Share

Bab 3. Tidak Asing

Penulis: Liliana3108
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-23 13:39:56

Mobil Ferrari Purosangue berwarna merah melesat cepat di jalanan melewati setiap pelintas. Tak satupun dari mereka bisa menghentikan mobil merah itu melintas. Bergerak ke kanan kiri, menguasai jalanan.

Mobil merah itu masuk ke dalam area gedung tinggi dekat perumahan HK yang sangat terkenal. Terparkir rapi di tempat yang aman.

Klik.

Mobil terbuka. Laki-laki jenjang keluar dengan penampilan yang menyeramkan. Darah yang menempel di seluruh pakaiannya masih terlihat segar. Begitu juga dengan darah yang menempel di wajah dan tangannya. Tatapannya dingin, wajahnya datar, Rahangnya mengetat keras. Tanpa perasaan takut ada orang yang melihatnya. Laki-laki itu berjalan masuk ke dalam gedung dengan cuek. Masuk ke dalam lift yang bergerak mengantarnya sampai ke lantai atas.

Melintasi apartemen Adisty yang berada di sebelah kiri lift, laki-laki itu diam berhenti di tempat. Matanya mengarah pada pintu yang terbuka lebar, memperlihatkan area dalam rumah itu. Tanpa seizin pemilik rumah, laki-laki itu masuk ke dalam begitu saja. Matanya tertuju pada sepatu laki-laki yang tersusun rapi di sebelah rak sepatu.

Tak ada yang tahu apa yang di pikirkan laki-laki itu. Dia masuk ke dalam tanpa melepaskan sepatunya. Matanya yang tajam seperti bilah pedang mengawasi area sekitar. Masuk semakin dalam ke dalam rumah itu.

"Akhh," suara rintihan erotis terdengar sampai ke telinganya, membuat langkah kakinya terhenti. Tak banyak berpikir, laki-laki itu berbalik pergi.

"Lebih banyak lagi!" suara Adisty masih terdengar sampai luar.

Ekspresi laki-laki itu datar saja. Dia tahu apa yang sedang dilakukan perempuan itu sekarang, tapi dia tak terlalu peduli akan hal itu. Laki-laki itu keluar dengan menutup kembali pintunya.

Dia memasuki apartemen yang berada di paling ujung kiri gedung. Nomor 56, berjarak tiga apartemen dari apartemen milik Adisty.

Naren Dirgantara. Usia 29 tahun. Tinggi 187 cm. CEO star entertainment dan merupakan cucu kedua dari Dirgantara. Pengusaha terkenal yang dijuluki naga emas karena menguasai semua bidang bisnis yang ada.

Naren melepaskan pakaiannya. Otot-otot kekar yang tersembunyi di balik pakaiannya terlihat dengan jelas. Garis indah dan tegas yang membentuk setiap tubuh terlihat seperti roti sobek. Keringat yang masih menempel dan sedikit berbau, terlihat seksi dan menggairahkan. Dia memang terlahir sempurna. Tak ada celah sedikitpun. Wajahnya pun seperti porselen cantik yang tidak bosan untuk dipandang. Hidung mancung, dagu tegas, bulu mata lentik, kulit mulus. Namun sayangnya dia selalu terlihat dingin.

Naren berdiri di bawah shower. Membiarkan air membasahi tubuhnya. Air yang jatuh merosot di setiap garis tubuh dan turun ke bawah. Darah yang menempel di wajahnya pun ikut terbawa arus. Merubah warna lantai yang putih menjadi merah.

Naren menyeka rambutnya dengan kedua tangannya. Menatap kaca yang ada di depannya. Memantulkan wajahnya yang putih kembali tanpa noda darah yang menempel. Luka yang tersembunyi di area pelipis masih mengeluarkan darah. Ia biarkan begitu saja sampai darahnya berhenti dengan sendirinya.

Naren keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk yang menutupi seluruh badannya. Ia merogoh benda kecil hitam yang ada di celananya dan kemudian duduk di depan meja kerjanya. Memeriksa isi benda kecil yang menyimpan banyak rahasia. Memasukkannya dalam laptop putih miliknya. Banyak tangkapan foto yang memperlihatkan Adisty bersama laki-laki. Naren juga tahu itu. Tapi hal ini tak boleh tersebar luas.

Setelah menghapus semua isi dari benda hitam kecil itu. Naren juga mematahkannya dan membuangnya ke tong sampah di dekat meja kerjanya.

"Perempuan itu?" gumam Naren teringat wajah Nora. Nora yang langsung meringkuk ketakutan saat melihatnya. Naren yakin Nora tidak akan melaporkannya karena dia sudah menghapus bukti yang membuatnya terancam. Jikapun Nora akan melaporkannya, dia bisa mengelak karena Nora tidak memiliki bukti yang kuat dan laki-laki yang ia pukuli, pastinya tidak akan melapor karena dia memegangi kelemahannya. Selain benda hitam kecil itu, Naren juga mengambil handphone milik laki-laki itu.

***

Nora sedang membasahi tubuhnya di bawah shower. Ia menatap kedua tangannya dan tiba-tiba merasa mual.

"Uwek. Uwek."

"Nora kamu nggak apa-apa?" tanya Nadin , khawatir. Saat menjemput adiknya tadi, Nora terlihat ketakutan dan gemetaran. Ditanya kenapa tapi Nora sama sekali tak menjawab.

