Share

Bab 3. Bersama Kawan Lama

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-07 08:16:27

"Alma? Serius ini kamu?"

Suara bariton itu akhirnya menyapa Alma lebih dulu. Pria tinggi tegap dengan jas dokter itu mendekat.

"Felix?" Alma mengerjap, terkejut melihat sosok itu setelah sekian lama. Wajahnya masih sama seperti yang ia ingat,  hanya saja kini lebih dewasa dan lebih berwibawa.

Felix tersenyum lebar. "Gila! Aku hampir nggak percaya ini kamu! Udah berapa tahun kita nggak ketemu?"

Alma tersenyum kecil. "Cukup lama, ya. Sejak aku menikah, kita jarang ketemu lagi."

Felix tertawa kecil. "Iya, bener. Terakhir kita ngobrol itu pas kamu baru lulus spesialis, terus tiba-tiba menghilang dari dunia kedokteran. Aku pikir kamu kabur ke luar negeri!"

Alma terkekeh pelan. "Nggak, aku cuma memilih fokus sama rumah tangga."

Felix mengangkat alisnya. "Bagaimana kabarmu kini?  Kamu baik-baik aja, kan?"

Alma mengangguk, meski dalam hati ia tahu jawabannya tidak sesederhana itu.

"Kamu ada waktu nggak? Aku lagi break makan siang. Aku traktir," ujar Felix tiba-tiba.

Alma ragu, ia berpikir sejenak, tapi akhirnya mengangguk. "Boleh. Udah lama juga aku nggak makan siang santai di luar."

Felix tersenyum. "Oke, ayo! Ada restoran bagus di dalam hotel dekat sini. Tempatnya tenang, kita bisa ngobrol banyak di sana."

Mereka berjalan bersisian menuju lobby. Setiap perawat dan  petugas rumah sakit yang berpapasan dengan mereka mengangguk hormat pada Felix. Tak sedikit pasien wanita  yang melirik dokter muda itu saat mereka tiba di lobby.

"Mobilnya sudah siap, Dok." Security menyerahkan kunci mobil yang akan mereka naiki.

Tak makan waktu lama, mereka telah tiba di depan sebuah hotel yang tak jauh dari lokasi rumah sakit.

Begitu sampai di restoran yang berada di lantai dasar hotel, Felix menarik kursi untuk Alma sebelum duduk di hadapannya.

“Jadi, apa kabar?” Felix memulai pembicaraan setelah mereka memesan makanan.

Alma tersenyum. “Seperti yang aku bilang tadi, aku baik-baik saja.”

Felix menatapnya lebih intens. “itu jawaban klasik, Alma."

Alma terkekeh. “Aku serius, kok.”

“Tapi jujur, aku masih nggak percaya kamu ninggalin dunia kedokteran,” ujar Felix, mengaduk minumannya. “Dulu kamu salah satu dokter spesialis anak terbaik yang aku kenal.”

Alma tersenyum tipis. “Aku cuma ingin fokus sama keluarga. Waktu itu, aku berpikir kalau aku bekerja, aku bakal terlalu sibuk dan nggak bisa urus rumah tangga dengan baik.”

Felix mengangguk pelan. “Tapi kamu tahu? Kamu bisa jadi dokter sekaligus istri yang baik. Banyak kok yang bisa.”

Alma menunduk. “Aku juga kepikiran itu, sih. Tapi aku udah tiga tahun menikah dan masih belum punya anak. Jadi aku merasa, kalau aku bekerja, mungkin itu bakal makin menghambat.”

Felix terdiam sejenak. “Jadi … kamu berhenti kerja supaya lebih fokus punya anak?”

Alma mengangguk pelan.

Felix menghela napas, menatapnya dengan sorot mata yang sulit ditebak. “Alma, aku nggak bermaksud ikut campur. Tapi kalau kamu masih ingin kembali ke dunia kedokteran, aku yakin banyak yang masih menginginkan kamu.”

Alma tersenyum. “Terima kasih, Felix. Tapi untuk saat ini, aku masih ingin fokus sama rumah tangga aku dulu.”

