Share

Bab 6. Kunjungan Tak Terduga

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-07 08:27:24

"Aku ingin tahu sudah sejauh mana mereka membohongiku selama ini."

Siang itu, Alma memutuskan untuk berkunjung ke rumah sakit tempat Arhan dan Nadine bekerja. Ia tidak memberi tahu siapa pun, hanya mengikuti nalurinya yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang harus ia cari tahu.

Begitu masuk ke dalam gedung rumah sakit, aroma antiseptik yang khas langsung menyambutnya. Suasana yang telah lama menyatu dalam dirinya. Namun terpaksa ia tinggalkan demi menuruti permintaan suami dan mertuanya.

Baru beberapa langkah melewati lorong rumah sakit, seorang pria tua dengan jas putih mendekatinya.

"Alma?"

Suara itu seketika membuat Alma tersenyum lebar. Ia menoleh pada sosok yang ternyata adalah Profesor Mahendra, guru besar yang dulu begitu ia hormati saat masih kuliah.

"Profesor," Alma sedikit membungkuk sebagai tanda hormat.

"Astaga, sudah berapa lama kita tidak bertemu?" Profesor Mahendra menatap Alma dengan sorot mata berbinar penuh kenangan. "Kamu masih secantik dan secerdas dulu, kan?"

Alma tertawa pelan. "Kalau soal cantik, mungkin masih, Prof. Tapi soal cerdas, saya rasa sudah berkarat karena terlalu lama di rumah."

Profesor Mahendra menggeleng. "Sayang sekali, Alma. Dulu kamu adalah lulusan terbaik, mahasiswa paling berbakat yang pernah saya bimbing. Tapi sekarang kamu justru menghilang dari dunia kedokteran."

Alma tersenyum, tapi hatinya mencelos.

"Kadang hidup membawa kita ke jalan yang tidak kita rencanakan, Prof," ucapnya tenang.

Profesor Mahendra menghela napas. "Kamu tahu, Alma? Banyak dokter di sini yang masih mengingatmu sebagai salah satu dokter anak terbaik. Kamu seharusnya ada di sini, bekerja bersama kami, bukan hanya duduk di rumah tanpa melakukan apa-apa."

Alma terdiam beberapa detik, menatap Profesor Mahendra, merasakan betapa dalam kata-kata itu menusuk ke dasar hatinya.

"Saya .... sedang mempertimbangkannya kembali, Prof," jawabnya akhirnya.

Profesor Mahendra tersenyum puas. "Itu kabar baik. Kalau kamu butuh bantuan, saya akan ada untuk kamu," tegasnya sebelum pergi meninggalkan Alma yang masih mematung di lorong itu.

Perbincangan dengan Profesor Mahendra barusan membuat Alma berpikir. Ingatannya mulai dipenuhi oleh semua kenangan saat ia masih aktif sebagai dokter.

Namun, ia datang ke sini bukan untuk mengingat masa lalunya. Tetapi, ada hal lain yang harus ia cari tahu.

Dengan langkah santai, Alma berjalan menuju Poli THT, tempat Arhan biasa praktek. Saat sampai di sana, ia mendekati meja perawat dan pura-pura bertanya.

"Maaf, saya mencari Dokter Arhan. Apa dia ada di sini?"

Seorang perawat wanita mengangkat wajahnya dan tersenyum ramah. "Oh, Bu Alma. Dokter Arhan baru saja keluar sebentar. Ada yang bisa saya bantu?"

Alma berpura-pura berpikir. "Ah, nggak kok. Akhir-akhir ini suami saya seperti kelelahan sampai di rumah. Mungkin karena belakangan ini dia sering kerja lembur sampai larut malam. Saya cuma mau memastikan aja, apa hari ini dia akan lembur lagi?" Alma berusaha terlihat santai.

Para perawat di meja itu saling berpandangan, lalu salah satu dari mereka tersenyum dan bicara agak serius.

"Lembur sampai larut? Wah, setahu saya, Dokter Arhan tidak pernah kerja sampai larut malam, Bu. Biasanya setelah selesai praktek, beliau langsung pulang."

Alma mengerjap. "Begitu, ya? Lalu gimana dengan Nadine? Saya dengar mereka sering bertugas bersama?" Alma masih berusaha terlihat tenang.

Seorang perawat lainnya ikut menimpali, "Oh, Mbak Nadine memang sering satu shift dengan Dokter Arhan. Tapi kalau sampai larut malam, rasanya tidak pernah. Lagipula, perawat di sini punya jadwal yang cukup ketat. Kami harus pulang sesuai aturan, kecuali ada kasus darurat."