"Nggak apa-apa Kak." balas Nora dari dalam.

Ia bekerja di bidang kesehatan, melihat darah adalah hal biasa baginya. Tapi entah kenapa, ia merasa mual setiap kali teringat kejadian tadi. Wajah laki-laki yang hampir seluruh wajahnya tertutupi darah.

"Aku harus minum obat," ucapnya. Norapun bergegas membersihkan badannya Sebelum suhu ruangan semakin menjadi lebih dingin.

Setelah selesai mandi, Nora meneguk obatnya dan langsung tidur.

Suara langkah kaki samar-samar terdengar di telinga Nora. Datang mendekat dengan langkah kaki yang semakin jelas. Nora tahu ada orang yang datang tapi ia tidak berani membuka matanya. Sampai ia merasakan tangan kekar mencoba mencekik lehernya. Nora membuka matanya lebar.

Wajah penuh darah menatap dirinya dengan tatapan tajam seperti ingin membunuhnya.

"Berikan handphonemu!" ucap sosok itu. Tangannya semakin kuat mencekik leher Nora.

"Ja-Jangan!" hentikan Nora dengan sisa tenaganya. Ia berusaha menyingkirkan tangan sosok itu dengan kedua tangannya tapi sosok itu semakin menjadi-jadi. Matanya berubah merah dengan senyuman bibir melebar seperti joker. Dia terlihat seperti setan pembunuh.

"Kamu harus mati!" ucapnya menekan leher Nora.

"Jangan!!" teriak Nora bangun dari mimpi. Kedua bola matanya terbuka lebar dengan nafas tersengal. Degup jantung yang berdebar kencang meningkatkan butir air yang muncul di seluruh wajahnya. Mimpi buruk yang membuat seluruh tubuhnya gemetar.

Drttt, getar handphone di samping tempat tidurnya kembali membuatnya kaget. Nora melihatnya dan segera meraihnya dengan tangan masih gemetar.

"Hallo?" sapa Nora lebih dulu. Mencari benda bulat yang selalu membantunya melihat dunia.

"Hallo Nora. Ini Ibu. Kamu tahu Danu dimana?"

"Ibu?" Nora memakai kacamatanya dan memastikan bahwa yang sedang bicara saat ini adalah Ibu dari pacarnya.

"Ya. Ini Ibu. Kamu tahu Danu ada dimana?"

"Kenapa dengan Mas Danu Bu?"

"Danu nggak pulang semalaman. Ibu sudah coba hubungi tapi nggak dijawab." Suara khawatir yang terdengar membuat Nora ikut terbawa. Danu tidak pernah sekalipun membuat Ibunya khawatir, kalau tidak sesuatu yang buruk pastinya terjadi.

"Coba Nora telpon sekarang. Ibu jangan khawatir ya!" ucap Nora mencoba menenangkan, di saat ia sendiripun tidak bisa berpikir dengan tenang.

"Semoga tidak terjadi apa-apa," batin Nora.

Danu yang sedang dicari keberadaannya masih tertidur lelap di atas tempat tidur Adisty. Wajahnya yang tenang dan lembut membuat Adisty tak bosan memandangi wajahnya.

"Kupikir setelah mendapatkannya, rasa penasaranku menghilang. Ternyata tidak," gumam Adisty mendekatkan wajahnya ke wajah Danu. Hembusan nafas hangat Danu menggelitik batin Adisty. Dia tidak bisa melepaskan laki-laki itu. Walau nyatanya laki-laki itu adalah pacar sahabatnya sendiri.

"Nora sudah memiliki segalanya. Aku rasa tidak apa-apa," gumamnya lagi. Tatapan sendu, menyembunyikan segala hal rumit yang tersimpan di dalam hatinya.

Adisty diam-diam kembali menempelkan bibirnya ke bibir Danu. Danu yang tersadar sontak langsung mendorong Adisty menjauh darinya. Danu terbangun sambil menatap mata Adisty dengan tatapan jijik. Ia menggosok bibirnya keras seperti menghilangkan jejak antara ia dan Adisty.

Melihat reaksi Danu seperti itu, senyum wajah Adisty menjadi miring.

"Kamu tidak suka aku mencium mu?"

"Aku harus pulang!" Danu mengalihkan, ia melepaskan selimut yang menutupi tubuhnya. Tapi Adisty tak membiarkannya. Tubuh tanpa balutan kain itu menempel di punggung Danu. Adisty mengaitkan kedua tangannya erat di leher Danu. Tidak seperti tadi malam, kini Danu sudah tak memiliki keinginan yang menggebu lagi. Dia sudah mendapatkan apa yang ia inginkan, rayuan itu tidak mempan lagi.

"Ini hari Minggu. Apa kamu lupa?" bisik Adisty di telinga Danu.

"Lepaskan aku. Aku harus pulang." Danu berusaha melepaskan kaitan tangan Adisty darinya.

"Jahat sekali. Setelah memakai ku kau mau membuang ku begitu saja." ledek Adisty.

"Membuang mu?" Danu berdiri tegap hingga membuat Adisty terhempas di atas tempat tidurnya. Tubuh Adisty yang terlihat masih begitu cantik membuat mata Danu berpaling dengan cepat. Ia tidak ingin melihatnya, jejak tanda yang ia berikan di setiap tubuh Adisty masih terlihat begitu jelas, mengingatkan hal yang sudah ia lakukan.