Felix menatapnya lekat, lalu tersenyum. “Baiklah. Tapi kalau suatu saat kamu berubah pikiran, hubungi aku. Rumah sakit ini selalu terbuka buat kamu.”

Alma merasa hatinya menghangat mendengar itu. Felix memang selalu percaya padanya, bahkan sejak mereka masih koas dulu.

Makan siang itu terasa nyaman. Alma merasa seperti kembali ke masa lalu, saat ia masih aktif di dunia medis. Felix tetap sama seperti dulu, hangat, suportif, dan penuh semangat. Meski tadi di rumah sakit ia melihat Felix terkesan dingin dan tegas pada karyawan yang menyapanya.

Akan tetapi, pikiran tentang masalah rumah tangganya masih berputar di kepalanya. Ia sedikit terhibur dengan makan siang ini.

Setelah selesai makan, Felix membayar tagihan dan mereka berjalan keluar dari restoran menuju lobby hotel.

"Senang bisa ngobrol lagi sama kamu, Alma," ujar Felix dengan senyum hangat.

"Ya, aku juga," jawab Alma.

Namun, sebelum mereka benar-benar meninggalkan hotel, langkah Alma terhenti tiba-tiba. Matanya membesar, napasnya tercekat.

Felix yang menyadari perubahan ekspresinya ikut menoleh.

"Ada apa?" tanyanya pelan.

Alma tidak menjawab. Ia hanya menatap lurus ke depan, tepat ke arah meja resepsionis hotel.

Di sana, Arhan dan Nadine berdiri berdampingan.

Mereka tidak hanya berdiri bersama, tangan Nadine melingkar di lengan Arhan, sementara Arhan menatap resepsionis dengan ekspresi santai.

Alma merasakan tubuhnya menegang saat melihat Nadine tersenyum manis ke arah Arhan, lalu keduanya menyerahkan kartu identitas.

Mereka sedang check-in.

Di hotel.

Bersama.

Tanpa sadar, tangan Alma mengepal di sisi tubuhnya.

Felix yang menyadari hal itu mengikuti arah pandangan Alma. Seketika, wajah pria itu berubah tegang.

"Alma ..." Felix berkata pelan, nyaris seperti bisikan.

Namun Alma tidak bisa menjawab.

Karena saat itu, satu hal menjadi sangat jelas baginya.

Arhan dan Nadine, dua orang yang paling ia percaya telah mengkhianatinya.

Alma yang berdiri mematung di lobi hotel, menyaksikan suami dan adiknya masuk ke dalam lift, sementara hatinya hancur berkeping-keping.

(bersambung)

Bab terkait

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 4. Keputusan Alma

    "Mereka benar-benar melakukannya." Alma masih berdiri mematung di lobi hotel, tubuhnya menegang, napasnya tercekat. Tatapannya terpaku pada dua sosok yang baru saja selesai check-in dan menghilang di balik lift. Arhan dan Nadine, suami yang telah ia percayai sepenuh hati, dan adik yang ia rawat sejak kecil. Felix, yang berdiri di sebelahnya, juga tampak terkejut. Rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. "Alma ..." Suara Felix pelan, hampir seperti bisikan. Namun, Alma tidak merespons. Matanya masih menatap lurus ke arah lift yang telah tertutup. Arhan dan Nadine tidak menyadari kehadirannya di hotel ini. Felix mengalihkan pandangannya ke Alma, menatap wanita itu dengan ekspresi campur aduk. Antara cemas dan iba. "Alma, kamu baik-baik saja?" Felix mencoba menyentuh lengannya, tetapi Alma tetap diam. Kemudian, tanpa sepatah kata, Alma berbalik dan melangkah keluar dari hotel. Langkahnya cepat dan tegas