Alma pura-pura memasang wajah kaget. "Oh ya? Saya kira mereka sering lembur, loh!"

Para perawat itu tampak bingung, namun sebelum ada yang sempat bertanya lebih lanjut, suara berat yang mereka kenali terdengar dari belakang.

"Alma?"

Alma menoleh dan menemukan Arhan sudah berdiri di ambang pintu ruangan. Tatapannya penuh selidik, jelas-jelas ia baru saja mendengar percakapan mereka barusan.

"Ngapain kamu di sini?" tanyanya dengan nada sedikit ketus.

Alma tersenyum manis. "Mencari suamiku. Salah?"

Arhan memandang para perawat yang mulai salah tingkah, lalu menghela napas panjang. "Ayo pulang."

Tanpa menunggu jawaban Alma, Arhan melangkah keluar. Alma mengikutinya dengan langkah santai, merasa puas melihat wajah suaminya yang tampak gelisah dan ketakutan. Arhan pasti khawatir, setelah ini dia akan jadi bahan perbincangan orang-orang di rumah sakit.

Begitu mereka tiba di lobi, Alma melihat seseorang yang tidak ia sangka akan ada di sana.

"Nadine?"

Nadine yang sudah tidak pakai seragam perawat berdiri seperti sedang menunggu seseorang. Ia sudah berganti dengan pakaian biasa, tampak siap untuk pulang. Saat melihat Alma, wajahnya sedikit pucat.

"Kak Alma?" suaranya terdengar kaget.

Alma menyipitkan mata. "Kamu mau pulang?"

Nadine menelan ludah. "Eh, i-iya, Kak. Aku nggak jadi lembur … salah lihat jadwal, ternyata aku bebas hari ini."

Alma tersenyum tipis. "Oh? Padahal tadi pagi kamu pamit mau lembur lagi sampai malam."

Nadine tergagap, mencari alasan. "Aku baru sadar pas cek jadwal ulang, Kak."

Alma pura-pura percaya, sementara di sampingnya, Arhan hanya diam dengan wajah kaku.

"Kalau begitu, ayo kita pulang sama-sama," ajak Alma, melangkah menuju mobil.

Begitu mereka masuk ke dalam mobil, suasana langsung terasa tegang.

Arhan yang duduk di belakang kemudi akhirnya membuka suara, mengulang lagi pertanyaannya. "Untuk apa kamu datang ke rumah sakit?"

Alma tersenyum, menatapnya dari kursi penumpang. "Aku kesepian di rumah. Jadi, aku ingin mengunjungimu."

Arhan mengerang pelan. "Alma, aku sibuk. Kamu tidak perlu repot-repot datang."

"Tapi kamu punya waktu lembur sampai larut malam?" balas Alma tajam.

Arhan terdiam. Nadine yang duduk di belakang tampak ingin tersenyum, tetapi menahannya.

"Kak Alma pasti bingung dan merasa sendirian di rumah, ya?" kata Nadine dengan nada polos. "

Alma menoleh dan menatap adiknya dengan ekspresi datar. "Iya, makanya aku pikir, sudah saatnya aku bekerja lagi."

Arhan langsung menoleh. "Apa?"

Alma mengangguk. "Aku ingin kembali bekerja. Aku sudah lama diam di rumah, tidak melakukan apa-apa. Aku pikir sudah waktunya aku memanfaatkan ilmu kedokteranku lagi."

Arhan meliriknya tajam. "Alma, kita sudah sepakat kamu berhenti kerja supaya kita bisa fokus punya anak."

Alma tertawa sinis. "Bagaimana kita bisa punya anak kalau kamu selalu sibuk di luar? Bahkan kamu sering mengabaikanku jika di rumah."

Arhan menghela napas, lalu mengusap wajahnya dengan frustrasi.

Alma lanjut bicara, "Kebetulan sekali, kemarin aku bertemu Felix. Dia menawariku untuk kembali bekerja di rumah sakit."

Arhan menegang. "Kamu bertemu Felix?" tanpa sengaja ia mencengkeram kemudi di depannya.

Alma mengangguk pelan. "Iya. Dia ingin aku kembali ke rumah sakit."

Arhan tampak semakin gelisah. "Aku nggak setuju."

Alma menatapnya tajam. "Aku heran, kamu kok kayaknya enggan banget kalau aku kerja di rumah sakit lagi."

Suasana mendadak sunyi. Nadine tampak menahan napas, sementara Arhan kembali menggenggam kemudi dengan erat.