"Kamu yang menginginkannya bukan aku." balas Danu, tangannya bergerak mengambil selimut untuk menutupi tubuh Adisty.

"Benarkah? Bagaimana kalau kita tonton ulang?"

"Tonton? Kamu merekamnya?" Rahang Danu mengetat.

"Menurutmu?" balas Adisty bercanda. Rekaman yang ia maksud itu hanyalah kebohongan yang sengaja ia buat agar Danu mematuhi keinginannya.

"Jangan macam-macam denganku!" Danu menerjang Adisty, menjatuhkan tubuh Adisty ke tempat tidur dengan mencengkram leher Adisty.

Danu yang lembut dan baik hati, yang membuatnya ingin memilikinya. Bukanlah laki-laki di depannya ini. Adisty sangat kaget Danu melakukan itu padanya. Bola matanya yang bulat cantik menatap mata Danu dalam. Tatapan hangat saling memiliki yang ia lihat tadi malam sudah berubah menjadi kilatan amarah.

Tidak lama, Danu sadar dengan apa yang diperbuatnya. Tangannya melonggar.

"Maaf," ucap Danu menyingkirkan tangannya dari Adisty. Dia sudah sangat berlebihan menanggapi perempuan yang sudah tidur dengannya itu.

"Aku hanya bercanda. Nora tidak akan pernah tahu akan hal ini," jawab Adisty lirih. Senyum simpul yang terlihat di wajahnya tidak ia buat-buat seperti biasanya.

"Aku pergi!" Pamit Danu, usai memakai pakaiannya.

Keluar dari apartemen Adisty, Danu tak sengaja berpapasan dengan sosok laki-laki yang lebih tinggi darinya, di koridor. Wajah asing yang tak Danu kenal, membuat ia tak perlu untuk saling menyapa.Tapi tidak untuk laki-laki tinggi itu. Setelah Danu melewatinya, dia diam sejenak memandangi punggung Danu dan kemudian lanjut berjalan lagi.

Danu membuka handphonenya, melihat banyaknya panggilan dari Nora dan beberapa chat yang masuk.

("Sayang kamu sudah pulang?")

("Kamu sudah makan belum?")

("Aku nggak bisa tidur. Bisa kita bicara?") Di akhir chatnya Nora mengirim emoticon menangis.

("Sayang kamu dimana? Kamu baik-baik aja kan?")

("Tolong jawab chatku.")

("Sayang?") Emoticon sedih memenuhi room chat mereka berdua.

("Maaf sayang. Aku baru melihat chatmu.")

("Kamu dimana? Ibu mencarimu.")

Danu tersentak. Ia baru ingat ia lupa mengabari Ibunya. Ibunya pasti sangat cemas ia tidak pulang semalaman.

("Aku masih di kantor. Ini mau jalan pulang.")

("Syukurlah. Aku takut sekali kamu kenapa-kenapa.") lagi-lagi Nora mengirim emoticon sedih.

("Aku nggak kenapa-kenapa. Nanti aku hubungi lagi ya. Aku sudah mau pulang.")

("Ya. Hati-hati di jalan.")

("Ya.") akhiri Danu. Danu masuk ke dalam mobil putih yang sudah seharian terparkir di bawah gedung mewah itu. Keluar dari halaman basement dan melesat pergi dari sana.

Sesampainya di rumah, Danu tersentak kaget melihat Nora yang sedang duduk bersama Ibunya.

"Kapan kamu datang?" tanya Danu. Kesalahan yang ia lakukan tadi malam membuatnya gugup saat melihat Nora.

"Sejak tadi. Aku datang karena Ibu bilang kamu nggak pulang-pulang!" beritahu Nora. Matanya langsung tertuju pada Danu, memastikan bahwa pacarnya itu baik-baik saja. Lengkap dan sehat tanpa kekurangan apapun. Namun ada hal yang mengganggu matanya. Dasi warna biru garis-garis yang terpasang di kerah leher baju Danu mengingatkan Nora akan dasi yang sama, yang tergeletak di bawah lantai kamar Adisty. Kemeja biru polos itu juga kemeja yang sama yang ia lihat malam itu.

"Apa yang aku pikirkan?" keluh Nora dalam hati, menyingkirkan pikiran yang seharusnya tidak ia pikirkan. Tuduhan jahat untuk sang pacar yang seharusnya tidak boleh ia lakukan. Pacarnya sudah ada di depan matanya dan dalam keadaan sehat. Ia harusnya bersyukur untuk itu.

"Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Nora mendekat. Memutar tubuh Danu untuk memastikannya dengan sendiri. Tapi lagi-lagi pikirannya menjadi kacau saat aroma tubuh Danu tercium seperti aroma perempuan.

"Nora!" panggil Danu menyadarkan.

"Kamu masih memikirkan mimpimu?" tanya Danu lembut. Menepuk pelan kepala Nora. Agar Nora terlihat tenang kembali.

"I-ya," jawab Nora, ia tidak mungkin mengatakan bahwa yang membuatnya tidak tenang adalah pikiran yang tak memiliki dasar yang benar. Danu bukanlah laki-laki seperti itu. Untuk apa ia sampai berpikir seperti itu? batinnya.

"Aku mandi dulu sebentar! Setelah itu kita pergi makan bersama!" ucap Danu dengan senyuman lebarnya.

"Ya." jawab Nora. Perhatiannya kembali teralihkan ke arah sepatu yang tersusun di samping rak sepatu. Sepatu yang juga pernah ia lihat di rak sepatu rumah Adisty kemarin.

