Home / Romansa / Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu / Bab 2. Hal Yang Seharusnya Tidak Dilihat

Share

Bab 2. Hal Yang Seharusnya Tidak Dilihat

Author: Liliana3108
last update Last Updated: 2025-02-21 13:13:51

"Sekarang giliranku!" ujar Adisty dengan suara terengah-engah. Sudah satu jam lebih berlangsung tak membuat mereka berdua puas untuk melakukan ikatan intim itu.

Danu yang tadinya berada di atas memberikan kesempatan pada Adisty untuk menggantikan posisinya. Mencoba hal baru yang belum pernah ia rasakan.

Saat Adisty mulia melebarkan pahanya dan memasukkan miliknya tanpa aba-aba. Semuanya masuk dalam satu tekanan yang membuat perutnya terasa hangat dan penuh.

"Akhhhh," rintih Adisty, rasa sakit yang membuatnya menggila. Apalagi saat melihat wajah Danu yang terlihat menyukainya. Perasaan Adisty menjadi penuh bahagia.

"Sentuh dadaku!" ujar Adisty sambil menggoyangkan pinggulnya. Tangan kekar yang tak berhenti memainkan bulatan miliknya semakin membuat Adisty dimabuk cinta. Kenikmatan yang ia rasakan yang tidak ingin ia akhiri dengan cepat.

Klik.

Danu dan Adisty terdiam sejenak. Gerakan pinggul yang tadinya semakin cepat tiba-tiba berhenti mendadak.

"Maaf." suara yang tak asing, membuat Danu refleks mengambil selimut yang tak jauh di dekatnya. Ia segera menutupi wajahnya sebelum Nora mengetahui bahwa yang berada di bawah sahabatnya adalah dia.

Nora segera pergi dari sana. Nora berlari kencang dengan degup jantung tak karuan. Nafasnya tersengal dengan kepala tak mampu berpikir secara jernih. Apa yang ia lihat tadi menodai mata dan pikirannya. Saking gugupnya ia sampai lupa memakai sepatunya dan meninggalkan pintu terbuka begitu saja.

"Nora sudah pergi!" beritahu Adisty.

"Turun!"

Danu kehilangan semangat untuk melanjutkannya. Mendengar suara Nora tadi membuat rasa bersalah mendatangi pikirannya.

"Kamu mau berhenti begitu saja?" Adisty sungguh tidak rela. Dia belum mencapai klimaksnya dan sekarang laki-laki itu ingin pergi begitu saja.

"Cukup Adisty!" bentak Danu, mendorong Adisty menjauh. Danu langsung turun dari ranjang lebar yang tadi menjadi tempat berbagi kenikmatannya dengan Adisty. Bergegas mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai.

Dipikirannya hanya ada Nora. Apakah pacar yang sudah ia pacari selama lebih dari sepuluh tahun itu melihatnya atau tidak.

"Apa No-," Danu tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Rasa bersalah yang memeluk dirinya dengan kencang membuat wajahnya semakin berkeringat. Tidak mungkin Nora tidak melihat dirinya, pikir Danu.

"Dia melihatnya tapi tidak tahu itu kamu." balas Adisty sambil melihat handphonenya. Membaca chat Nora yang baru saja masuk.

("Maaf mengganggu kalian. Aku pikir kamu kesakitan karena itu aku langsung masuk.")

Jika Nora tahu laki-laki itu adalah pacarnya, tentu dia tidak akan mengirim pesan seperti itu padanya, pikir Adisty masih menduga-duga.

"Maksudmu?" Rahang Danu mengetat dengan tatapan menajam.

"Nora mengirimiku pesan." jawab Adisty sambil mengetik.

("Tidak apa-apa. Itu salahku.") balas Adisty, membalas pesan Nora dengan menganggap Nora memang tidak tahu. Dia bertaruh kalau Nora memang tidak tahu.

("Kamu sedang sakit. Sebaiknya jangan dipaksakan.") Nora mengetik dengan wajah malu. Sebenarnya dia tidak ingin ikut campur tapi hati nuraninya tidak membiarkannya.

("Ini obat mujarab. Sakit ku langsung hilang.") balas Adisty tanpa rasa malu. Wajahnya yang tersenyum membuat Danu curiga.

"Ingat janjimu. Jangan sampai Nora tahu!" tekan Danu, Rahangnya semakin mengetat dengan tatapan mengancam.

"Kamu tidak perlu khawatir. Tapi apa kamu yakin mau sampai sini saja?" Adisty turun dari ranjangnya. Tubuhnya yang berkeringat belum berbalut pakaian melenggok seksi berjalan ke arah Danu yang sedang memakai pakaiannya kembali. Adisty melingkarkan lengannya di leher Danu dan menempelkan badannya ke badan Danu yang belum memakai baju. Gesekan tubuhnya yang menggeliat menggelitik batin Danu yang kembali terangsang. Sama halnya dengan Adisty, Danu pun sebenarnya belum mencapai klimaksnya.