(bersambung)

Bab terkait

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 1. Pakaian Dalam di Mobil

    "Mas, ini pakaian dalam siapa?”Alma bertanya pada sang suami sembari mengangkat sebuah benda berbentuk segitiga dengan warna merah menyala. Wajahnya mengernyit, antara sibuk berpikir dan sedikit jijik.Benda itu ia temukan di dalam mobil suaminya, di bawah kursi ketika ia bersih-bersih. Alma jelas akan mengenali jika benda itu adalah miliknya, tapi ia tidak ingat ia punya pakaian dalam seseksi ini.Apalagi, ini seperti bekas pakai dan sudah kotor.Sementara itu, Arhan terdiam mengamati pakaian dalam tersebut selama beberapa saat. Bibir pria itu sedikit terbuka dan matanya melebar, seperti tengah terperangah.“Mas?” panggil Alma. Kini nadanya terdengar lebih mendesak. “Kamu tahu?”“Itu–”“Pagi, semuanya!” Ucapan Arhan terputus oleh sapaan adik Alma, Nadine, yang tiba-tiba muncul. Gadis berusia 22 tahun itu tampak ceria seperti biasa. “Hari ini aku dapat jadwal–eh, ada apa, Kak?”Bola mata Nadine tampak membesar saat melihat pakaian dalam yang ada di tangan Alma. Wajahnya yang polos te

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 2. Hati yang Tidak Nyaman

    "Memangnya Mbak Alma tidak khawatir semisal mereka selingkuh berdua?”Alma tampak terkejut kali ini mendengar ucapan Bu Retno. Dan tampaknya Bu Retno juga menyadari hal tersebut karena wanita paruh baya itu buru-buru meminta maaf.“Maaf, Mbak. Saya tidak ada niat apa-apa. Saya tahu Nadine itu adik Mbak Alma dan mereka berdua adalah saudara ipar,” ujar Bu Retno. “Tapi mereka bersama nyaris setiap hari. Pulang pergi bareng terus. Saya cuma mengingatkan saja, karena laki-laki kalau perempuan kalau terlalu sering bersama, pasti ada aja godaannya.”Deg!Ucapan Bu Retno menguatkan rasa gelisah dalam hati Alma. Namun, wanita itu berusaha mengusir bayangan-bayangan tidak mengenakkan apalagi setelah mendengar kata-kata Nadine beberapa saat yang lalu.Ia tidak boleh mencurigai suami dan adiknya seperti ini.“Bu, saya sudah ikut mengasuh Nadine sejak kecil. Ibu kami juga berpesan untuk terus menjaga Nadine sebelum beliau meninggal,” kata Alma. Suaranya terdengar lembut, tapi mengandung ketegasan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 3. Bersama Kawan Lama

    "Alma? Serius ini kamu?"Suara bariton itu akhirnya menyapa Alma lebih dulu. Pria tinggi tegap dengan jas dokter itu mendekat."Felix?" Alma mengerjap, terkejut melihat sosok itu setelah sekian lama. Wajahnya masih sama seperti yang ia ingat, hanya saja kini lebih dewasa dan lebih berwibawa.Felix tersenyum lebar. "Gila! Aku hampir nggak percaya ini kamu! Udah berapa tahun kita nggak ketemu?"Alma tersenyum kecil. "Cukup lama, ya. Sejak aku menikah, kita jarang ketemu lagi."Felix tertawa kecil. "Iya, bener. Terakhir kita ngobrol itu pas kamu baru lulus spesialis, terus tiba-tiba menghilang dari dunia kedokteran. Aku pikir kamu kabur ke luar negeri!"Alma terkekeh pelan. "Nggak, aku cuma memilih fokus sama rumah tangga."Felix mengangkat alisnya. "Bagaimana kabarmu kini? Kamu baik-baik aja, kan?"Alma mengangguk, meski dalam hati ia tahu jawabannya tidak sesederhana itu."Kamu ada waktu nggak? Aku lagi break makan siang. Aku traktir," ujar Felix tiba-tiba.Alma ragu, ia berpikir sej

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 4. Keputusan Alma

    "Mereka benar-benar melakukannya." Alma masih berdiri mematung di lobi hotel, tubuhnya menegang, napasnya tercekat. Tatapannya terpaku pada dua sosok yang baru saja selesai check-in dan menghilang di balik lift. Arhan dan Nadine, suami yang telah ia percayai sepenuh hati, dan adik yang ia rawat sejak kecil. Felix, yang berdiri di sebelahnya, juga tampak terkejut. Rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. "Alma ..." Suara Felix pelan, hampir seperti bisikan. Namun, Alma tidak merespons. Matanya masih menatap lurus ke arah lift yang telah tertutup. Arhan dan Nadine tidak menyadari kehadirannya di hotel ini. Felix mengalihkan pandangannya ke Alma, menatap wanita itu dengan ekspresi campur aduk. Antara cemas dan iba. "Alma, kamu baik-baik saja?" Felix mencoba menyentuh lengannya, tetapi Alma tetap diam. Kemudian, tanpa sepatah kata, Alma berbalik dan melangkah keluar dari hotel. Langkahnya cepat dan tegas

