semua instansi sekolah Madrasah Ibtidaiyah pulang jam tiga sore atau selepas salat asar."Capek ya, Sayang?" tanyaku saat Zahra yang sudah berdiri di depanku."Huum, Umi. Ayo segera pulang saja!" ajak Zahra.Setelah anak gadisku naik di boncengan segera kulajukan kendaraan menuju arah pulang. Singkat cerita, akhirnya aku pun sampai di halaman rumahku ternyata ada mobil online keluar dari halamanku. Sempat muncul sebuah tanya siapa gerangan tamuku. Aku memarkirkan kendaraan roda duaku, lalu masuk ke dalam warung. Bulan tersenyum melihatku di ambang pintu warung. Lalu memberikan ponsel dan dia pamit pulang."Kok cepat, Bul?" tanyaku."Mbak Arini lagi ada Adam dan istri itu di dalam rumah dan kebetulan ayam juga habis. Semua juga sudah aku

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-15

Bab terbaru

  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   168. Sebuah Keputusan Yang Sakit

    Aku pun memanggil Zahra dan Abdul setelah menurunkan semua barang bawaan Adam. Kedua anakku pun segera keluar dari rumah."Umi ingin membesuk abah kalian, siapa yang akan ikut dan tinggal di rumah?" tanyaku."Aku ikut saja, Umi. Biar Halimah di rumah bersama Arkan, kau bagaimana Abdul?" kata Adam."Aku ikut, mungkin Zahra saja yang tetap tinggal di rumah menemani Kak Halimah. Iya 'kan Zahra?" tanya Abdul yang memandangku lalu berganti pada Zahra.Putriku itu mengangguk tetapi mukanya cemberut, ada sebersit rasa kecewa. Namun, aku mencoba memberinya pengertian. Agar dia mau tinggal di rumah, akhirnya gadis kecilku pun setuju.Setelah kata sepakat tercapai, kami bertiga segera masuk ke dalam mobil. Sopir pun melajukan kendaraannya menuju ke Rumah Sakit Bayangkara. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumah sakit itu. Keadaan jalanan yang sepi bagai kita mati membuat lalu lintas Surabaya begitu lengang.Kuinjakkan kakiku dengan napas berat, kuatur ulang pola napasku dan hatiku. Mampuka

  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   167. Memberi Kabar

    Aku terdiam cukup lama, mencari jalan keluar untuk masalah ini. Akhirnya kucoba hubungi Adam untuk menyelesaikan masalah ini. Mengingat ini berita sangat penting akhirnya kupaksakan hatiku. Panggilang terhubung tetapi belum diangkat. Hingga panggilan yang kedua barulah diangkat, kudengar suara wanita yang lembut."Assalamualaikum, Umi! Ada apa dini hati seperti ini hubungi mas Adam?" kata Halimah."Waalaikumsalam, Halimah. Ini abah baru saja mengalami kecelakaan bersama istri sirinya, saat ini sudah ditangani oleh polisi dan masuk ke RS. Polda. Sedangkan pesanan ayam bakar untuk esok setelah salat idul fitri ada 150 ayam, tolong Umi!" paparku tanpa ku tutupi.Hening, aku masih menunggu reaksi lanjutan dari seberang. Aku masih diam, tetapi kudengar langkah mendekat dan duduk di sampingku."Biar Abdul yang lihat kondisi abah, Umi. Berhubung ini sudah menjelang dini hari, sebaiknya Umi pejamkan mata agar esok terasa sedikit segar!" pinta Abdul."Benar apa yang dikatakan oleh Abdul, Umi.