"Bagaimana kalau kita lanjutkan? Kita belum sampai puncaknya. Sayang baru setengah. Lagipula Nora juga sudah pergi. Dia tidak tahu aku tidur denganmu." bujuk Adisty, wajahnya ia letakkan di bahu Danu yang kekar. Wangi laki-laki itu masih membuatnya merasa mabuk, dia masih menginginkan laki-laki itu berada di atas tempat tidurnya.

Danu terdiam sejenak. Berpikir kembali dengan tawaran Adisty tadi.

"Tunggu aku membalas pesan." Danu sama sekali tidak bisa menolak. Hasratnya lebih besar dibandingkan rasa bersalah yang ada di pikirannya. Dia tahu dia sudah membuat kesalahan besar, namun hal itu tidak akan jadi masalah jika Nora tidak tahu.

"Ok," jawab Adisty gembira. Dia langsung melepaskan Danu dan menunggu Danu di atas ranjangnya. Senyum di wajahnya sangat lebar. Laki-laki itu kini tidak akan lepas darinya, pikirnya.

("Maaf sayang. Aku sedang lembur di kantor.")

("Aku pikir kamu marah karena aku tiba-tiba membatalkan janji kita lagi.")

("Tidak apa-apa. Kita masih bisa ketemu kapanpun kamu mau.")

("Besok makan siang bareng bisa?")

("Bisa.")

("Ok. Jangan lupa makan. Kalau sudah pulang nanti kabarin.")

("Ok.")

Usai mengetik. Nora baru menyadari dirinya masih berada di jalan tanpa alas kaki. Jalanan yang sepi dengan lampu jalan yang remang-remang membuat jalanan itu tampak seram. Seharusnya tadi dia meminta Danu untuk menjemputnya. Tapi pacarnya sedang sibuk, jadi dia tidak mungkin memintanya.

"Aku cari toko saja dulu." batinnya. Dengan kaki bertelanjang, Nora berjalan menyusuri jalan. Sedikit sakit karena ada beberapa pasir kasar menusuk kakinya. Syukurnya, tidak terlalu jauh dari perumahan itu, Nora berhasil menemukan toko yang masih buka.

Kring, Nora masuk ke dalam. Petugas kasir yang sedang duduk memainkan handphonenya langsung berdiri menyambut kedatangannya.

"Cari apa Kak?"

"Sandal jepit ada?"

"Sandal?"

"Ya."

"Nggak ada Kak. Kita nggak jual sandal,"

"Air minum di sebelah mana ya?" tanya Nora. Dia membutuhkan air minum untuk menyegarkan kepalanya yang masih terkejut seperti baru saja terkena sambaran petir.

"Di belakang Kak." tunjuk penjaga toko memberikan arahan.

Nora berjalan mengikuti arahan. Melihat Nora yang berjalan tanpa alas kaki dengan wajah tak tenang, membuat penjaga toko tersebut merasa curiga. Dipikirnya pencuri, akhirnya penjaga toko memutuskan untuk mengikuti Nora.

"Gak pakai sandal kak?" tanya penjaga penuh selidik.

"I-ya," jawab Nora kikuk. Jadi teringat adegan itu kembali. Ia tidak menyangka Adisty yang sedang sakit melakukan hubungan seperti itu.

"Pacarnya?" pikir Nora dalam hati. Ia tidak bisa melihat wajah laki-laki itu karena bersembunyi di balik selimut. Tapi yang jelas, Adisty berada di atas laki-laki itu dengan tubuh polos penuh keringat.

"Sudahlah. Aku harus lupain apa yang aku lihat tadi!" tekan Nora pada dirinya sendiri. Jantungnya jadi berdegup kencang lagi. Kakinya pun masih terasa lemas. Ia baru kali ini merasa sangat malu hingga hampir membuatnya mati ditempat. Menyaksikan adegan dewasa di depan matanya membuat jantungnya hampir berhenti berdetak tadi.

"Kak! Kak!"

"Ah ya. Aku ambil ini." ujar Nora mengambil minuman. Ia juga membeli roti untuk mengganjal perutnya.

Usai membayar, Nora malu-malu meminta izin untuk menunggu di sana.

"Maaf Mas. Boleh nunggu di depan kan?"

"Ya Boleh."

Nora pun duduk di luar sambil menyantap rotinya. Beberapa hari ini dia mungkin tidak akan bertemu dengan Adisty lagi. Itu hal yang harus ia lakukan agar bisa melupakan apa yang ia lihat tadi.