"Nggak. Pasti banyak yang memiliki sepatu dan baju yang sama dengan Danu." Nora menolak apa yang ada di kepalannya. Lebih mengikuti apa yang ada di dalam hatinya.

Nora duduk kembali di tempatnya, menunggu Danu yang masih membersihkan dirinya. Lama berdiam diri dengan keributan yang ada di kepala dan hatinya. Nora tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya.

"Ibu. Nora pamit pulang!"

"Nggak tunggu Danu dulu?"

"Nora tiba-tiba dapat telpon dari rumah sakit."

"Hari minggu juga kerja?"

"Ya Ibu." jawab Nora berusaha untuk tersenyum. Dia menyalami tangan Ibu Danu dan kemudian pergi dari rumah itu.

"Tidak Nor. Sepatu seperti itu pasti banyak orang yang punya. Dasi, kemeja, yah. Tidak hanya Danu yang memiliki pakaian seperti itu. Orang lain pasti punya juga." batinnya lagi.

"Nora!" panggil Danu, menghentikan langkah Nora. Danu berlari mengejar Nora yang berjalan sendirian setelah diberitahu Ibunya bahwa Nora tiba-tiba pergi.

"Kamu marah?" Danu menarik tangan Nora.

"Apa gara-gara aku tidak balas pesanmu? Maafkan aku. Aku benar-benar sibuk sampai gak sempat membalas pesanmu." ucap Danu, tatapan Danu yang lembut dan merasa bersalah tergambar jelas di wajahnya.

Nora hanya diam. Air mata yang coba ia tahan menerobos pertahanannya. Nora menangis seperti anak kecil di depan Danu.

"Kenapa kamu menangis? Jangan menangis!" ucap Danu menenangkan. Ia memeluk Nora erat sambil membelai rambutnya.

"Kalau kamu marah. Pukul saja aku. Jangan menangis seperti ini. Aku merasa sakit!" ujar Danu. Tatapannya sedih ketika ia mengingat dirinya yang sudah mengkhianati pacarnya. Nora yang begitu baik, perhatian, dan sangat peduli padanya.

"Maafkan aku Nora. Maaf!" ucapnya sungguh-sungguh.

"Yah. Danu ku tidak mungkin mengkhianati ku." Nora runtuh dalam pelukan hangat Danu. Sudah sepuluh tahun lebih ia berpacaran dengan Danu. Dia tahu Danu seperti apa. Selama ini Danu selalu mengabaikan perempuan yang mencoba mendekatinya. Danu juga tidak pernah meminta hal yang berlebihan darinya. Danu lah yang paling mengerti dan mau menerimanya.

"Apa kamu tidak bosan denganku?"

"Kamu bicara apa?" tegur Danu, melonggarkan pelukannya. Kedua tangannya memegangi bahu Nora, melihat wajah Nora yang basah.

"Bagaimana kalau kita menikah saja?"

"Menikah?" tanya Nora termenung.

"Ya. Kita sudah lama berpacaran. Hubungan ini tidak mungkin terus-menerus seperti ini. Maukah kamu menikah denganku Nora Azkya Heera?" ucap Danu lembut. Ia menunggu jawaban Nora yang tampak kaget dengan lamaran secara spontan itu.

"Tentu saja." jawab Nora tersenyum lebar. Menempelkan wajahnya di dada Danu yang lebar. Mungkin dengan menikah, Danu bisa memiliki Nora sepenuhnya dan membuang batasan diantara mereka. Entah kenapa setelah ia melakukan dengan Adisty, ia mendambakan melakukannya dengan Nora, orang yang ia cintai. Danu sangat penasaran bagaimana rasanya jika itu dengan Nora.

"Kapan Ayahmu tidak sibuk?"

"Mau ngapain?"

"Tentu untuk meminta izinnya."

"Ayah selalu ada dirumah."

"Mau dibicarakan hari ini saja?"

"Besok saja. Sekarang aku lapar."

"Baik tuan putri." Danu mengaitkan jari-jarinya ke sela-sela jari Nora. Mereka berdua kembali ke rumah. Berjalan berdua sambil membicarakan hal-hal yang bisa dibicarakan.

***

Naren masuk ke dalam mobil merahnya.

("Korbanmu sudah sadar.") pesan masuk dari Kakaknya. Tanpa membalas lebih dulu, Naren langsung melesat pergi dari sana.

Sampai dirumah sakit. Naren tak sengaja melihat Nora bersama dengan Danu yang sedang berbicara. Senyum di wajah mereka terlihat bahagia. Tapi Naren tidak peduli akan hal itu.

"Kamu di mana?" Naren keluar sambil menempelkan handphonenya di telinga.

"Tentu saja diruangan ku."

"Aku kesana."

"Papa juga sedang denganku." langkah kaki Naren terhenti tiba-tiba.

"Hati-hati!" ucap Nora melambaikan tangannya.

"Ya," balas Danu tersenyum lebar, matanya melihat ke arah Naren yang berjalan melintas di belakang Nora.

"Bisa usir dia untukku?"

"Kamu bicara apa? Jangan kurang ajar!"

"Aku tidak mau melihatnya."

"Terserah kamu." akhiri Grizell, mengakhiri panggilan secara sepihak.

Nora membalikkan badannya dan berjalan tepat di belakang Naren.

