Bening terkejut. Ia diam saja, masih berusaha memproses apa yang dilihatnya saat ini. Benaknya mulai bertanya-tanya, mengapa Kalingga ada di sini? Bukankah pria itu sudah pulang? Namun, segala pertanyaan itu pada akhirnya hanya tersimpan di kepalanya saja. Bening mungkin masih terlalu terkejut denga
Bening melirik Kalingga. Pria itu juga balas menatapnya tetapi tidak menunjukkan kode-kode apapun seolah ia percaya diri sekali bahwa Bening akan mengiyakan semua kebohongan ini. Jujur saja, ketika Wildan datang tadi, hati Bening juga terasa rumit. Waktu dua hari jelas tidak cukup untuk move on. Nam
“Em… Jangan lupa diminum obat dan vitaminnya. Oh, dan jangan telat makan.” Bening mengangguk. “Oh iya, dan jangan lupa hati-hati,” imbuh Kalingga. Bening mengangguk lagi. Agak heran juga dengan cara bicara Kalingga yang menurutnya terkesan agak… aneh? Atau entahlah. Bening juga tidak paham dengan
Bening seketika menggeleng ketika mendengar bahwa ia dituduh selingkuh. Lebih buruk lagi, yang menuduh dirinya selingkuh adalah Wildan. Salah apa sebenarnya Bening kepada Wildan hingga pria itu tega memfitnahnya sekejam ini. Sudah ia diputuskan sepihak dengan alasan yang mengawang tidak jelas, kemud
"Wildan bilang sama Ibu kalau besok dia akan datang ke rumah untuk melamar kamu," jelas ibu Bening. Bening benar-benar syok mendengarnya. "Apa?!" “Kok kamu malah kaget gitu, Ning? Udah syukur Wildan nggak ninggalin kamu padahal kamu sudah selingkuh begitu.” Bening langsung menggeleng kencang. Ia
“Ibu udah ngerasa enakan?” tanya Bening. Ibunya mengangguk lemah. “Ning, kenapa sih kamu nggak mau terima lamaran Wildan? Bukannya itu impian kamu dari dulu, Nak? Ibu inget gimana kamu sering cerita ke Ibu kalau kamu mau jadi ibu Persit.” Bening menghela napas mendengar topik itu lagi. “Ibu nggak
Hah? Bening tidak salah dengar, ‘kan? Kapten Kalingga penyuka sesama jenis? Sebenarnya, hal seperti itu bukan sesuatu yang baru. Bening juga melek dengan informasi yang beredar di semua platform media sosial mengenai fenomena orientasi seksual seperti itu yang semakin buka-bukaan. Di militer yang
“Udah ya Mas, aku muak dengerin semua ocehan kamu. Stop.” Setelah mengatakan itu, tanpa ada pamit atau salam, Bening yang super kesal langsung mematikan panggilannya dengan sepihak. Setelah mematikan panggilan itu, Bening menyandarkan bahunya pada sandaran kursi tunggu rumah sakit. Badannya agak
Pandangan Sagara langsung tertuju kepada Langit. Kedua alisnya bertaut marah. Sagara bisa melihat Dahayu gemetaran di belakang Langit, tapi saat ini Sagara ingin membuat perhitungan kepada adik iparnya itu. Berani-beraninya Langit membentak Dahayu seperti itu. Selain itu, ada yang mengganggu pendeng
Langit masuk dengan tampang lesu. Wajahnya pucat dan dia tampak lebih kurus. Selain itu, sepertinya Langit tidak tidur selama beberapa hari hingga kantung matanya menebal. Langit langsung duduk di depan Dahayu tanpa dipersilakan. Dia bersilang tangan dan menatap Dahayu dengan tajam. “Akhirnya, kita
“Nak Langit? Kenapa nggak dijawab? Dahayu kemana? Apa dia pergi dari rumah nggak bilang-bilang?” tanya Bening sekali lagi, mulai khawatir karena Langit tak kunjung menjawab. Langit mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak boleh mengatakan yang sebenarnya kepada mertanya. Cukup hanya orang-orang rum
“Serius banget.” Langit mencebik remeh. “Nggak usah mengalihkan pembicaraan deh, Yu. Kalau emang habis ketemun sama bajingan itu, ngaku ajalah.” “Atau sebaiknya sekarang giliran kamu yang mengaku, Langit?” balas Dahayu dengan ekspresi serius. Langit mengerutkan keningnya. Ia memperhatikan tangan D
“Harus kuapain foto ini?” Arjuna benar-benar bingung sekarang. Ia tidak berhenti memandangi foto yang ia tangkap di ponselnya beberapa hari lalu. Arjuna yakin sekali jika pria yang ia lihat di restoran bersama seorang wanita adalah Langit, suami Dahayu. Namun, bagaimana bisa Langit bertemu dengan s
Dahayu tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Dia terus melamun memikirkan noda lipstik yang tertinggal di lengan baju Langit. Saat melihat noda itu, Dahayu harus membersihkannya terlebih dulu sebelum diserahkan kepada Bi Ikah. Dahayu tidak ingin Bi Ikah mengetahui permasalahan rumah tangga
Dahayu beringsut ke arah headboard kasur sambil memegangi pakaiannya sendiri tanpa sadar. Langit berjalan gontai dan menutup pintu kamar mereka dengan keras. Dahayu sampai terkesiap mendengar suara nyaring itu. “La-Langit... kamu mabuk?” tanya Dahayu, memastikan apakah Langit masih bisa diajak berk
Beberapa hari terakhir ibu Langit sadar jika Dahayu dan putranya jarang sekali berkomunikasi. Mereka hanya terlihat membicarakan hal penting lalu saling berdiam diri ketika tidak ada hal yang dibahas. Apalagi saat bergantian menjaga ibu Langit, Langit cenderung bersikap cuek saat melihat Dahayu. Hal
Selesai membaca isinya, Langit langsung membanting pintu lemari itu dan membawa dairy Dahayu bersamanya. Ia turun dengan tergesa-gesa menuruni tangga, meraih kunci mobil, bahkan menabrak Bi Ikah yang baru kembali dari minimarket. Langit membuka mobilnya dan melompat ke bangku sopir. Tanpa repot-rep