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 5. Bangkit

    "Sudah larut malam, kalian baru pulang?" Alma duduk santai di sofa ruang tam. u, kedua kakinya disilangkan, secangkir teh masih mengepul di tangannya. Ia tersenyum saat melihat pintu utama terbuka perlahan.Arhan dan Nadine langsung berhenti di ambang pintu. Mata mereka membesar. Mereka tidak menyangka Alma masih terjaga.Biasanya, di jam selarut ini, Alma sudah terlelap di kamar. "K-Kak Alma, belum tidur?" Suaranya sedikit bergetar, namun wajahnya seperti memaksakan diri untuk tersenyum.Arhan yang berdiri di sebelahnya tampak lebih tenang, meskipun tangannya refleks mencengkeran tali ransel yang masih menggantung di punggungnya.Alma tersenyum, mengangkat cangkirnya sedikit. "Aku nggak bisa tidur. Jadi, aku putuskan untuk duduk di sini. Lagian ... aku penasaran, kenapa kalian bisa pulang selarut ini? Bukannya kalian dinas pagi, ya? Arhan dan Nadine saling bertukar pandang. Nadine dengan cepat merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, sementara Arhan berdeham sebelum menja

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 6. Kunjungan Tak Terduga

    "Aku ingin tahu sudah sejauh mana mereka membohongiku selama ini." Siang itu, Alma memutuskan untuk berkunjung ke rumah sakit tempat Arhan dan Nadine bekerja. Ia tidak memberi tahu siapa pun, hanya mengikuti nalurinya yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang harus ia cari tahu. Begitu masuk ke dalam gedung rumah sakit, aroma antiseptik yang khas langsung menyambutnya. Suasana yang telah lama menyatu dalam dirinya. Namun terpaksa ia tinggalkan demi menuruti permintaan suami dan mertuanya. Baru beberapa langkah melewati lorong rumah sakit, seorang pria tua dengan jas putih mendekatinya. "Alma?" Suara itu seketika membuat Alma tersenyum lebar. Ia menoleh pada sosok yang ternyata adalah Profesor Mahendra, guru besar yang dulu begitu ia hormati saat masih kuliah. "Profesor," Alma sedikit membungkuk sebagai tanda hormat. "Astaga, sudah berapa lama kita tidak bertemu?" Profesor Mahendra menatap Alma dengan sorot mata berbinar penuh kenangan. "Kamu masih secantik dan secerdas dulu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 1. Pakaian Dalam di Mobil

    "Mas, ini pakaian dalam siapa?”Alma bertanya pada sang suami sembari mengangkat sebuah benda berbentuk segitiga dengan warna merah menyala. Wajahnya mengernyit, antara sibuk berpikir dan sedikit jijik.Benda itu ia temukan di dalam mobil suaminya, di bawah kursi ketika ia bersih-bersih. Alma jelas akan mengenali jika benda itu adalah miliknya, tapi ia tidak ingat ia punya pakaian dalam seseksi ini.Apalagi, ini seperti bekas pakai dan sudah kotor.Sementara itu, Arhan terdiam mengamati pakaian dalam tersebut selama beberapa saat. Bibir pria itu sedikit terbuka dan matanya melebar, seperti tengah terperangah.“Mas?” panggil Alma. Kini nadanya terdengar lebih mendesak. “Kamu tahu?”“Itu–”“Pagi, semuanya!” Ucapan Arhan terputus oleh sapaan adik Alma, Nadine, yang tiba-tiba muncul. Gadis berusia 22 tahun itu tampak ceria seperti biasa. “Hari ini aku dapat jadwal–eh, ada apa, Kak?”Bola mata Nadine tampak membesar saat melihat pakaian dalam yang ada di tangan Alma. Wajahnya yang polos te

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 2. Hati yang Tidak Nyaman

    "Memangnya Mbak Alma tidak khawatir semisal mereka selingkuh berdua?”Alma tampak terkejut kali ini mendengar ucapan Bu Retno. Dan tampaknya Bu Retno juga menyadari hal tersebut karena wanita paruh baya itu buru-buru meminta maaf.“Maaf, Mbak. Saya tidak ada niat apa-apa. Saya tahu Nadine itu adik Mbak Alma dan mereka berdua adalah saudara ipar,” ujar Bu Retno. “Tapi mereka bersama nyaris setiap hari. Pulang pergi bareng terus. Saya cuma mengingatkan saja, karena laki-laki kalau perempuan kalau terlalu sering bersama, pasti ada aja godaannya.”Deg!Ucapan Bu Retno menguatkan rasa gelisah dalam hati Alma. Namun, wanita itu berusaha mengusir bayangan-bayangan tidak mengenakkan apalagi setelah mendengar kata-kata Nadine beberapa saat yang lalu.Ia tidak boleh mencurigai suami dan adiknya seperti ini.“Bu, saya sudah ikut mengasuh Nadine sejak kecil. Ibu kami juga berpesan untuk terus menjaga Nadine sebelum beliau meninggal,” kata Alma. Suaranya terdengar lembut, tapi mengandung ketegasan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07

