Share

Bab 5. Gadis Bodoh

Penulis: Liliana3108
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-01 02:51:19

Langit terlalu kosong tanpa bintik-bintik kecil terang yang selalu ada mengisi tempat. Cuacanya pun cukup dingin tak seperti biasanya karena sudah memasuki musim penghujan. Taman kota yang biasanya ramai dikunjungi pengunjung terlihat tidak terlalu ramai seperti biasanya. Hanya ada beberapa orang yang bertahan di sana, saat angin terasa semakin kencang menyapa tubuh. Diantaranya, Naren yang berlari sendiri mengelilingi area taman. Di telinganya terpasang benda hitam kecil yang menghubungkan dia dengan seseorang.

"Kamu sedang olahraga?"

"Hmm,"

"Demi apa? Kamu nggak kedinginan?"

"Ha?"

"Oh ya, manusia dingin sepertimu mana bisa merasakan dingin,"

Laki-laki berpakaian baju tidur berwarna hitam tengah duduk di sofanya sambil menikmati kopi hangat. Di samping telinganya ada handphone yang melekat.

"Langsung saja. Aku tidak suka banyak bicara denganmu!"

"Aissssh. Jadi kamu mau tetap melanjutkan kontrak dengannya setelah tahu bagaimana kehidupan pribadinya?"

"Ya."

"Kamu serius? Bagaimana kalau itu berpengaruh sama perusahaan dan anak-anak yang lain?"

"Tak perlu khawatir. Kamu hanya perlu melakukan tugasmu di kursi itu. Sisanya aku yang urus."

"Kamu gak lagi mabuk kan?" Laki-laki itu mengerutkan keningnya dengan mata menyipit. Rasa khawatir yang sangat besar tergambar jelas dari ekspresinya. Bagaimana tidak? Perusahaan mereka baru saja berada di masa kejayaan.

"Aku tak peduli kehidupan pribadinya selama dia menghasilkan banyak uang untukku."

"Aaaa ya. Aku lupa kamu siapa," sindir laki-laki itu. Tahu betul bahwa Naren adalah orang yang paling menyukai uang, di dunia ini.

Tetesan air yang turun dari langit menghentikan langkah kaki Naren. Wajahnya yang tegas mendongak melihat langit yang semakin banyak menitikkan air. Orang-orang yang tengah bercengkrama hangat berhamburan pergi mengindari serbuan air, begitu juga dengan Naren yang memilih menghindar.

"Aku tutup!" akhiri Naren.

"Naren! Ck, dia langsung menutupnya. Apa dia sudah tahu ya? Sebaiknya tidak usah ku kasih tahu!" laki-laki itu melihat ke arah luar jendela. Langit yang sedang menangis menjadi begitu berisik saat kilatan cahaya datang menyapa.

"Pasti dia sedang berlari di tengah hujan!"

Naren berlari kencang menyusuri jalanan yang sepi dengan kepala tertutup tudung hoodie. Tak jauh dari tempatnya, ada toko serba ada yang buka 24 jam. Dia menepi ke tempat itu.

Klik.

"Ada payung?"

"Sebelah itu Mas!"

Naren mengambil payung tanpa mempertimbangkan bentuk, warna, dan ukurannya. Dia asal mengambil sesuai dengan apa yang ia butuhkan tak penting bagaimana rupanya.

"Cash?"

"Qris."

"Terima kasih Mas."

Tak membalas, Naren langsung berlenggak pergi dari sana. Naren memang seperti itu, tak suka basa-basi, yang dianggapnya tidak terlalu penting.

Berjalan di bawah payung hitam. Naren pulang dengan pakaian setengah basah. Wajahnya yang fokus tanpa ekspresi, begitu jelas. Matanya tertuju pada sosok perempuan yang berdiri di depan gedung tempat tinggalnya. Berdiri membungkuk dengan wajah mengarah bawah. Bahunya terlihat bergetar dengan kedua tangan yang saling meremas satu sama lain.

"Dia menangis?" tebak Naren. Dipikirnya Nora saat ini pasti sudah tahu pacarnya itu berselingkuh dengan Adisty. Tapi ia tak begitu peduli. Itu bukan urusannya. Dia harus cepat-cepat pulang untuk membersihkan dirinya sekarang.

Sampai depan gedung. Naren menaruh payungnya dengan sengaja di sana. Ia tak terlalu peduli Nora akan memakainya atau tidak, dia hanya ingin meletakkannya di sana karena sudah tak membutuhkannya.