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 5. Bangkit

    "Sudah larut malam, kalian baru pulang?" Alma duduk santai di sofa ruang tam. u, kedua kakinya disilangkan, secangkir teh masih mengepul di tangannya. Ia tersenyum saat melihat pintu utama terbuka perlahan.Arhan dan Nadine langsung berhenti di ambang pintu. Mata mereka membesar. Mereka tidak menyangka Alma masih terjaga.Biasanya, di jam selarut ini, Alma sudah terlelap di kamar. "K-Kak Alma, belum tidur?" Suaranya sedikit bergetar, namun wajahnya seperti memaksakan diri untuk tersenyum.Arhan yang berdiri di sebelahnya tampak lebih tenang, meskipun tangannya refleks mencengkeran tali ransel yang masih menggantung di punggungnya.Alma tersenyum, mengangkat cangkirnya sedikit. "Aku nggak bisa tidur. Jadi, aku putuskan untuk duduk di sini. Lagian ... aku penasaran, kenapa kalian bisa pulang selarut ini? Bukannya kalian dinas pagi, ya? Arhan dan Nadine saling bertukar pandang. Nadine dengan cepat merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, sementara Arhan berdeham sebelum menja

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07

Bab terbaru

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 6. Kunjungan Tak Terduga

    "Aku ingin tahu sudah sejauh mana mereka membohongiku selama ini." Siang itu, Alma memutuskan untuk berkunjung ke rumah sakit tempat Arhan dan Nadine bekerja. Ia tidak memberi tahu siapa pun, hanya mengikuti nalurinya yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang harus ia cari tahu. Begitu masuk ke dalam gedung rumah sakit, aroma antiseptik yang khas langsung menyambutnya. Suasana yang telah lama menyatu dalam dirinya. Namun terpaksa ia tinggalkan demi menuruti permintaan suami dan mertuanya. Baru beberapa langkah melewati lorong rumah sakit, seorang pria tua dengan jas putih mendekatinya. "Alma?" Suara itu seketika membuat Alma tersenyum lebar. Ia menoleh pada sosok yang ternyata adalah Profesor Mahendra, guru besar yang dulu begitu ia hormati saat masih kuliah. "Profesor," Alma sedikit membungkuk sebagai tanda hormat. "Astaga, sudah berapa lama kita tidak bertemu?" Profesor Mahendra menatap Alma dengan sorot mata berbinar penuh kenangan. "Kamu masih secantik dan secerdas dulu

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 5. Bangkit

    "Sudah larut malam, kalian baru pulang?" Alma duduk santai di sofa ruang tam. u, kedua kakinya disilangkan, secangkir teh masih mengepul di tangannya. Ia tersenyum saat melihat pintu utama terbuka perlahan.Arhan dan Nadine langsung berhenti di ambang pintu. Mata mereka membesar. Mereka tidak menyangka Alma masih terjaga.Biasanya, di jam selarut ini, Alma sudah terlelap di kamar. "K-Kak Alma, belum tidur?" Suaranya sedikit bergetar, namun wajahnya seperti memaksakan diri untuk tersenyum.Arhan yang berdiri di sebelahnya tampak lebih tenang, meskipun tangannya refleks mencengkeran tali ransel yang masih menggantung di punggungnya.Alma tersenyum, mengangkat cangkirnya sedikit. "Aku nggak bisa tidur. Jadi, aku putuskan untuk duduk di sini. Lagian ... aku penasaran, kenapa kalian bisa pulang selarut ini? Bukannya kalian dinas pagi, ya? Arhan dan Nadine saling bertukar pandang. Nadine dengan cepat merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, sementara Arhan berdeham sebelum menja