Bab terbaru

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 6. Kunjungan Tak Terduga

    "Aku ingin tahu sudah sejauh mana mereka membohongiku selama ini." Siang itu, Alma memutuskan untuk berkunjung ke rumah sakit tempat Arhan dan Nadine bekerja. Ia tidak memberi tahu siapa pun, hanya mengikuti nalurinya yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang harus ia cari tahu. Begitu masuk ke dalam gedung rumah sakit, aroma antiseptik yang khas langsung menyambutnya. Suasana yang telah lama menyatu dalam dirinya. Namun terpaksa ia tinggalkan demi menuruti permintaan suami dan mertuanya. Baru beberapa langkah melewati lorong rumah sakit, seorang pria tua dengan jas putih mendekatinya. "Alma?" Suara itu seketika membuat Alma tersenyum lebar. Ia menoleh pada sosok yang ternyata adalah Profesor Mahendra, guru besar yang dulu begitu ia hormati saat masih kuliah. "Profesor," Alma sedikit membungkuk sebagai tanda hormat. "Astaga, sudah berapa lama kita tidak bertemu?" Profesor Mahendra menatap Alma dengan sorot mata berbinar penuh kenangan. "Kamu masih secantik dan secerdas dulu

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 5. Bangkit

    "Sudah larut malam, kalian baru pulang?" Alma duduk santai di sofa ruang tam. u, kedua kakinya disilangkan, secangkir teh masih mengepul di tangannya. Ia tersenyum saat melihat pintu utama terbuka perlahan.Arhan dan Nadine langsung berhenti di ambang pintu. Mata mereka membesar. Mereka tidak menyangka Alma masih terjaga.Biasanya, di jam selarut ini, Alma sudah terlelap di kamar. "K-Kak Alma, belum tidur?" Suaranya sedikit bergetar, namun wajahnya seperti memaksakan diri untuk tersenyum.Arhan yang berdiri di sebelahnya tampak lebih tenang, meskipun tangannya refleks mencengkeran tali ransel yang masih menggantung di punggungnya.Alma tersenyum, mengangkat cangkirnya sedikit. "Aku nggak bisa tidur. Jadi, aku putuskan untuk duduk di sini. Lagian ... aku penasaran, kenapa kalian bisa pulang selarut ini? Bukannya kalian dinas pagi, ya? Arhan dan Nadine saling bertukar pandang. Nadine dengan cepat merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, sementara Arhan berdeham sebelum menja

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 4. Keputusan Alma

    "Mereka benar-benar melakukannya." Alma masih berdiri mematung di lobi hotel, tubuhnya menegang, napasnya tercekat. Tatapannya terpaku pada dua sosok yang baru saja selesai check-in dan menghilang di balik lift. Arhan dan Nadine, suami yang telah ia percayai sepenuh hati, dan adik yang ia rawat sejak kecil. Felix, yang berdiri di sebelahnya, juga tampak terkejut. Rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. "Alma ..." Suara Felix pelan, hampir seperti bisikan. Namun, Alma tidak merespons. Matanya masih menatap lurus ke arah lift yang telah tertutup. Arhan dan Nadine tidak menyadari kehadirannya di hotel ini. Felix mengalihkan pandangannya ke Alma, menatap wanita itu dengan ekspresi campur aduk. Antara cemas dan iba. "Alma, kamu baik-baik saja?" Felix mencoba menyentuh lengannya, tetapi Alma tetap diam. Kemudian, tanpa sepatah kata, Alma berbalik dan melangkah keluar dari hotel. Langkahnya cepat dan tegas