Nora yang sedang merenungi apa yang barusan saja terjadi padanya. Sama sekali tak menyadari Naren yang berjalan melewatinya. Dia hanya fokus dengan masalahnya saat ini. Slama berpacaran dengan Danu, ini pertama kalinya ia dan Danu berkelahi sampai seperti ini. Danu yang tak mau mendengarkan penjelasannya dan meninggalkannya begitu saja. Nora tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya. Rasa bersalah yang semakin dalam, menyayat hatinya hingga terasa tak bersisa. Air mata yang seharusnya tidak boleh keluar tak bisa ia bendung dan keluar tanpa bisa ia kontrol.

"Hiks. Hiks."

Di depan gedung itu, Nora menangis sendirian. Ditemani hujan deras dan kilatan cahaya yang beberapa kali berteriak kencang.

Sedangkan Naren, dia yang baru saja selesai mandi dan saat ini sedang memakai jubah mandi, tengah berdiri di depan balkon. Menyaksikan fenomena alam itu dengan serius.

"Inilah alasanku membenci wanita seperti mereka. Merengek seperti anak kecil!" gumam Naren, setelah baru saja mengingat sosok wanita yang waktu itu menangis di pelukannya karena mengetahui pacarnya berselingkuh.

***

Tiga hari kemudian.

Sampai hari ini Danu belum juga menghubungi Nora. Nora yang tak pandai bicara hanya diam menunggu Danu menghubunginya terlebih dahulu. Nora takut, jika ia menghubungi Danu lebih dulu, Danu yang mungkin belum reda rasa amarahnya semakin menjadi marah padanya.

"Kenapa?" tanya Fera, menyadari perubahan hati Nora yang tiga hari ini terlihat lesu dan tidak tersenyum seperti biasanya.

"Tidak ada," jawab Nora. Dia tidak ingin masalah pribadinya menjadi konsumsi orang-orang. Bahkan Fera yang sudah sangat dekat dengannya.

"Serius?" Fera menyipitkan matanya.

"Ya." balas Nora memaksa diri untuk tersenyum. Setidaknya dengan begitu Fera tidak akan bertanya lagi padanya. Tapi tatapan Fera masih tidak percaya.

"Aku serius. Aku tidak apa-apa!" Nora meyakinkan.

"Ya sudah kalau nggak mau cerita. Ku harap masalahmu cepat selesai." balas Fera. Tak punya alasan untuk memaksa. Kadang memang masalah itu harus disimpan sendiri. Menceritakannya hanya membuat masalah itu menjadi masalah baru untuk orang yang diceritakan. Tidak mungkin tidak dipikirkan olehnya. Jadi memang sebaiknya dipendam agar tidak semakin besar.

Nora dan Fera yang sedang duduk berjaga, dihampiri oleh seorang satpam yang tengah membawa buket bunga mawar pink berukuran sedang.

"Bunga siapa itu?" tanya Fera yang selalu lebih dulu tertarik dengan segala hal yang ada di depannya.

"Mba Nora!"

"Aku?"

"Ya." Keterkejutan Nora membuat satpam berbadan besar itu kebingungan. Apakah dia salah mendengar? Setidaknya dia sudah bertanya tiga kali tadi pada kurirnya dan jawaban nama yang diberikan tetap sama.

"Ya Mba." yakin satpam tersebut. Menyerahkan buket itu pada pemiliknya.

"Dari siapa?" tanya Fera.

Nora tak langsung menjawab. Matanya terlalu fokus untuk melihat kartu ucapan yang tergantung di buket tersebut. Nama laki-laki yang beberapa hari ini memenuhi seluruh pikirannya. Garis bibir yang terlihat lurus berubah melengkung membentuk senyuman indah. Membaca setiap kata yang ditulis tangan dengan penuh makna. Sebuah puisi yang berisi perasaan Danu. Fera pun langsung tahu.

"Pacarmu?"

Nora hanya mengangguk dengan bulir air mata yang mulai berkumpul di kelopak matanya. Masalah yang dianggapnya tidak akan terselesaikan akhirnya terselesaikan hari ini, pikirnya. Nora dengan cepat mengambil handphonenya dan hendak mengucapkan terima kasih kepada Danu sampai Grizell memanggilnya dan Nora tidak bisa melanjutkan rencananya.

"Nora!" panggil Grizell, menggerakkan tangannya meminta Nora mengikutinya.

"Titip." ucap Nora menyerahkan bunga miliknya ke Fera.

Sampai di ruangan Grizell. Nora langsung dicecar pertanyaan.

"Kamu tahu salahmu?" tanya Grizell datar.

"Ya Dok?" Nora tidak tahu kesalahan apa yang ia maksud. Selama beberapa hari ini Grizell juga selalu menegurnya tanpa sebab. Entah apa yang ia lakukan tapi dimata Grizell dia selalu salah.

"Kamu pikir ini rumahmu?"