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 4. Keputusan Alma

    "Mereka benar-benar melakukannya." Alma masih berdiri mematung di lobi hotel, tubuhnya menegang, napasnya tercekat. Tatapannya terpaku pada dua sosok yang baru saja selesai check-in dan menghilang di balik lift. Arhan dan Nadine, suami yang telah ia percayai sepenuh hati, dan adik yang ia rawat sejak kecil. Felix, yang berdiri di sebelahnya, juga tampak terkejut. Rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. "Alma ..." Suara Felix pelan, hampir seperti bisikan. Namun, Alma tidak merespons. Matanya masih menatap lurus ke arah lift yang telah tertutup. Arhan dan Nadine tidak menyadari kehadirannya di hotel ini. Felix mengalihkan pandangannya ke Alma, menatap wanita itu dengan ekspresi campur aduk. Antara cemas dan iba. "Alma, kamu baik-baik saja?" Felix mencoba menyentuh lengannya, tetapi Alma tetap diam. Kemudian, tanpa sepatah kata, Alma berbalik dan melangkah keluar dari hotel. Langkahnya cepat dan tegas

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 3. Bersama Kawan Lama

    "Alma? Serius ini kamu?"Suara bariton itu akhirnya menyapa Alma lebih dulu. Pria tinggi tegap dengan jas dokter itu mendekat."Felix?" Alma mengerjap, terkejut melihat sosok itu setelah sekian lama. Wajahnya masih sama seperti yang ia ingat, hanya saja kini lebih dewasa dan lebih berwibawa.Felix tersenyum lebar. "Gila! Aku hampir nggak percaya ini kamu! Udah berapa tahun kita nggak ketemu?"Alma tersenyum kecil. "Cukup lama, ya. Sejak aku menikah, kita jarang ketemu lagi."Felix tertawa kecil. "Iya, bener. Terakhir kita ngobrol itu pas kamu baru lulus spesialis, terus tiba-tiba menghilang dari dunia kedokteran. Aku pikir kamu kabur ke luar negeri!"Alma terkekeh pelan. "Nggak, aku cuma memilih fokus sama rumah tangga."Felix mengangkat alisnya. "Bagaimana kabarmu kini? Kamu baik-baik aja, kan?"Alma mengangguk, meski dalam hati ia tahu jawabannya tidak sesederhana itu."Kamu ada waktu nggak? Aku lagi break makan siang. Aku traktir," ujar Felix tiba-tiba.Alma ragu, ia berpikir sej

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 2. Hati yang Tidak Nyaman

    "Memangnya Mbak Alma tidak khawatir semisal mereka selingkuh berdua?”Alma tampak terkejut kali ini mendengar ucapan Bu Retno. Dan tampaknya Bu Retno juga menyadari hal tersebut karena wanita paruh baya itu buru-buru meminta maaf.“Maaf, Mbak. Saya tidak ada niat apa-apa. Saya tahu Nadine itu adik Mbak Alma dan mereka berdua adalah saudara ipar,” ujar Bu Retno. “Tapi mereka bersama nyaris setiap hari. Pulang pergi bareng terus. Saya cuma mengingatkan saja, karena laki-laki kalau perempuan kalau terlalu sering bersama, pasti ada aja godaannya.”Deg!Ucapan Bu Retno menguatkan rasa gelisah dalam hati Alma. Namun, wanita itu berusaha mengusir bayangan-bayangan tidak mengenakkan apalagi setelah mendengar kata-kata Nadine beberapa saat yang lalu.Ia tidak boleh mencurigai suami dan adiknya seperti ini.“Bu, saya sudah ikut mengasuh Nadine sejak kecil. Ibu kami juga berpesan untuk terus menjaga Nadine sebelum beliau meninggal,” kata Alma. Suaranya terdengar lembut, tapi mengandung ketegasan

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 1. Pakaian Dalam di Mobil

    "Mas, ini pakaian dalam siapa?”Alma bertanya pada sang suami sembari mengangkat sebuah benda berbentuk segitiga dengan warna merah menyala. Wajahnya mengernyit, antara sibuk berpikir dan sedikit jijik.Benda itu ia temukan di dalam mobil suaminya, di bawah kursi ketika ia bersih-bersih. Alma jelas akan mengenali jika benda itu adalah miliknya, tapi ia tidak ingat ia punya pakaian dalam seseksi ini.Apalagi, ini seperti bekas pakai dan sudah kotor.Sementara itu, Arhan terdiam mengamati pakaian dalam tersebut selama beberapa saat. Bibir pria itu sedikit terbuka dan matanya melebar, seperti tengah terperangah.“Mas?” panggil Alma. Kini nadanya terdengar lebih mendesak. “Kamu tahu?”“Itu–”“Pagi, semuanya!” Ucapan Arhan terputus oleh sapaan adik Alma, Nadine, yang tiba-tiba muncul. Gadis berusia 22 tahun itu tampak ceria seperti biasa. “Hari ini aku dapat jadwal–eh, ada apa, Kak?”Bola mata Nadine tampak membesar saat melihat pakaian dalam yang ada di tangan Alma. Wajahnya yang polos te

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status