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 3. Bersama Kawan Lama

    "Alma? Serius ini kamu?"Suara bariton itu akhirnya menyapa Alma lebih dulu. Pria tinggi tegap dengan jas dokter itu mendekat."Felix?" Alma mengerjap, terkejut melihat sosok itu setelah sekian lama. Wajahnya masih sama seperti yang ia ingat, hanya saja kini lebih dewasa dan lebih berwibawa.Felix tersenyum lebar. "Gila! Aku hampir nggak percaya ini kamu! Udah berapa tahun kita nggak ketemu?"Alma tersenyum kecil. "Cukup lama, ya. Sejak aku menikah, kita jarang ketemu lagi."Felix tertawa kecil. "Iya, bener. Terakhir kita ngobrol itu pas kamu baru lulus spesialis, terus tiba-tiba menghilang dari dunia kedokteran. Aku pikir kamu kabur ke luar negeri!"Alma terkekeh pelan. "Nggak, aku cuma memilih fokus sama rumah tangga."Felix mengangkat alisnya. "Bagaimana kabarmu kini? Kamu baik-baik aja, kan?"Alma mengangguk, meski dalam hati ia tahu jawabannya tidak sesederhana itu."Kamu ada waktu nggak? Aku lagi break makan siang. Aku traktir," ujar Felix tiba-tiba.Alma ragu, ia berpikir sej

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 2. Hati yang Tidak Nyaman

    "Memangnya Mbak Alma tidak khawatir semisal mereka selingkuh berdua?”Alma tampak terkejut kali ini mendengar ucapan Bu Retno. Dan tampaknya Bu Retno juga menyadari hal tersebut karena wanita paruh baya itu buru-buru meminta maaf.“Maaf, Mbak. Saya tidak ada niat apa-apa. Saya tahu Nadine itu adik Mbak Alma dan mereka berdua adalah saudara ipar,” ujar Bu Retno. “Tapi mereka bersama nyaris setiap hari. Pulang pergi bareng terus. Saya cuma mengingatkan saja, karena laki-laki kalau perempuan kalau terlalu sering bersama, pasti ada aja godaannya.”Deg!Ucapan Bu Retno menguatkan rasa gelisah dalam hati Alma. Namun, wanita itu berusaha mengusir bayangan-bayangan tidak mengenakkan apalagi setelah mendengar kata-kata Nadine beberapa saat yang lalu.Ia tidak boleh mencurigai suami dan adiknya seperti ini.“Bu, saya sudah ikut mengasuh Nadine sejak kecil. Ibu kami juga berpesan untuk terus menjaga Nadine sebelum beliau meninggal,” kata Alma. Suaranya terdengar lembut, tapi mengandung ketegasan

  • Kau Khianati Aku, Kuhancurkan Kariermu!   Bab 1. Pakaian Dalam di Mobil

    "Mas, ini pakaian dalam siapa?”Alma bertanya pada sang suami sembari mengangkat sebuah benda berbentuk segitiga dengan warna merah menyala. Wajahnya mengernyit, antara sibuk berpikir dan sedikit jijik.Benda itu ia temukan di dalam mobil suaminya, di bawah kursi ketika ia bersih-bersih. Alma jelas akan mengenali jika benda itu adalah miliknya, tapi ia tidak ingat ia punya pakaian dalam seseksi ini.Apalagi, ini seperti bekas pakai dan sudah kotor.Sementara itu, Arhan terdiam mengamati pakaian dalam tersebut selama beberapa saat. Bibir pria itu sedikit terbuka dan matanya melebar, seperti tengah terperangah.“Mas?” panggil Alma. Kini nadanya terdengar lebih mendesak. “Kamu tahu?”“Itu–”“Pagi, semuanya!” Ucapan Arhan terputus oleh sapaan adik Alma, Nadine, yang tiba-tiba muncul. Gadis berusia 22 tahun itu tampak ceria seperti biasa. “Hari ini aku dapat jadwal–eh, ada apa, Kak?”Bola mata Nadine tampak membesar saat melihat pakaian dalam yang ada di tangan Alma. Wajahnya yang polos te

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status