Bening menganga sembari mengedip-ngedipkan matanya. “Hah? Fotonya begini doang?”
Bening sangat kecewa. Maksudnya, akun I*******m si komandan itu sampai diprivasi segala, Bening kira minimal ada potret pria itu secara jelas. Namun, yang ada di sana ternyata foto yang tampak mata saja. Kalingga berpose memakai masker dan pelindung kepala.
Jemari Bening bergerak. Ia memperbesar foto itu, berusaha memperhatikan lebih seksama mata Kalingga, sebab memang itu saja satu-satunya yang tampak. Mata Bening menyipit, memperhatikan foto yang ia perbesar sampai hampir blur itu.
Bening mangut-mangut sendiri, tidak jelas apa yang sebenarnya sedang ia setujui. Meski hanya tampak matanya saja, Bening bisa merasakan tatapan tajam dan dingin dari si komandan itu.
Bening ganti memperhatikan perawakan Kalingga. Meski hanya melihat dari foto saja, tetapi Bening sudah bisa menilai kalau pria itu sangat gagah.
“Hm, gagah banget,” gumam Bening tanpa sadar.
Entah mengapa, Bening malah jadi semakin berh*srat untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai Kapten Kalingga. Ia jadi penasaran. Sayangnya, tidak ada informasi apapun di akun sosial medianya. Ini saja Bening susah sekali mendapatkannya, harus sampai membuat akun fake dan mengaku-aku sebagai Wildan pula. Isi bio instagramnya pun kosong, fotonya di I*******m juga minim. Kebanyakan malah hanya diunggah tanpa caption apapun.
“Kayaknya beliau ini bukan orang sosmed banget ya? Masa unggah foto nggak ada caption apa-apa sih?”
Bening memeriksa akun-akun yang diikuti dan juga mengikuti Kapten Kalingga. Tidak banyak, dan kalau ditelusuri, yang diikuti oleh Kalingga hanya akun-akun yang berkaitan dengan tentara saja.
Sepertinya, Kapten Kalingga memang orang yang sangat menjaga privasi. Dan akun tersebut seperti hanya sebuah formalitas saja.
Bening menghela napas panjang. Ia langsung berbaring di atas ranjangnya sembari menatap langit-langit kamarnya. Ponselnya sudah ia lempar di sisi kasur.
“Ah, elah… Kok nggak dapat informasi yang berguna sama sekali sih?” keluhnya. “Kalau begini terus, nggak akan ada perkembangan untuk rencanaku dong?”
Bening memijat kepalanya sendiri, berusaha untuk berpikir kira-kira bagaimana mencari informasi lebih lanjut mengenai Kapten Kalingga. Ia tidak mau gagal begitu saja.
Lama Bening berpikir, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ada notifikasi DM masuk dari Kalingga. Kelopak mata Bening seketika melebar. Ia yang awalnya rebahan spontan langsung duduk.
“OMG? DM dari Kapten Kalingga!” serunya antusias sendiri. Buru-buru ia membuka DM tersebut.
[Kemarin saya dapat informasi, katanya kamu mau pengajuan nikah dinas dan berniat untuk ketemu saya. Benar?]
Raut antusias di wajah Bening seketika sirna, tergantikan dengan ekspresi keterkejutan yang luar biasa. “Hah?”
Bening terus memandangi DM dari Kapten Kalingga itu. Ia memakai akun fake-nya dan mengaku sebagai Wildan, dan sekarang Kalingga mengatakan kalau Wildan hendak melakukan pengajuan nikah dinas.
“Pengajuan nikah dinas? Kan kami udah putus, terus Mas Wildan mau nikah sama siapa?” gumam Bening.
Apa-apaan ini? Bening mer*mas ponselnya sendiri. Sudah jelas pengajuan itu digunakan Wildan untuk menikah dengan orang lain. Masalahnya adalah, bukankah mereka baru putus kemarin? Jadi selama ini...
Bening berusaha tenang meski jantungnya terus bergemuruh. Jemarinya bahkan sampai bergetar karena amarah saat mengetikkan balasan untuk DM Kalingga.
[Benar, Ndan.]
Tak lama setelah Bening mengetik balasan itu, Kalingga kembali membalas Dm-nya.
[Kita bertemu hari rabu saja ya, saya masih di luar kota. Saya tadi juga sudah bilang kepada petugas administrasi.]
[Siap, Ndan.]
Setelah itu, Kalingga tidak membalas apa-apa lagi dan langsung offline dari akun I*******m miliknya.
Bening mer*mas seprei kasurnya penuh amarah. Ia tidak menyangka akan mendapatkan informasi mencengangkan seperti ini.