"Ya Dok?" Nora tambah tidak mengerti arah pembicaraan Grizell.

"Tolong profesional. Ini tempat kerja. Jangan campuri dengan urusan pribadimu! Apa pantas kamu memperlihatkan kebahagiaanmu di depan pasien dan keluarga pasien yang sedang bersedih? Coba pikirkan itu!" peringat Grizell. Nada bicaranya yang menjadi semakin tinggi dengan tatapan merendahkan, memberikan luka di hati kecil Nora. Nora tak pernah bermaksud seperti itu. Diapun tidak tahu Danu akan mengirimi bunga. Jika ia tahu dia pasti mencegahnya. Tapi nyatanya, percuma. Semua sudah terjadi.

"Maaf Dok." ucap Nora membungkuk.

"Berapa kali lagi aku harus mendengar permintaan maafmu itu? Kamu pikir itu jadi berarti setelah kamu mengucapkannya berkali-kali? Itu jadi tak berarti lagi. Keluarlah!" usir Grizell.

Nora diam tak menjawab. Sebagai pegawai yang bekerja di sana, ia tidak punya keberanian untuk melawan orang yang lebih berkuasa darinya.

"Bikin kesal saja!" gerutu Grizell duduk di tempatnya. Kata-kata Ayahnya yang mengatakan ia tertarik dengan Nora, mengartikan sesuatu hal yang lain di pikiran Grizell.

"Ck," decak Grizell kesal sendiri. Namun amarahnya itu langsung mereda, saat benda pintar miliknya itu bergetar di atas mejanya.

("Mau makan bersama?")

("Apa maksudmu? Jangan bercanda!")

("Kamu gak mau mengucapkan kata selamat datang untukku?")

("Kamu ada di sini?")

("Ya.")

("Oh ya. Apa Naren mengganti nomornya? Aku tidak bisa menghubunginya.")

("Untuk apa kamu tanya anak gila itu?")

("Aku merindukannya,")

("Jangan ganggu adikku lagi!")

("Kamu sekarang berperan jadi Kakak yang baik?") Sosok wanita cantik berambut sebahu, duduk cantik di dalam mobil dengan pakaian mewahnya. Simple dan terlihat anggun. Bibir merahnya yang cantik seperti ceri, tersenyum dengan lebarnya. Senang karena berhasil mengobrol dengan teman lamanya.

("Aku bercanda. Jangan terlalu serius. Boleh aku minta tolong ajak dia?")

("Untuk apa?")

("Aku ingin minta maaf.")

("Ku usahakan.")

("Terima kasih. Kamu memang teman terbaikku.")

("Ini balasan karena kamu sudah mau menggantikan peranku dulu. Kalau tidak, aku tidak akan mau mengiyakan permintaanmu!")

("Tempatnya di tempat biasa. Aku tunggu!")

Grizell melepaskan handphonenya di atas meja. Dia sekarang sedang bingung bagaimana cara mengajak adiknya yang gila itu. Namun hal yang paling membuatnya terpikirkan adalah reaksi adiknya jika ia tahu wanita itu sudah kembali ke negara ini.

"Bodoh ah. Mereka harus bertemu untuk menyelesaikan masalah mereka." ujar Grizell, memutuskan untuk mengajak adiknya makan bersama tanpa memberitahu kehadiran wanita itu.

Sementara itu, Nora yang baru saja kembali ke tempat jaganya, langsung dijegal dengan pertanyaan dari Fera.

"Ada apa?"

"Bukan apa-apa,"

"Wajahmu tidak memperlihatkan kamu tidak apa-apa. Apa Dokter Grizell memarahi mu lagi?"

"Bukan marah. Bu Dokter hanya memberikan saran untukku!" Itulah yang seharusnya Nora yakini. Ucapan Grizell tadi bukanlah amarah melainkan sebuah saran agar dia lebih mengerti perasaan pasien.

"Ais, bisa ya kamu berpikir seperti itu?" gerutu Fera, malah dia kesal sendiri dengan reaksi Nora yang selalu merasa dirinyalah yang memang salah.

"Lebih baik kita kerja saja. Gak enak kalau Dokter Grizell mendengarnya!" bisik Nora, menghentikan Fera yang mengomel.

"Huuu, kamu ya. Hatimu dibuat dari apa sih?"

"Dari cinta," balas Nora tersenyum senang. Dia tak boleh larut dalam kesedihan. Dia harusnya senang karena mendapatkan bunga dari Danu. Terlepas gara-gara itu dia ditegur oleh Dokter Grizell.

("Terima kasih bunganya.") kirim Nora.

("Kamu suka?")

("Ya suka sekali.")

("Syukurlah kalau begitu.")

("I-itu. Maafkan aku.")

