“Jadi, bagaimana kondisinya, Dok?” tanya Bu Rita. “Pasien perutnya kosong dan demam itu disebabkan karena badannya terlalu dingin serta efek flu.” Bu Rita mengernyit. “Hanya itu saja, Dok? Lalu mengapa suhu tubuhnya tinggi sekali?” “Benar, Bu. Suhu tubuhnya memang terlalu tinggi, untunglah segera
“Eng—” “Kamu jangan takut,” potong Bu Rita. “Ada Tante di sini. Kamu ngomong aja yang sebenarnya, nggak papa.” Bening bingung. Awalnya, ia sudah ingin menjawab bukan, sebab memang Kalingga bukan pacarnya. Ia juga tidak paham mengapa tiba-tiba ada mamanya Kalingga yang mengira Bening berpacaran den
"Ma, tolong tunggu sebentar. Mama nggak bisa memutuskan begitu saja untuk Lingga menikahi Bening. Masalahnya adalah—" Belum selesai Kalingga protes kepada mamanya, tiba-tiba ponsel Bu Rita malah berdering. Bu Rita jelas langsung fokus kepada ponselnya dan mengabaikan protesan yang dilayangkan oleh
Bening makan dengan lahap. Sebenarnya lidah Bening belum bisa sepenuhnya merasakan rasa makanan itu gara-gara sakit, tetapi intinya tetap enak. Saking lahapnya, ia sampai tidak sadar bibirnya belepotan dengan kecap bubur. Kalingga menatap Bening dengan kerutan di dahi. "Itu bibir kamu," katanya.
“Ya udah, aku tinggal telepon Tante Rita kalau aku ditelantarkan!” sahut Bening tak mau kalah. Kalingga kesal. “Dasar manusia licik! Pantas saja Pratu Wildan mutusin kamu. Mungkin dia nggak tahan dengan gadis banyak drama kayak kamu. Sudah begitu nggak tahu diri pula.” Diungkit masalah Wildan, ek
Keesokan harinya, Bening diantarkan ke hotel tempatnya menginap oleh Kalingga. Sesuai dengan prediksi dokter, demam Bening sudah turun, tubuhnya juga sudah tidak tremor setelah menghabiskan satu botol cairan infus. Sebelum pulang dari rumah sakit tadi, ia sempat diperiksa dokter lagi lalu diresepkan
“Sekarang gantian kamu yang jelasin. Apa maksudnya yang kemarin itu, kamu sama Kapten ada hubungan apa?” tanya Wildan. Bening mengernyit. Wildan mencarinya sampai ke hotel ini hanya untuk menanyakan hubungannya dengan Kalingga? Entah mengapa, Bening jadi tertawa dalam hati. Bening balik menatap W
Bening terkejut. Ia diam saja, masih berusaha memproses apa yang dilihatnya saat ini. Benaknya mulai bertanya-tanya, mengapa Kalingga ada di sini? Bukankah pria itu sudah pulang? Namun, segala pertanyaan itu pada akhirnya hanya tersimpan di kepalanya saja. Bening mungkin masih terlalu terkejut denga
Pandangan Sagara langsung tertuju kepada Langit. Kedua alisnya bertaut marah. Sagara bisa melihat Dahayu gemetaran di belakang Langit, tapi saat ini Sagara ingin membuat perhitungan kepada adik iparnya itu. Berani-beraninya Langit membentak Dahayu seperti itu. Selain itu, ada yang mengganggu pendeng
Langit masuk dengan tampang lesu. Wajahnya pucat dan dia tampak lebih kurus. Selain itu, sepertinya Langit tidak tidur selama beberapa hari hingga kantung matanya menebal. Langit langsung duduk di depan Dahayu tanpa dipersilakan. Dia bersilang tangan dan menatap Dahayu dengan tajam. “Akhirnya, kita
“Nak Langit? Kenapa nggak dijawab? Dahayu kemana? Apa dia pergi dari rumah nggak bilang-bilang?” tanya Bening sekali lagi, mulai khawatir karena Langit tak kunjung menjawab. Langit mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak boleh mengatakan yang sebenarnya kepada mertanya. Cukup hanya orang-orang rum
“Serius banget.” Langit mencebik remeh. “Nggak usah mengalihkan pembicaraan deh, Yu. Kalau emang habis ketemun sama bajingan itu, ngaku ajalah.” “Atau sebaiknya sekarang giliran kamu yang mengaku, Langit?” balas Dahayu dengan ekspresi serius. Langit mengerutkan keningnya. Ia memperhatikan tangan D
“Harus kuapain foto ini?” Arjuna benar-benar bingung sekarang. Ia tidak berhenti memandangi foto yang ia tangkap di ponselnya beberapa hari lalu. Arjuna yakin sekali jika pria yang ia lihat di restoran bersama seorang wanita adalah Langit, suami Dahayu. Namun, bagaimana bisa Langit bertemu dengan s
Dahayu tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Dia terus melamun memikirkan noda lipstik yang tertinggal di lengan baju Langit. Saat melihat noda itu, Dahayu harus membersihkannya terlebih dulu sebelum diserahkan kepada Bi Ikah. Dahayu tidak ingin Bi Ikah mengetahui permasalahan rumah tangga
Dahayu beringsut ke arah headboard kasur sambil memegangi pakaiannya sendiri tanpa sadar. Langit berjalan gontai dan menutup pintu kamar mereka dengan keras. Dahayu sampai terkesiap mendengar suara nyaring itu. “La-Langit... kamu mabuk?” tanya Dahayu, memastikan apakah Langit masih bisa diajak berk
Beberapa hari terakhir ibu Langit sadar jika Dahayu dan putranya jarang sekali berkomunikasi. Mereka hanya terlihat membicarakan hal penting lalu saling berdiam diri ketika tidak ada hal yang dibahas. Apalagi saat bergantian menjaga ibu Langit, Langit cenderung bersikap cuek saat melihat Dahayu. Hal
Selesai membaca isinya, Langit langsung membanting pintu lemari itu dan membawa dairy Dahayu bersamanya. Ia turun dengan tergesa-gesa menuruni tangga, meraih kunci mobil, bahkan menabrak Bi Ikah yang baru kembali dari minimarket. Langit membuka mobilnya dan melompat ke bangku sopir. Tanpa repot-rep