"Cie yang dia antar pacar," ledek Fera.

"Hmm," balas Nora tersenyum.

Berada di depan Nora, membuat Naren yang memiliki pendengaran normal, mau tidak mau mendengar percakapan dua gadis itu.

"Ada apa ini? Kenapa wajahmu ceria sekali?"

"Tidak ada,"

"Yang benar?" Fera penuh selidik.

"Sebenarnya tadi Danu melamar ku!" beritahu Nora.

"Dasar cewek bodoh," umpat Naren.

"Aku nggak salah dengar?" gumam Nora memandangi Naren yang sudah jauh berjalan darinya.

"Bapak itu bilang aku bodoh?" gumam Nora menyipitkan matanya dalam. Tidak terima. Menatap laki-laki itu, Nora tiba-tiba saja teringat sesuatu.

"Tidak mungkin,"

"Nora!" Fera memanggil Nora yang tiba-tiba berlari.

Nora berlari karena teringat sosok laki-laki pembunuh malam itu. Nora sangat yakin hanya dengan melihat punggungnya saja, laki-laki di depannya itu adalah dia.

"Tunggu!" panggil Nora.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 4. Kecurigaan Yang Semakin Besar

    "Kamu di sini?" Grizell yang baru saja keluar dari ruangannya, berpapasan dengan Naren di depan pintu ruangannya. Nora yang berlari mengejar langsung berhenti mendadak. Matanya tak lagi tertarik pada sosok laki-laki di depannya itu, matanya tertuju pada perempuan yang ada di depannya. Melihat Nora dengan garis alis lurus dan garis bibir tegas. "Tunggu di ruanganku!" ucap Grizell berbicara dengan Nora. Naren yang sadar perhatian Kakaknya teralihkan, mencari tahu dengan siapa ia bicara. Naren melihatnya tapi Nora tidak. Nora sudah membungkukkan badannya. "Ikut aku!" ajak Grizell, menuntun Naren. "Kenalan Bu dokter?" gumam Nora, mengangkat kepalanya setelah Grizell pergi. Sesuai instruksi, Nora masuk ke dalam ruangan. Ternyata, dia tak sendiri di sana. Ada laki-laki tua, yang usianya hampir sama seperti Ayahnya, sedang duduk menyesap kopinya sambil melihat ke arahnya bingung. "Siang Pak," salam hormat Nora, menundukkan kepalanya. Nora mengenalnya tapi laki-laki tua itu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 5. Gadis Bodoh

    Langit terlalu kosong tanpa bintik-bintik kecil terang yang selalu ada mengisi tempat. Cuacanya pun cukup dingin tak seperti biasanya karena sudah memasuki musim penghujan. Taman kota yang biasanya ramai dikunjungi pengunjung terlihat tidak terlalu ramai seperti biasanya. Hanya ada beberapa orang yang bertahan di sana, saat angin terasa semakin kencang menyapa tubuh. Diantaranya, Naren yang berlari sendiri mengelilingi area taman. Di telinganya terpasang benda hitam kecil yang menghubungkan dia dengan seseorang. "Kamu sedang olahraga?" "Hmm," "Demi apa? Kamu nggak kedinginan?" "Ha?" "Oh ya, manusia dingin sepertimu mana bisa merasakan dingin," Laki-laki berpakaian baju tidur berwarna hitam tengah duduk di sofanya sambil menikmati kopi hangat. Di samping telinganya ada handphone yang melekat. "Langsung saja. Aku tidak suka banyak bicara denganmu!" "Aissssh. Jadi kamu mau tetap melanjutkan kontrak dengannya setelah tahu bagaimana kehidupan pribadinya?" "Ya." "Ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 6. Laki-laki Itu Ternyata Danu!

    Wanita cantik yang ada di depan cermin itu adalah Nora. Paras yang selama ini tersembunyi di balik wajah tanpa riasan. Bibir kecil yang selalu terlihat pucat, kini terlihat lebih cerah dan segar dengan olesan warna cherry. Rambut panjang yang selalu diikat kuda kini terurai panjang bergelombang. Kacamata yang selalu terkait di telinga tak lagi menutupi mata indahnya. Bola mata yang umumnya orang asia punya, kecoklatan dan bulu mata hitam panjang lentik. "Apa ini aku?" gumam Nora, bahkan ia pun tak menyangka wanita yang ada di depan cermin itu adalah dirinya sendiri. Sudah lama sejak ia terakhir kali membubuhkan warna ke wajahnya. Terakhir, di acara pernikahan Kakaknya. "Kamu sebenarnya cantik, tapi sayang kurang dirawat aja!" celetuk laki-laki di belakangnya. Orang yang sudah berjasa mengubahnya menjadi seorang putri cantik. "Apa aku bilang. Dia cantik kan?" sahut Adisty, memajukan wajahnya ke dekat Nora. Aroma parfum yang segar dan cukup kuat, menggelitik hidung Nora. Aroma kh