"Siapa laki-laki itu? Adisty tidak pernah bercerita kalau dia punya pacar," walau begitu, Nora masih memikirkannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Jalanan di area itu sangat sepi. Nora tidak mungkin lama-lama diam disana. Nora akhirnya memutuskan untuk mengirim chat ke Kakaknya, meminta Kakaknya untuk menjemputnya di toko itu.

("Aku sedang diluar. Minta Ayah saja yang jemput.")

("Sudah malam. Ayah pasti sudah tidur.")

("Kenapa kamu baru pulang jam segini?")

("Tadi banyak pasien.")

("Kamu bisa tunggu 30 menit kan? Kakak masih ada meeting.")

("Ya.")

Nora meletakkan handphonenya di atas meja. Dia fokus untuk menghabiskan rotinya yang tersisa sepotong lagi. Kacamata yang beruap karena hembusan nafas yang masih tak karuan mengganggu pengelihatannya. Nora membuka kacamatanya dan mengelapnya dengan kain pembersih kacamata khusus. Samar-samar dengan ekor matanya. Ia melihat gerak-gerik bayangan hitam yang sedang bergerak di sudut jalan jauh dari tempat duduknya.

Cepat, Nora kembali memakai kacamatanya. Melihat apa yang terjadi di ujung gang yang ada di jalan itu.

"Orang?" batinnya. Rasa takut yang tiba-tiba menyerangnya, membuat bulu kuduknya naik ke atas tapi dia sangat penasaran dengan apa yang terjadi di sana.

Menajamkan matanya yang tak bisa melihat kejauhan, Nora berhasil melihat adegan aksi seseorang yang sedang memukuli orang lain.

Nora berdiri dari tempat duduknya. Ia mengambil tasnya dan berlari ke seberang jalan.

Lambaian tangan seperti minta tolong memicu hatinya untuk membantu. Dia seorang petugas kesehatan, dia tidak mungkin mengabaikan orang terluka di depannya.

"Sudah! Sudah!" teriak laki-laki itu mengerang kesakitan, dari kepala dan mulutnya keluar darah bercucuran. Kelopak matanya membiru besar hingga tak terlihat bola matanya lagi. Tapi laki-laki jenjang yang ada di depannya tak berhenti memukulnya. Wajahnya mengeras dengan bola mata berwarna merah. Laki-laki itu terlihat ingin membunuh orang yang ada di depannya itu.

"Berhenti!" teriak Nora sambil memegangi handphonenya yang tak bisa mengambil gambar dengan benar, karena tangan dan tubuhnya bergetar hebat. Hari ini dia sudah melihat banyak hal yang seharusnya tidak ia lihat.

"Saya sedang merekam!" ancam Nora dengan suara bergetar. Langkah kaki yang dipaksakan untuk tetap kuat melangkah perlahan ke arah laki-laki itu yang kini melempar tatapan seperti bilah pedang ke arah Nora.

"Tolong saya!" ucap laki-laki yang menjadi korban itu, menatap Nora dengan wajah yang sudah babak belur. Nora melihatnya dan sangat ketakutan. Bagaimana laki-laki itu bisa memukuli orang sampai seperti itu, pikirnya.

"Jangan mendekat!" teriak Nora ketakutan langsung duduk meringkuk sambil memejamkan matanya. Suara langkah kaki laki-laki itu terdengar semakin mendekat.

Wajah berlumuran darah, dengan tatapan membunuh seperti itu. Siapapun akan takut mendekatinya.

Tak.tak.tak. Kakinya berhenti tepat di depan Nora. Nora sadar itu.

"Jangan macam-macam. Saya sudah menelpon polisi. Jika saya mati di sini. Polisi akan mencari anda!" ucap Nora masih gemetar.

Laki-laki itu diam tidak bicara. Pakaiannya yang bernoda darah, tangannya yang masih tertempel darah, membuat tubuhnya beraroma darah segar.

"Darah," ujar Nora merasa mual menciumnya. Aromanya begitu amis, tapi bukan itu yang memicu rasa mualnya, itu karena Nora melihat bagaimana cara laki-laki itu memukul lelaki tak berdaya itu. Rasa takut yang berlebihan memicu rasa mualnya.

"Dia bukan manusia," gumam Nora, melepaskan handphonenya seketika saat tangannya bersentuhan dengan tangan laki-laki jenjang itu.

"Aku sud-," Nora terdiam. Langkah kaki laki-laki itu terdengar menjauh. Semakin lama semakin hilang. Nora pun memberanikan membuka matanya. Handphonenya yang terjatuh di tanah sudah dalam mode mati.

"Anda tidak apa-apa?" Nora segera menghampiri laki-laki tak berdaya itu, yang wajahnya sudah tidak dapat dikenali.

"To-to-long sa-ya."

***

"Wiw, wiw, wiw,"

"Kenapa kamu balik lagi?" kedua bola mata Fera membulat besar. Kehadiran Nora sedang tidak diharapkan di ruangan ini mengingat keributan yang ia buat dengan Vivi.