  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   166. Kabar Duka

    Aku pun hanya tersenyum di balik cadar untuk melepas kepergian suamiku. Sebenarnya sudah hal biasa dia pergi tinggalkan aku sendiri dalam memberesi semua pekerjaan, tetapi malam ini ada yang berbeda. Sebuah rasa was was menelusup di relung hati, Abdul pun yang juga ada di dekatku hanya berdiri mematung menatap kepergian abahnya."Apakah ini tidak apa, Umi?" tanya Abdul."Semoga saja tidak, Abdul. Kita bereskan ini lebih dulu, lalu segera istirahat agar esok menjelang subuh bisa bakar ayam dalam keadaan fit!" kataku sambil mulai memberesi barang.Abdul pun segera melakukan apa yang aku perintahkan dengan rapi. Semua lantai teras dibersihkan dan langsung dia pel. Hal ini kami lakukan dengan bekerja sama, bahkan kali ini Zahra juga ikut turun. Putriku itu membantu membereskan semua wadah baskom yang sudah aku cuci. Cukup lama waktu yang kami gunakan untuk membersihkan teras, hingga pukul delapan malam semua baru selesai. Aku menutup warung lebih dulu tetapi masih berada di dalam. Kulih

  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   165. Tiga Hari Akhir Puasa

    Sesaat Bulan pun sampai dari belanjanya, kemudian kutatap manik mata wanita itu. Bulan menjadi salah tingkah, dia merasa bingung mengartikan tatapanku padanya. Lalu wanita muda itu mengalihkan pandangannya ke Sambuel sambil mengangkat dagunya. Samuel kulihat menggedikkan bahu."Apa yang sedang kalian sembunyikan?" tanyaku sambil menatap keduanya bergantian.Bulan menggelengkan kepala tanda dia tidak mengerti apa yang aku tanyakan, sedangkan Samuel hanya senyum simpul membuatku semakin geram dan penasaran. "Bisa kau jelaskan alasan kamu masuk pagi, Sam?" tanyaku lebih detail lagi.Samuel menarik napas panjang, lalu dihempas perlahan. Setelahnya dia menatap sepeda motor pengantar ayam gembung. Pak Roni sendiri yang antar ayam gembung itu. Ini kesempatanku untuk bertanya berapa suamiku mengorder ayam hari ini."Bu Arini ini ayamnya masih separo ya, sisanya nanti sekitar jam sepuluhan!" kata Roni."Sebentar to, Pak. Memangnya suamiku pesan berapa?" tanyaku."100 ekor ayam, untuk tiga har

  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   164. Salah Paham

    "Apakah Umi sudah lupa? Atau kasih ijin dalam diam?" cerca Yahya padaku.Jujur aku diam bukan karena lupa atau apapun itu, sungguh suamiku itu mahkluk adam yang tidak peka. Siapa dia meminta ijin wanita lain masuk ke dalam rumah pribadiku. Rumah warisan dari orang tuaku, sedangkan dia di sini numpang. Meskipun uang untuk ganti warisan para saudaraku yang lain merupakan hasil kerja ayam bakar tetapi itu tetap hal aku yang terbanyak.Aku hanya bisa mendesah kesal, tetapi untuk terucap rasanya enggan. Lebih baik diam saja daripada nanti lisanku mengeluarkan kata berbobot yang diijabah Allah malaah lebih parah. Seperti kara para orang tua dulu, jika istri atau ibu yang teraniaya mengucapkan kata balas dendam bisa langsung terjadi. Mengingat nasehat itu membuatku menjaga lisanku baik suara maupun batin. Aku tidak mau berucap yang bisa menjadi doa dan berakibat fatal. Apalagi ini menyangkut nasib anak-anak ke depan."Umi, kok diam. Jawab dong!" pinta Yahya dengan nada lembut."Tidak aku ja

  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   163. Penjelasan

    Aku dan Zahra melangkah tanpa memedulikan panggilan suamiku. Zahra pun terlihat lebih memilih aku dari abahnya, dia kulihat langsung meraih ponselnya. Entah siapa yang akan dia hubungi, aku hanya menunggu duduk di sebelahnya. Bibir Zahra tersenyum kala panggilannya tersambung."Asslaamualaikum, Kak Abdul! Aku mau curhat ini, dengerin yaa!" sapa Zahra sekalian dia meminta pada kakaknya itu. Aku tersenyum.Lalu Zahra mulai menceritakan semua kejadian yang baru saja dialaminya di teras rumah tadi. Aku yang mendengar hanya geleng kepala, sungguh putriku itu meluapkan emosinya pada kakak tirinya. "Dia abah kamu lho, Kak. Mana ada seorang abah kok kek gitu, bawa anak dari wanita lain yang bahkan bukan darah dagingnya. Pokoknya aku tidak mau tahu, nanti Kak Abdul harus ikut merawat umiku. Enak saja!" Begitu keluh Zahra pada kakaknya, "Dan tanggung jawab padaku juga lho, janji!" lanjutnya memastikan apa yang diucapkan oleh Abdul.Aku hanya tersenyum saat Zahra menutup panggilannya itu. Lalu