“Pengajuan nikah? Mau nikah sama siapa dia?” ucap Bening. Hatinya sakit sekali. Ia belum sempat untuk menyembuhkan batinnya sendiri, dan sekarang malah ditambah dengan kabar tak mengenakkan seperti ini.
Bening dan Wildan baru putus kemarin. Ya tentu saja Bening tahu pada akhirnya Wildan akan menikah dengan bidan atau perawat sesuai idaman orang tuanya itu. Namun, mengapa secepat ini? Bukankan itu artinya…
Bening seketika membelalak. “Hmm, aku tahu nih. Kalau sekarang udah mau ngajuin nikah dinas, bukankah artinya Mas Wildan udah berhubungan sama wanita lain bahkan sebelum putus sama aku?”
Bening tertawa, miris dengan semua keadaan yang terjadi padanya. Sudah ia dicampakkan begitu saja padahal mereka sudah bersama selama lima tahun, terpaksa melepas beasiswa kuliahnya, dan sekarang ketahuan kalau Wildan ternyata memiliki wanita lain?
Bening mengepalkan telapak tangannya semakin keras hingga kuku-kukunya sendiri memutih. “Siapa sebenarnya wanita yang akan dinikahi sama Mas Wildan?”
Ia tidak akan tinggal diam. Ini seperti penghinaan baginya. Bening tidak suka dibodohi seperti ini.
Tarikan napas panjang Bening lakukan. Ia menge lus dadanya sendiri, berusaha untuk menenangkan diri. Ia sudah bertekat, pokoknya ia harus ke kota tempat Wildan dinas dan mencari tahu semuanya. Kalau benar Wildan mendua selama ini, Bening benar-benar tidak akan terima dan membiarkannya begitu saja.
“Awas aja nanti…” gumam Bening penuh amarah.
*
Hari rabu yang dinantikan oleh Bening akhirnya tiba. Sejak hari selasa kemarin, Bening sudah berangkat ke daerah battalion yang ditempati Wildan dinas. Memang lumayan jauh dari rumahnya, makanya Bening berangkat sehari sebelum jadwal itu. Ia menginap di hotel semalam.
Hari ini adalah penentuannya. Bening harus mencari tahu lebih lanjut informasi mengenai hubungan Wildan dengan wanita yang katanya akan dinikahi itu. Sejak kapan mereka bersama dan juga siapa sebenarnya wanita itu. Ah, memikirkannya saja membuat hati Bening langsung berkobar dalam amarah.
Bening segera bersiap-siap, kemudian sarapan dulu di hotel. Melakukan hal ini juga butuh tenaga. Sebenarnya Bening tidak terlalu napsu makan saking kesalnya, tetapi ia juga tidak mau mengorbankan kesehatannya karena hal ini.
Usai sarapan, Bening langsung mencari taksi dan meminta diantar ke battalion itu. Jarak hotel ke battalion itu cukup dekat jika ditempuh menggunakan taksi. Kurang lebih hanya 15 hingga 20 menit tergantung kondisi lalu lintas.
Sampai di sana, Bening langsung turun dan bertemu dengan petugas yang berjaga. Ia memasang senyum ramah seolah-olah tidak ada rencana besar yang hendak ia lakukan.
“Ada keperluan apa?” tanya si petugas.
“Saya kekasihnya Pratu Wildan, hari ini saya mau bertemu sama beliau dan sudah janjian sebelumnya,” ucap Bening.
Petugas itu memperhatikan Bening. Wajar saja sebenarnya kalau selektif mengizinkan orang luar masuk.
Lalu, Bening mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan salah satu fotonya bersama dengan Wildan. Untung saja masih ada yang tersisa. Sebelumnya, ia berniat menghapus semua foto-fotonya dengan Wildan pasca putus hubungan dengan cara buruk seperti itu. Namun, Bening terlalu sibuk menangisi nasibnya dan berpikir untuk membalas semua yang sudah Wildan lakukan padanya, jadi tidak sempat ia bersih-bersih galeri ponselnya dari jepretan wajah-wajah Wildan itu.
Petugas itu mengambil ponsel Bening dan memperhatikan fotonya bersama Wildan saat masih pacaran. Jelas petugas itu langsung percaya.
Petugas itu mengangguk kemudian mengembalikan ponsel Bening. “Ya, silakan.”
Si petugas mengantarkan Bening untuk menuju ke tempat tamu. Wildan belum memiliki rumah dinas sekarang karena memang statusnya masih bujang, jadi ia tinggal di barak.
Sebelum sampai ke tempat tamu, Bening langsung berhenti. “Permisi, Pak.”