"A-aku. Pokoknya aku langsung pulang setelah tahu keadaan pasien itu!" ujar Nora memantapkan hati untuk tetap diam. Bagaimanapun dia adalah saksi dari kejahatan dari orang asing itu.

"Kalau dokter Grizell lihat bagaimana?" tegur Fera melirik kesana-kemari jangan sampai kepala ruangan mereka melihat Nora. Itu akan membuat dia mengamuk lagi.

"Aku tunggu di luar saja!" Nora keluar dari ruangan. Seperti yang ia katakan tadi, ia menunggu di luar. Memenuhi kursi pengunjung.

Grizell yang sedang dibicarakan, tengah duduk dengan wajah marah. Membaca chat yang baru saja masuk membuat darahnya yang baru saja usai mendidih, mendidih lagi.

("Bantu aku rawat pasien yang baru saja datang. Kamu tidak mau rumah sakit mu ditangguhkan kan?")

Tanpa basa-basi, Grizell langsung menghubungi nomor yang mengiriminya pesan itu.

"Apa maksudmu? Kamu memukuli orang lagi?" teriak Grizell seperti seekor naga yang sedang mengeluarkan api dari mulutnya. Laki-laki jenjang yang sedang berada di dalam mobil itu dengan cepat menjauhkan handphonenya dari telinganya. Tidak ingin gendang telinganya pecah karena itu.

"Aku tidak memukulinya dengan sengaja." balas laki-laki jenjang itu sambil mengawasi Nora yang sedang duduk di depan ruangan. Mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana bisa melihat wajah Nora secara jelas. Perempuan berkacamata yang sedang terlihat khawatir.

"Jadi maksudmu, kamu tidak sengaja?"

"Bisa dibilang begitu."

"Bisa dibilang begitu?"

"Aku sedang sibuk. Tolong rawat dia dengan baik. Kalau sudah sadar kabari aku!" Laki-laki itu mengakhiri panggilannya secara sepihak. Mobil Ferrari Purosangue berwarna merah yang baru beberapa menit terparkir bergerak pergi meninggalkan parkiran.

Sementara itu,

Nora dengan tangan gemetaran masih sempat mencari rekaman yang ada di handphonenya.

"Tidak ada?"

Kedua bola matanya membulat besar. Tangan yang masih gemetar dikuatkan untuk mencari rekaman video itu. Rekaman yang ia pikir bisa untuk menjerat sang pelaku.

"Pasti dia sudah menghapusnya." ucap Nora geram. Mengingat kilas balik kejadian tadi. Dia yang langsung duduk meringkuk saat laki-laki itu berdiri mendekat.

Wajahnya tidak terlihat jelas, yang diingatnya hanya wajah yang diselimuti darah mengalir dan aura yang menekan sekitarnya. Aura seseorang yang ingin membunuh.

"Dia tidak akan mencari ku kan?"

Nora menjadi cemas sendiri. Bisa jadi dia adalah target selanjutnya karena menyaksikan adegan itu. Adegan yang mungkin menjadi kasus pembunuhan jika pasien yang ada di dalam sekarang tidak bisa diselamatkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 3. Tidak Asing

    Mobil Ferrari Purosangue berwarna merah melesat cepat di jalanan melewati setiap pelintas. Tak satupun dari mereka bisa menghentikan mobil merah itu melintas. Bergerak ke kanan kiri, menguasai jalanan. Mobil merah itu masuk ke dalam area gedung tinggi dekat perumahan HK yang sangat terkenal. Terparkir rapi di tempat yang aman. Klik. Mobil terbuka. Laki-laki jenjang keluar dengan penampilan yang menyeramkan. Darah yang menempel di seluruh pakaiannya masih terlihat segar. Begitu juga dengan darah yang menempel di wajah dan tangannya. Tatapannya dingin, wajahnya datar, Rahangnya mengetat keras. Tanpa perasaan takut ada orang yang melihatnya. Laki-laki itu berjalan masuk ke dalam gedung dengan cuek. Masuk ke dalam lift yang bergerak mengantarnya sampai ke lantai atas. Melintasi apartemen Adisty yang berada di sebelah kiri lift, laki-laki itu diam berhenti di tempat. Matanya mengarah pada pintu yang terbuka lebar, memperlihatkan area dalam rumah itu. Tanpa seizin pemilik rumah, laki

    Last Updated : 2025-02-23
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 4. Kecurigaan Yang Semakin Besar