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 7. Cinta Yang Membuat Mati

    Beberapa menit sebelumnya, "Kamu sudah selesai?" tanya Alina yang sejak tadi menunggu di depan kamar mandi laki-laki.Naren diam tak menanggapi. Apa yang sudah terjadi 4 tahun sebelumnya membuat ia tak bisa bersikap baik-baik saja ke Alina. Naren lanjut berjalan, mengabaikan Alina yang terus mengikutinya dari belakang. Tidak terima dengan sikap Naren yang begitu dingin, Alina berlari kecil untuk bisa menyaingi Naren. "Naren!" Alina berhasil menahan tangan Naren.Naren membalikkan badannya. Kedua alisnya menekuk ke bawah dengan otot rahang yang semakin mengetat. Tatapan dingin yang mengisyaratkan kemarahan tersampaikan ke Alina yang menjadi takut. Bukk. Naren mendorong tubuh Alina ke dinding cukup keras. Alina tidak cukup cepat untuk bereaksi. Matanya terbuka lebar menatap Naren. Mata Naren yang dulunya melihatnya dengan penuh cinta sudah tak ada lagi disana. "Apa kamu tidak punya rasa malu sedikitpun?" tekan N

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-04
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 8. Melepaskan Kesucian

    "Kenapa kamu menarik ku?" Danu menarik tangannya dari Adisty. Menatap Adisty dengan penuh amarah. Seharusnya Adisty tidak membawanya, karena sekarang Danu jadi tidak tahu Nora ada dimana. Dia tahu kesalahannya tapi dia tidak bisa membiarkan Nora begitu saja dibawa olek laki-laki asing yang tak ia kenal. Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora? Danu kesal memikirkannya. Membayangkan apa yang ia lakukan dengan Adisty bisa saja terjadi pada Nora. Danu semakin marah. Dia tidak mau itu terjadi. "Agghhhhh!" teriaknya sambil menjambak rambutnya sendiri. "Tenanglah Danu!" "Bagaimana aku bisa tenang? Semua ini gara-gara kamu!" balas Danu mendorong Adisty menjauh darinya. "Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora?" Rahang Danu semakin mengetat dengan wajah memerah, bahkan urat-urat di wajahnya hampir terlihat. Dia tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Nora. "Kamu mau kemana?" "Menurutmu?""Dia bukan

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-05
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 9. Tidak Suci Lagi?

    Sebelum laki-laki itu datang, Nora bergegas untuk kabur. Namun, saat baru menginjakkan kaki ke lantai, Nora merasakan kepalanya seperti tersengat listrik dengan voltase tinggi, sakitnya membuat Nora memutuskan untuk tidur kembali. "Aghh," ringisnya, kepalanya terasa ingin pecah. Nora sama sekali tidak ingat apa yang terjadi padanya tadi malam. Yang dia ingat dia dan Vivi datang ke sebuah klub untuk tujuan melepaskan kesuciannya. Agar tidak gugup Vivi memesankan minuman untuknya dan setelah itu Nora tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. "Aku benar-benar lupa." rengek Nora, menutupi wajahnya yang kecil dengan kedua telapak tangannya. Matanya masih tertuju ke arah kamar mandi, suara air keran itu masih terdengar dan seperti suara hantu bagi Nora. "Aku harus pergi sekarang!" tuntutnya, mencari cara untuk bisa pergi dengan keadaannya sekarang. Nora kembali mencoba menurunkan kakinya terlebih dahulu, menggeser badannya yang terasa sakit di sek

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 10. Pelacur Yang Kehilangan Rasa Malu

    "Kamu sudah coba hubungi adikmu?" Sosok laki-laki beruban tengah duduk di sofa sembari memegangi ponselnya. Mata tua dibalik kacamata tebalnya, terus tertuju pada layar ponsel yang menyala. Menunggu sang putri yang tidak dapat dihubungi setelah seharian hilang tanpa kabar. "Ayah tidak perlu khawatir. Dia sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya sendiri!" jawab Nadin. Dia datang untuk mengisi stok makanan yang ada di kulkas. "Tapi tetap saja......." Ucapannya terhenti. Kelopak mata yang sudah mengendur, sedikit menegang. Suara keributan yang samar-samar terdengar sampai ke dalam rumah menarik perhatiannya. Nadin yang mendengar pun juga diam menghentikan aktivitasnya. "Orang berkelahi?" tebak Nadin, tentunya membuat jiwa keingintahuannya meningkat. Nadin menutup kembali pintu kulkasnya, membiarkan sebagian barang yang belum sempat ia masukkan di atas meja. Ayah yang juga penasaran, ikut bersama sang putri untuk mencari tahu. **

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 11. Bukan Pelacur Seperti Dia!

    "Aku pergi!" Naren baru saja akan meninggalkan tempat itu. Saat langkah kakinya terhenti dan matanya menangkap kehadiran Nora yang berjalan mendekat dengan kecepatan penuh ke arah Adisty. Penampilan wanita itu sangat berbeda dari kesan yang sudah tertanam di kepala Naren. Pakaiannya yang transparan, samar-samar memperlihatkan kulitnya yang halus. Rambut gelombang terurai panjang dengan sedikit riasan di wajahnya, matanya yang menatap dalam seperti ombak pantai yang bergemuruh. Mengingatkan Naren dengan tatapan kosong yang terakhir kali ia lihat. Kini wanita itu memiliki keinginan dalam hidupnya, setidaknya itulah yang terlihat di mata Naren. Naren jadi penasaran apa yang membuat tatapan wanita itu berubah. Walau sebenarnya ia pun tahu jawabannya. Namun dia lebih penasaran apa yang akan di lakukan wanita itu untuk melawan Adisty. Tapi siapa sangka, ucapan Nora bisa mengancam kerja kerasnya. Naren sudah salah sangka karena berpikir wanita itu hanya akan memandangi