Si petugas yang berjalan selangkah di depan Bening berhenti dan menoleh. “Ya, ada apa?”
“Um… Permisi, toiletnya di mana ya?”
Petugas itu menunjukkan arah toiletnya. “Kamu lurus saja, di sebelah utara. Saya tunggu kamu di sini.”
Bening menggeleng. “Saya nggak papa, Pak. Nanti saya ke tempat tamu sendiri, saya sudah janjian dengan Pratu Wildan, saya bisa langsung hubungi beliau.”
Si petugas menatap skeptis kepada Bening. “Benar tidak masalah?”
Bening mengangguk. “Iya, Pak. Terima kasih sudah mengantar saya masuk.”
Si petugas percaya-percaya saja. Lagipula, petugas itu juga mana tahu kalau Wildan sudah putus dengan Bening. Asal ada bukti foto bersama Bening bersama Wildan dan kelihatan mesra juga petugas itu pasti mengira bahwa saat ini hubungan Bening dan Wildan masih lanjut.
Bening segera ke toilet, tetapi ia tidak masuk ke biliknya, hanya berdiri di depan toilet saja. Setelah memastikan si petugas kembali ke tempatnya, Bening langsung beralih bersembunyi untuk memantau posisi Wildan.
Bukan hal mudah bermain mata-mata seperti ini. Apalagi di dalam kawasan militer seperti ini. Kalau nanti gerak-gerik Bening terkesan mencurigakan juga bahaya.
Tidak lama setelah bersembunyi itu, Bening melihat Wildan berada di dekat kantor administrasi.
“Itu dia,” gumam Bening pelan.
Bening melangkah maju, mencari posisi persembunyian yang lebih dekat dari posisi Wildan supaya ia bisa melihat dengan jelas. Tak lama setelah ia menemukan posisi yang pas, Wildan tiba-tiba berpidah posisi dan menghampiri seorang perempuan yang masih menunggu di motor.
Kedua mata Bening membelalak. “Huh? Dia sama wanita?”
Bening sama sekali tidak berekspektasi kalau Wildan akan langsung membawa calon istrinya. Bening jadi semakin penasaran siapa sebenarnya wanita itu. Dari tempat persembunyiannya, Bening hanya bisa melihat punggung wanita itu, memakai pakaian bermotif bunga-bunga dengan warna dasar pink.
“Ck, buruan berbalik lah… Kamu siapa sih?” gumam Bening. Ia jadi heboh sendiri gara-gara penarasan siapa wanita itu. Lihat itu, bahkan Wildan saja menggandeng telapak tangannya dengan sangat erat. Hati Bening semakin bergemuruh.
Bening menggigiti bibirnya sendiri. Ia penasaran siapa wanita itu tetapi posisinya tidak memungkinkan untuk terlalu mendekat. Kalau ketahuan, bisa malu dirinya.
Untungnya, tak lama kemudian Wildan dan wanita itu hendak melangkah pergi entah ke mana, dan saat itu juga, posisi si wanita yang digandeng oleh Wildan menghadap ke posisi persembunyian Bening.
“Eh?” Bening membelalak. Badannya seketika membeku. “Itu ‘kan…”
Bening mengucek matanya. Ia harap, apa yang dilihatnya salah. Namun, ternyata tidak. Wanita itu, Bening jelas mengenalnya.
“Susan…”
Rupanya wanita yang dibawa oleh Wildan adalah Susan, sahabat Bening sendiri sejak masa sekolah. Hati Bening semakin nyeri kala mengetahui fakta ini. Dari sekian banyak wanita yang bisa menjadi calon istri Wildan, mengapa malah Susan yang jelas-jelas sahabat Bening?
“Jadi calon istri bidan idaman orang tuamu itu si Susan?”
Bening terkekeh miris. Ia mengusap wajahnya sendiri. Entah bagaimana perasaannya sekarang. Yang jelas, ia hancur sehancur-hancurnya.
Di tengah rasa sakit itu, Bening yang diam saja dan tidak bergeser dari posisinya mendadak ditepuk dari belakang oleh seseorang.
“Ngapain kamu di sini?” tanya orang itu.
Bening terlonjak kaget. Ia refleks hendak berlari kabur, tetapi karena panik, kaki kanannya malah menyandung tumit kirinya sendiri. Tubuhnya langsung oleng dan nyaris saja menghantam lantai, tetapi orang yang menepuk bahunya tadi refleks menahan pinggang Bening. Sehingga Bening terselamatkan.
Bening mengerjap. Bibirnya terbuka karena kaget. Untuk sesaat mereka berdua saling menatap satu sama lain. Hingga orang itu seperti menyadari sesuatu.
“Eh? Kamu...”