    "Kamu di sini?" Grizell yang baru saja keluar dari ruangannya, berpapasan dengan Naren di depan pintu ruangannya. Nora yang berlari mengejar langsung berhenti mendadak. Matanya tak lagi tertarik pada sosok laki-laki di depannya itu, matanya tertuju pada perempuan yang ada di depannya. Melihat Nora dengan garis alis lurus dan garis bibir tegas. "Tunggu di ruanganku!" ucap Grizell berbicara dengan Nora. Naren yang sadar perhatian Kakaknya teralihkan, mencari tahu dengan siapa ia bicara. Naren melihatnya tapi Nora tidak. Nora sudah membungkukkan badannya. "Ikut aku!" ajak Grizell, menuntun Naren. "Kenalan Bu dokter?" gumam Nora, mengangkat kepalanya setelah Grizell pergi. Sesuai instruksi, Nora masuk ke dalam ruangan. Ternyata, dia tak sendiri di sana. Ada laki-laki tua, yang usianya hampir sama seperti Ayahnya, sedang duduk menyesap kopinya sambil melihat ke arahnya bingung. "Siang Pak," salam hormat Nora, menundukkan kepalanya. Nora mengenalnya tapi laki-laki tua itu

    Last Updated : 2025-02-25
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 5. Gadis Bodoh

    Langit terlalu kosong tanpa bintik-bintik kecil terang yang selalu ada mengisi tempat. Cuacanya pun cukup dingin tak seperti biasanya karena sudah memasuki musim penghujan. Taman kota yang biasanya ramai dikunjungi pengunjung terlihat tidak terlalu ramai seperti biasanya. Hanya ada beberapa orang yang bertahan di sana, saat angin terasa semakin kencang menyapa tubuh. Diantaranya, Naren yang berlari sendiri mengelilingi area taman. Di telinganya terpasang benda hitam kecil yang menghubungkan dia dengan seseorang. "Kamu sedang olahraga?" "Hmm," "Demi apa? Kamu nggak kedinginan?" "Ha?" "Oh ya, manusia dingin sepertimu mana bisa merasakan dingin," Laki-laki berpakaian baju tidur berwarna hitam tengah duduk di sofanya sambil menikmati kopi hangat. Di samping telinganya ada handphone yang melekat. "Langsung saja. Aku tidak suka banyak bicara denganmu!" "Aissssh. Jadi kamu mau tetap melanjutkan kontrak dengannya setelah tahu bagaimana kehidupan pribadinya?" "Ya." "Ka

    Last Updated : 2025-03-01
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 6. Laki-laki Itu Ternyata Danu!

    Wanita cantik yang ada di depan cermin itu adalah Nora. Paras yang selama ini tersembunyi di balik wajah tanpa riasan. Bibir kecil yang selalu terlihat pucat, kini terlihat lebih cerah dan segar dengan olesan warna cherry. Rambut panjang yang selalu diikat kuda kini terurai panjang bergelombang. Kacamata yang selalu terkait di telinga tak lagi menutupi mata indahnya. Bola mata yang umumnya orang asia punya, kecoklatan dan bulu mata hitam panjang lentik. "Apa ini aku?" gumam Nora, bahkan ia pun tak menyangka wanita yang ada di depan cermin itu adalah dirinya sendiri. Sudah lama sejak ia terakhir kali membubuhkan warna ke wajahnya. Terakhir, di acara pernikahan Kakaknya. "Kamu sebenarnya cantik, tapi sayang kurang dirawat aja!" celetuk laki-laki di belakangnya. Orang yang sudah berjasa mengubahnya menjadi seorang putri cantik. "Apa aku bilang. Dia cantik kan?" sahut Adisty, memajukan wajahnya ke dekat Nora. Aroma parfum yang segar dan cukup kuat, menggelitik hidung Nora. Aroma kh

    Last Updated : 2025-03-04
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 7. Cinta Yang Membuat Mati

    Beberapa menit sebelumnya, "Kamu sudah selesai?" tanya Alina yang sejak tadi menunggu di depan kamar mandi laki-laki.Naren diam tak menanggapi. Apa yang sudah terjadi 4 tahun sebelumnya membuat ia tak bisa bersikap baik-baik saja ke Alina. Naren lanjut berjalan, mengabaikan Alina yang terus mengikutinya dari belakang. Tidak terima dengan sikap Naren yang begitu dingin, Alina berlari kecil untuk bisa menyaingi Naren. "Naren!" Alina berhasil menahan tangan Naren.Naren membalikkan badannya. Kedua alisnya menekuk ke bawah dengan otot rahang yang semakin mengetat. Tatapan dingin yang mengisyaratkan kemarahan tersampaikan ke Alina yang menjadi takut. Bukk. Naren mendorong tubuh Alina ke dinding cukup keras. Alina tidak cukup cepat untuk bereaksi. Matanya terbuka lebar menatap Naren. Mata Naren yang dulunya melihatnya dengan penuh cinta sudah tak ada lagi disana. "Apa kamu tidak punya rasa malu sedikitpun?" tekan N