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11

Bab terbaru

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 13. Ajakan Tidur Bersama

    Bola mata berwarna keabu-abuan itu menangkap bayangan Nora yang berbalik pergi, kabur seperti dikejar hantu. Entah apa yang ada di pikirannya, terakhir ia melihat ke arah Naren dengan kedua bola mata bergetar."Apa yang kamu bicarakan dengan wanita itu?" Naren duduk di kursi tempat Nora duduk tadi. Perhatiannya teralihkan ke arah pelayan yang mengantarkan makanan ke mejanya. Dia baru saja datang dan makanan itu sudah datang. Ada cake strawberry yang tidak cocok di mulutnya dan beberapa makanan manis lainnya. Membuat Naren bertanya-tanya. "Ini punyaku. Ini punyamu!" Andrew memutar makanan yang ada di depan Naren. "Ini untuk wanita itu kan?" Naren melipat kedua tangannya di atas dada. Tatapan menyelidik nya terarah ke arah Andrew. "Bukan!""Sejak kapan kamu suka makanan manis?" "Hahaha, gak seru!" balas Andrew tertawa. Tetap memakan makanan manis tersebut walau tidak terlalu suka. "Jadi apa yang kalian bicarakan?" Naren masih belum

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 12. Hubungan Yang Rumit

    Andrew terus melihat ke layar handphonenya. Setiap kali mendengar suara dering ponsel, dia buru-buru mengangkatnya dan kemudian menghela nafas panjang. Hal itu terus Naren lihat selama dua hari berturut-turut. Bahkan saat berada di dalam mobil saat ini juga. Andrew buru-buru melihat handphone dan kemudian menghela nafas lagi. Entah sudah berapa kali Naren melihatnya dalam beberapa jam. Naren melirik kan matanya, tanpa mengucapkan sepatah kata. Andrew langsung memberikan penjelasan. "Aku sudah memberitahumu kan wanita itu... Tidak. Maksudku Nora. Kamu tahu kan dia meminta nomor handphoneku dua hari lalu? Tapi kenapa sekarang dia belum juga menghubungiku?" Pembicaraan mereka waktu itu berakhir dengan Nora yang berhasil mendapatkan nomor handphone Andrew, tapi Andrew tidak berhasil mendapatkan nomor milik Nora, alasannya karena Noralah yang nantinya akan menghubungi Andrew terlebih dahulu. Namun nyatanya?"Apa rencanamu?" Andrew bukanlah ora

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 11. Bukan Pelacur Seperti Dia!

    "Aku pergi!" Naren baru saja akan meninggalkan tempat itu. Saat langkah kakinya terhenti dan matanya menangkap kehadiran Nora yang berjalan mendekat dengan kecepatan penuh ke arah Adisty. Penampilan wanita itu sangat berbeda dari kesan yang sudah tertanam di kepala Naren. Pakaiannya yang transparan, samar-samar memperlihatkan kulitnya yang halus. Rambut gelombang terurai panjang dengan sedikit riasan di wajahnya, matanya yang menatap dalam seperti ombak pantai yang bergemuruh. Mengingatkan Naren dengan tatapan kosong yang terakhir kali ia lihat. Kini wanita itu memiliki keinginan dalam hidupnya, setidaknya itulah yang terlihat di mata Naren. Naren jadi penasaran apa yang membuat tatapan wanita itu berubah. Walau sebenarnya ia pun tahu jawabannya. Namun dia lebih penasaran apa yang akan di lakukan wanita itu untuk melawan Adisty. Tapi siapa sangka, ucapan Nora bisa mengancam kerja kerasnya. Naren sudah salah sangka karena berpikir wanita itu hanya akan memandangi

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 10. Pelacur Yang Kehilangan Rasa Malu

    "Kamu sudah coba hubungi adikmu?" Sosok laki-laki beruban tengah duduk di sofa sembari memegangi ponselnya. Mata tua dibalik kacamata tebalnya, terus tertuju pada layar ponsel yang menyala. Menunggu sang putri yang tidak dapat dihubungi setelah seharian hilang tanpa kabar. "Ayah tidak perlu khawatir. Dia sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya sendiri!" jawab Nadin. Dia datang untuk mengisi stok makanan yang ada di kulkas. "Tapi tetap saja......." Ucapannya terhenti. Kelopak mata yang sudah mengendur, sedikit menegang. Suara keributan yang samar-samar terdengar sampai ke dalam rumah menarik perhatiannya. Nadin yang mendengar pun juga diam menghentikan aktivitasnya. "Orang berkelahi?" tebak Nadin, tentunya membuat jiwa keingintahuannya meningkat. Nadin menutup kembali pintu kulkasnya, membiarkan sebagian barang yang belum sempat ia masukkan di atas meja. Ayah yang juga penasaran, ikut bersama sang putri untuk mencari tahu. **

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 9. Tidak Suci Lagi?