  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   162. Anak Salma

    Dua hari mereka ikut bekerja di warung ayam bakarku tanpa permisi ataupun mengenalkan identitas dirinya. Aku pun diam saja, selama dua hari ini aku bekerja dari dalam rumah. Baik Bulan ataupun Samuel kubebaskan memberi perintah kedua pemuda itu untuk membantu meringankan pekerjaan mereka.Terkadang pemuda yang lebih muda berani membantah bila disuruh oleh Bulan. Namun, Bulan lebih berkuasa dan pendai menekan mental pemuda itu. Berbeda dengan yang lebih tua, dia hanya diam tidak banyak bicara. Apapun yang diperintahkan oleh Bulan dilaksanakan begitu saja.Aku masih mengamati cara kerja mereka berdua, tiba-tiba ingatanku melayang pada kejadian beberapa bulan yang lalu saat suamiku mengeluarkan alaat masak juga beberapa kayu. "Ah, iya pemuda itu yang datang dengan mobil tepak dan membawa semua barang. Mungkinkah itu anak Salma? Lalu yang kecil itu, apakah dia yang baru saja operasi habis kecelakaan? Kok masih terlihat segar bugar," batinku sambil melihat sosok pemuda itu.Bulan terlihat

  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   161. Bulan Puasa Tiba

    Aku masih diam saja mengikuti alur kisah hidupku. Setelah peristiwa Yahya membawa beberapa alat masak, sejak saat itu aku semakin dingin. Hingga berganti bulan pun tidak ada informasi yang keluar dari mulut suamiku itu. Aku biarkan saja sesuai alurnya.Namun, beberapa hari kemudian beberapa tabung elpiji dan kompor dia bawa pulang. Mungkin menyisakan satu kompor dan dua tabung elpiji, kerena dari enam kemarin hanya dibawa pulang empat biji."Puas kamu, Umi!" Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba suamiku berkata kasar. Aku sendiri juga tidak mengerti apa maksud dari kalimatnya itu. Puas untuk apa? Aku saja tidak pernah merasakan sesuatu yang nikmat. Aneh."Jadi istri pertama itu ya mbok sing sabar, kasih suport suami yang sedang berusaha membuka cabang. Nah ini, Umi malah menghina istri siri abi. Apa coba maksudnya?"Aku semakin tidak mengerti dengan ucapannya. Menghina? Apa coba? Bukti pun juga tidak jelas, bagaimana aku bisa menghina jika nomer ponselnya saja aku tidak simpan.

  • Kau Peras Peluhku Demi Madu   160. Menjemput Zahra

    "Iya sudahlah langsung jemput saja, Mbak. Mumpung masih telat sepuluh menit," katq Bulan.Aku segera melajukan kendaraanku tampa melihat siapa yang datang. Sungguh konsentrasi sedikit ambyar gara-gara postingan tok tok tadi. Laju kendaraan sedikit kupercepat dari biasanya, aku khawatir jika putriku tinggal sendiri di sekolah.Sepuluh menit aku sampai di depan sekolah, kulihat masih ada beberapa siswa dan siswi yang belum dijemput. Kuedarkan pandanganku mencari sosok Zahra, rupanya dia sedang mengantri di penjual papeda. Aku pun bernapas lega, kuhampiri dia."Masih lama antrinya, Zahra?" tanyaku."Bentar lagi ... eeh Umi ternyata. Tunggu ya Zahra masih antri, ini tinggal nunggu Lhansa selesai bari dech Zahra," papar anakku.Kulempar senyum untuk putriku, dia membalas menyatukan ibu jari dan jari telunjuk membentuk simbol oke. Aku pun akhirnya menunggu Zahra saambil duduk di jok montor. Lima menit aku menunggu akhirnya selesai juga. Zahra pun siap di boncengan."Untung jemputnya telat,

DMCA.com Protection Status