    Last Updated : 2025-04-04
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 8. Melepaskan Kesucian

    "Kenapa kamu menarik ku?" Danu menarik tangannya dari Adisty. Menatap Adisty dengan penuh amarah. Seharusnya Adisty tidak membawanya, karena sekarang Danu jadi tidak tahu Nora ada dimana. Dia tahu kesalahannya tapi dia tidak bisa membiarkan Nora begitu saja dibawa olek laki-laki asing yang tak ia kenal. Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora? Danu kesal memikirkannya. Membayangkan apa yang ia lakukan dengan Adisty bisa saja terjadi pada Nora. Danu semakin marah. Dia tidak mau itu terjadi. "Agghhhhh!" teriaknya sambil menjambak rambutnya sendiri. "Tenanglah Danu!" "Bagaimana aku bisa tenang? Semua ini gara-gara kamu!" balas Danu mendorong Adisty menjauh darinya. "Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora?" Rahang Danu semakin mengetat dengan wajah memerah, bahkan urat-urat di wajahnya hampir terlihat. Dia tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Nora. "Kamu mau kemana?" "Menurutmu?""Dia bukan

    Last Updated : 2025-04-05
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 9. Tidak Suci Lagi?

    Sebelum laki-laki itu datang, Nora bergegas untuk kabur. Namun, saat baru menginjakkan kaki ke lantai, Nora merasakan kepalanya seperti tersengat listrik dengan voltase tinggi, sakitnya membuat Nora memutuskan untuk tidur kembali. "Aghh," ringisnya, kepalanya terasa ingin pecah. Nora sama sekali tidak ingat apa yang terjadi padanya tadi malam. Yang dia ingat dia dan Vivi datang ke sebuah klub untuk tujuan melepaskan kesuciannya. Agar tidak gugup Vivi memesankan minuman untuknya dan setelah itu Nora tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. "Aku benar-benar lupa." rengek Nora, menutupi wajahnya yang kecil dengan kedua telapak tangannya. Matanya masih tertuju ke arah kamar mandi, suara air keran itu masih terdengar dan seperti suara hantu bagi Nora. "Aku harus pergi sekarang!" tuntutnya, mencari cara untuk bisa pergi dengan keadaannya sekarang. Nora kembali mencoba menurunkan kakinya terlebih dahulu, menggeser badannya yang terasa sakit di sek

    Last Updated : 2025-04-09
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 10. Pelacur Yang Kehilangan Rasa Malu

    "Kamu sudah coba hubungi adikmu?" Sosok laki-laki beruban tengah duduk di sofa sembari memegangi ponselnya. Mata tua dibalik kacamata tebalnya, terus tertuju pada layar ponsel yang menyala. Menunggu sang putri yang tidak dapat dihubungi setelah seharian hilang tanpa kabar. "Ayah tidak perlu khawatir. Dia sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya sendiri!" jawab Nadin. Dia datang untuk mengisi stok makanan yang ada di kulkas. "Tapi tetap saja......." Ucapannya terhenti. Kelopak mata yang sudah mengendur, sedikit menegang. Suara keributan yang samar-samar terdengar sampai ke dalam rumah menarik perhatiannya. Nadin yang mendengar pun juga diam menghentikan aktivitasnya. "Orang berkelahi?" tebak Nadin, tentunya membuat jiwa keingintahuannya meningkat. Nadin menutup kembali pintu kulkasnya, membiarkan sebagian barang yang belum sempat ia masukkan di atas meja. Ayah yang juga penasaran, ikut bersama sang putri untuk mencari tahu. **

    Last Updated : 2025-04-10

Latest chapter

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 13. Ajakan Tidur Bersama

    Bola mata berwarna keabu-abuan itu menangkap bayangan Nora yang berbalik pergi, kabur seperti dikejar hantu. Entah apa yang ada di pikirannya, terakhir ia melihat ke arah Naren dengan kedua bola mata bergetar."Apa yang kamu bicarakan dengan wanita itu?" Naren duduk di kursi tempat Nora duduk tadi. Perhatiannya teralihkan ke arah pelayan yang mengantarkan makanan ke mejanya. Dia baru saja datang dan makanan itu sudah datang. Ada cake strawberry yang tidak cocok di mulutnya dan beberapa makanan manis lainnya. Membuat Naren bertanya-tanya. "Ini punyaku. Ini punyamu!" Andrew memutar makanan yang ada di depan Naren. "Ini untuk wanita itu kan?" Naren melipat kedua tangannya di atas dada. Tatapan menyelidik nya terarah ke arah Andrew. "Bukan!""Sejak kapan kamu suka makanan manis?" "Hahaha, gak seru!" balas Andrew tertawa. Tetap memakan makanan manis tersebut walau tidak terlalu suka. "Jadi apa yang kalian bicarakan?" Naren masih belum