    Sebelum laki-laki itu datang, Nora bergegas untuk kabur. Namun, saat baru menginjakkan kaki ke lantai, Nora merasakan kepalanya seperti tersengat listrik dengan voltase tinggi, sakitnya membuat Nora memutuskan untuk tidur kembali. "Aghh," ringisnya, kepalanya terasa ingin pecah. Nora sama sekali tidak ingat apa yang terjadi padanya tadi malam. Yang dia ingat dia dan Vivi datang ke sebuah klub untuk tujuan melepaskan kesuciannya. Agar tidak gugup Vivi memesankan minuman untuknya dan setelah itu Nora tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. "Aku benar-benar lupa." rengek Nora, menutupi wajahnya yang kecil dengan kedua telapak tangannya. Matanya masih tertuju ke arah kamar mandi, suara air keran itu masih terdengar dan seperti suara hantu bagi Nora. "Aku harus pergi sekarang!" tuntutnya, mencari cara untuk bisa pergi dengan keadaannya sekarang. Nora kembali mencoba menurunkan kakinya terlebih dahulu, menggeser badannya yang terasa sakit di sek

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 8. Melepaskan Kesucian

    "Kenapa kamu menarik ku?" Danu menarik tangannya dari Adisty. Menatap Adisty dengan penuh amarah. Seharusnya Adisty tidak membawanya, karena sekarang Danu jadi tidak tahu Nora ada dimana. Dia tahu kesalahannya tapi dia tidak bisa membiarkan Nora begitu saja dibawa olek laki-laki asing yang tak ia kenal. Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora? Danu kesal memikirkannya. Membayangkan apa yang ia lakukan dengan Adisty bisa saja terjadi pada Nora. Danu semakin marah. Dia tidak mau itu terjadi. "Agghhhhh!" teriaknya sambil menjambak rambutnya sendiri. "Tenanglah Danu!" "Bagaimana aku bisa tenang? Semua ini gara-gara kamu!" balas Danu mendorong Adisty menjauh darinya. "Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora?" Rahang Danu semakin mengetat dengan wajah memerah, bahkan urat-urat di wajahnya hampir terlihat. Dia tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Nora. "Kamu mau kemana?" "Menurutmu?""Dia bukan

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 7. Cinta Yang Membuat Mati

    Beberapa menit sebelumnya, "Kamu sudah selesai?" tanya Alina yang sejak tadi menunggu di depan kamar mandi laki-laki.Naren diam tak menanggapi. Apa yang sudah terjadi 4 tahun sebelumnya membuat ia tak bisa bersikap baik-baik saja ke Alina. Naren lanjut berjalan, mengabaikan Alina yang terus mengikutinya dari belakang. Tidak terima dengan sikap Naren yang begitu dingin, Alina berlari kecil untuk bisa menyaingi Naren. "Naren!" Alina berhasil menahan tangan Naren.Naren membalikkan badannya. Kedua alisnya menekuk ke bawah dengan otot rahang yang semakin mengetat. Tatapan dingin yang mengisyaratkan kemarahan tersampaikan ke Alina yang menjadi takut. Bukk. Naren mendorong tubuh Alina ke dinding cukup keras. Alina tidak cukup cepat untuk bereaksi. Matanya terbuka lebar menatap Naren. Mata Naren yang dulunya melihatnya dengan penuh cinta sudah tak ada lagi disana. "Apa kamu tidak punya rasa malu sedikitpun?" tekan N

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 6. Laki-laki Itu Ternyata Danu!

    Wanita cantik yang ada di depan cermin itu adalah Nora. Paras yang selama ini tersembunyi di balik wajah tanpa riasan. Bibir kecil yang selalu terlihat pucat, kini terlihat lebih cerah dan segar dengan olesan warna cherry. Rambut panjang yang selalu diikat kuda kini terurai panjang bergelombang. Kacamata yang selalu terkait di telinga tak lagi menutupi mata indahnya. Bola mata yang umumnya orang asia punya, kecoklatan dan bulu mata hitam panjang lentik. "Apa ini aku?" gumam Nora, bahkan ia pun tak menyangka wanita yang ada di depan cermin itu adalah dirinya sendiri. Sudah lama sejak ia terakhir kali membubuhkan warna ke wajahnya. Terakhir, di acara pernikahan Kakaknya. "Kamu sebenarnya cantik, tapi sayang kurang dirawat aja!" celetuk laki-laki di belakangnya. Orang yang sudah berjasa mengubahnya menjadi seorang putri cantik. "Apa aku bilang. Dia cantik kan?" sahut Adisty, memajukan wajahnya ke dekat Nora. Aroma parfum yang segar dan cukup kuat, menggelitik hidung Nora. Aroma kh

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 5. Gadis Bodoh

    Langit terlalu kosong tanpa bintik-bintik kecil terang yang selalu ada mengisi tempat. Cuacanya pun cukup dingin tak seperti biasanya karena sudah memasuki musim penghujan. Taman kota yang biasanya ramai dikunjungi pengunjung terlihat tidak terlalu ramai seperti biasanya. Hanya ada beberapa orang yang bertahan di sana, saat angin terasa semakin kencang menyapa tubuh. Diantaranya, Naren yang berlari sendiri mengelilingi area taman. Di telinganya terpasang benda hitam kecil yang menghubungkan dia dengan seseorang. "Kamu sedang olahraga?" "Hmm," "Demi apa? Kamu nggak kedinginan?" "Ha?" "Oh ya, manusia dingin sepertimu mana bisa merasakan dingin," Laki-laki berpakaian baju tidur berwarna hitam tengah duduk di sofanya sambil menikmati kopi hangat. Di samping telinganya ada handphone yang melekat. "Langsung saja. Aku tidak suka banyak bicara denganmu!" "Aissssh. Jadi kamu mau tetap melanjutkan kontrak dengannya setelah tahu bagaimana kehidupan pribadinya?" "Ya." "Ka

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status