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 12. Hubungan Yang Rumit

    Andrew terus melihat ke layar handphonenya. Setiap kali mendengar suara dering ponsel, dia buru-buru mengangkatnya dan kemudian menghela nafas panjang. Hal itu terus Naren lihat selama dua hari berturut-turut. Bahkan saat berada di dalam mobil saat ini juga. Andrew buru-buru melihat handphone dan kemudian menghela nafas lagi. Entah sudah berapa kali Naren melihatnya dalam beberapa jam. Naren melirik kan matanya, tanpa mengucapkan sepatah kata. Andrew langsung memberikan penjelasan. "Aku sudah memberitahumu kan wanita itu... Tidak. Maksudku Nora. Kamu tahu kan dia meminta nomor handphoneku dua hari lalu? Tapi kenapa sekarang dia belum juga menghubungiku?" Pembicaraan mereka waktu itu berakhir dengan Nora yang berhasil mendapatkan nomor handphone Andrew, tapi Andrew tidak berhasil mendapatkan nomor milik Nora, alasannya karena Noralah yang nantinya akan menghubungi Andrew terlebih dahulu. Namun nyatanya?"Apa rencanamu?" Andrew bukanlah ora

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 11. Bukan Pelacur Seperti Dia!

    "Aku pergi!" Naren baru saja akan meninggalkan tempat itu. Saat langkah kakinya terhenti dan matanya menangkap kehadiran Nora yang berjalan mendekat dengan kecepatan penuh ke arah Adisty. Penampilan wanita itu sangat berbeda dari kesan yang sudah tertanam di kepala Naren. Pakaiannya yang transparan, samar-samar memperlihatkan kulitnya yang halus. Rambut gelombang terurai panjang dengan sedikit riasan di wajahnya, matanya yang menatap dalam seperti ombak pantai yang bergemuruh. Mengingatkan Naren dengan tatapan kosong yang terakhir kali ia lihat. Kini wanita itu memiliki keinginan dalam hidupnya, setidaknya itulah yang terlihat di mata Naren. Naren jadi penasaran apa yang membuat tatapan wanita itu berubah. Walau sebenarnya ia pun tahu jawabannya. Namun dia lebih penasaran apa yang akan di lakukan wanita itu untuk melawan Adisty. Tapi siapa sangka, ucapan Nora bisa mengancam kerja kerasnya. Naren sudah salah sangka karena berpikir wanita itu hanya akan memandangi

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 10. Pelacur Yang Kehilangan Rasa Malu

    "Kamu sudah coba hubungi adikmu?" Sosok laki-laki beruban tengah duduk di sofa sembari memegangi ponselnya. Mata tua dibalik kacamata tebalnya, terus tertuju pada layar ponsel yang menyala. Menunggu sang putri yang tidak dapat dihubungi setelah seharian hilang tanpa kabar. "Ayah tidak perlu khawatir. Dia sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya sendiri!" jawab Nadin. Dia datang untuk mengisi stok makanan yang ada di kulkas. "Tapi tetap saja......." Ucapannya terhenti. Kelopak mata yang sudah mengendur, sedikit menegang. Suara keributan yang samar-samar terdengar sampai ke dalam rumah menarik perhatiannya. Nadin yang mendengar pun juga diam menghentikan aktivitasnya. "Orang berkelahi?" tebak Nadin, tentunya membuat jiwa keingintahuannya meningkat. Nadin menutup kembali pintu kulkasnya, membiarkan sebagian barang yang belum sempat ia masukkan di atas meja. Ayah yang juga penasaran, ikut bersama sang putri untuk mencari tahu. **

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 9. Tidak Suci Lagi?

    Sebelum laki-laki itu datang, Nora bergegas untuk kabur. Namun, saat baru menginjakkan kaki ke lantai, Nora merasakan kepalanya seperti tersengat listrik dengan voltase tinggi, sakitnya membuat Nora memutuskan untuk tidur kembali. "Aghh," ringisnya, kepalanya terasa ingin pecah. Nora sama sekali tidak ingat apa yang terjadi padanya tadi malam. Yang dia ingat dia dan Vivi datang ke sebuah klub untuk tujuan melepaskan kesuciannya. Agar tidak gugup Vivi memesankan minuman untuknya dan setelah itu Nora tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. "Aku benar-benar lupa." rengek Nora, menutupi wajahnya yang kecil dengan kedua telapak tangannya. Matanya masih tertuju ke arah kamar mandi, suara air keran itu masih terdengar dan seperti suara hantu bagi Nora. "Aku harus pergi sekarang!" tuntutnya, mencari cara untuk bisa pergi dengan keadaannya sekarang. Nora kembali mencoba menurunkan kakinya terlebih dahulu, menggeser badannya yang terasa sakit di sek

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 8. Melepaskan Kesucian

    "Kenapa kamu menarik ku?" Danu menarik tangannya dari Adisty. Menatap Adisty dengan penuh amarah. Seharusnya Adisty tidak membawanya, karena sekarang Danu jadi tidak tahu Nora ada dimana. Dia tahu kesalahannya tapi dia tidak bisa membiarkan Nora begitu saja dibawa olek laki-laki asing yang tak ia kenal. Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora? Danu kesal memikirkannya. Membayangkan apa yang ia lakukan dengan Adisty bisa saja terjadi pada Nora. Danu semakin marah. Dia tidak mau itu terjadi. "Agghhhhh!" teriaknya sambil menjambak rambutnya sendiri. "Tenanglah Danu!" "Bagaimana aku bisa tenang? Semua ini gara-gara kamu!" balas Danu mendorong Adisty menjauh darinya. "Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora?" Rahang Danu semakin mengetat dengan wajah memerah, bahkan urat-urat di wajahnya hampir terlihat. Dia tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Nora. "Kamu mau kemana?" "Menurutmu?""Dia bukan

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 7. Cinta Yang Membuat Mati

    Beberapa menit sebelumnya, "Kamu sudah selesai?" tanya Alina yang sejak tadi menunggu di depan kamar mandi laki-laki.Naren diam tak menanggapi. Apa yang sudah terjadi 4 tahun sebelumnya membuat ia tak bisa bersikap baik-baik saja ke Alina. Naren lanjut berjalan, mengabaikan Alina yang terus mengikutinya dari belakang. Tidak terima dengan sikap Naren yang begitu dingin, Alina berlari kecil untuk bisa menyaingi Naren. "Naren!" Alina berhasil menahan tangan Naren.Naren membalikkan badannya. Kedua alisnya menekuk ke bawah dengan otot rahang yang semakin mengetat. Tatapan dingin yang mengisyaratkan kemarahan tersampaikan ke Alina yang menjadi takut. Bukk. Naren mendorong tubuh Alina ke dinding cukup keras. Alina tidak cukup cepat untuk bereaksi. Matanya terbuka lebar menatap Naren. Mata Naren yang dulunya melihatnya dengan penuh cinta sudah tak ada lagi disana. "Apa kamu tidak punya rasa malu sedikitpun?" tekan N

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 6. Laki-laki Itu Ternyata Danu!

    Wanita cantik yang ada di depan cermin itu adalah Nora. Paras yang selama ini tersembunyi di balik wajah tanpa riasan. Bibir kecil yang selalu terlihat pucat, kini terlihat lebih cerah dan segar dengan olesan warna cherry. Rambut panjang yang selalu diikat kuda kini terurai panjang bergelombang. Kacamata yang selalu terkait di telinga tak lagi menutupi mata indahnya. Bola mata yang umumnya orang asia punya, kecoklatan dan bulu mata hitam panjang lentik. "Apa ini aku?" gumam Nora, bahkan ia pun tak menyangka wanita yang ada di depan cermin itu adalah dirinya sendiri. Sudah lama sejak ia terakhir kali membubuhkan warna ke wajahnya. Terakhir, di acara pernikahan Kakaknya. "Kamu sebenarnya cantik, tapi sayang kurang dirawat aja!" celetuk laki-laki di belakangnya. Orang yang sudah berjasa mengubahnya menjadi seorang putri cantik. "Apa aku bilang. Dia cantik kan?" sahut Adisty, memajukan wajahnya ke dekat Nora. Aroma parfum yang segar dan cukup kuat, menggelitik hidung Nora. Aroma kh

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 5. Gadis Bodoh

    Langit terlalu kosong tanpa bintik-bintik kecil terang yang selalu ada mengisi tempat. Cuacanya pun cukup dingin tak seperti biasanya karena sudah memasuki musim penghujan. Taman kota yang biasanya ramai dikunjungi pengunjung terlihat tidak terlalu ramai seperti biasanya. Hanya ada beberapa orang yang bertahan di sana, saat angin terasa semakin kencang menyapa tubuh. Diantaranya, Naren yang berlari sendiri mengelilingi area taman. Di telinganya terpasang benda hitam kecil yang menghubungkan dia dengan seseorang. "Kamu sedang olahraga?" "Hmm," "Demi apa? Kamu nggak kedinginan?" "Ha?" "Oh ya, manusia dingin sepertimu mana bisa merasakan dingin," Laki-laki berpakaian baju tidur berwarna hitam tengah duduk di sofanya sambil menikmati kopi hangat. Di samping telinganya ada handphone yang melekat. "Langsung saja. Aku tidak suka banyak bicara denganmu!" "Aissssh. Jadi kamu mau tetap melanjutkan kontrak dengannya setelah tahu bagaimana kehidupan pribadinya?" "Ya." "Ka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status