("Apa bisa kita lupakan saja yang kemarin?")

"Apa tidak apa-apa?" gumam Nora merenung dalam hati.

("Hm,") angguk Nora dengan memberi emoticon.

("Aku ingin membicarakan hal yang sudah kita bicarakan sebelumnya. Kamu bisa datang ke tempat ini?") kirim Danu melihatkan sebuah gambar restoran.

("Datanglah ke tempat ini. Aku tunggu!")

Nora diam sejenak. Pikirannya mulai berlabuh ke tempat yang indah. Bayangan dirinya yang akan dilamar secara formal, menjadi begitu nyata.

("Ok.") balas Nora merona.

Di sela itu, ada chat masuk dari Adisty. Senyum di wajahnya menghilang sekejap. Perasaan yang tak nyaman kembali menyelimuti hatinya.

("Nora. Bisa ketemu nanti malam?")

("Maaf aku sudah ada janji.")

("Dengan Danu?")

("Ya.")

("Apa aku boleh ikut?") Biasanya Nora tidak akan merasa cemas jika Adisty menawarkan diri untuk bergabung dengan mereka berdua. Tapi sekarang dia tidak menyukainya. Terus. Apa Adisty sudah sehat?

("Bukannya kamu lagi sakit?")

("Aku akan semakin sakit kalau tidak melakukan apapun.")

("Tapi nanti kamu pasti gak nyaman. Orang-orang nanti kenal kamu. Bagaimana kalau lain kali aja? Kita cari tempat yang agak sepi dari keramaian.") Menjelaskan cukup panjang agar Adisty tidak tersinggung.

("Apa ini acara penting?")

("Maksudmu?")

("Bagaimana kalau aku membantumu merubah penampilanmu? Kamu harus terlihat cantik dan berbeda dari sebelumnya. Danu harus tahu kamu itu sangat cantik!") Kesungguhan Adisty, menyentil hati terdalam Nora. "Kenapa dia masih begitu curiga pada sahabatnya?"

("Terima kasih Adisty.") balas Nora tersenyum tipis.

***

Akhirnya, Nora berada di salon kecantikan langganan Adisty. Penampilan Nora yang terlihat culun dan biasa saja menarik semua perhatian para pegawai disana. Ini pertama kalinya mereka melihat sosok seperti Nora masuk ke dalam salon mereka.

"Ini temanku!" Adisty memperkenalkan.

"Ohh," nada bicara dan ekspresi yang tergambar jelas merendahkan Nora.

"Aku ke kamar mandi dulu!" pamit Nora tidak nyaman dengan cara mereka semua memandanginya.

Nora berjalan ke kamar mandi cepat, rasa tidak nyaman yang menggerogoti hatinya membuatnya tidak bisa berpikir tenang hingga menabrak orang di depannya.

Bruk.

Nora terlempar ke lantai dengan kedua tangan menopang tubuhnya. Laki-laki tinggi besar yang ada di depannya hanya melihatnya dengan tatapan tajam.

Deg.

Degup jantung Nora berdebar tak karuan. Tabrakan yang membuatnya tidak sengaja menempelkan badannya memicu traumanya.

"Pak Naren. Datang sama siapa?" sapa Adisty, berdiri di samping Nora.

"Kamu tidak apa-apa Nor?" tanya Adisty, mengulurkan tangannya. Membantu Nora untuk berdiri.

Naren diam tak menjawab. Perhatiannya lurus melihat ke arah Nora yang mengabaikan pandangannya.

"Ini sahabat saya. Namanya Nora!" Adisty memperkenalkan.

"Hmm," jawab Naren singkat berlalu pergi. Tak menjawab pertanyaan Adisty tadi.

"Ck, orang itu. Bikin kesal saja!" decak Adisty emosi. Memandangi punggung Naren dengan tatapan tajam.

"Kamu mengenalnya?" tanya Nora ragu.

"Ya." jawab Adisty asal.

"Naren. Dia orang yang waktu itu dengan Dokter Grizell?" gumam Nora dalam hati. Nama yang disebutkan Adisty sama dengan nama yang terakhir kali ia dengar waktu itu di ruangan Dokter Grizell.

"Aku rasa Ayah menyukai salah satu pegawaiku." beritahu Grizell.

"Aku tidak perduli."

"Kamu anaknya. Bagaimana bisa kamu tidak peduli?"

"Saat kalian meninggalkanku aku sudah tidak peduli lagi dengan kalian!" ucap Naren tanpa ekspresi. Grizell sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"Dasar pendendam!"

"Untuk apa kamu mengajak pendendam ini keluar?"

"I-itu. Kamu harus mentraktirku karena aku sudah membantumu!" Grizell sedikit gugup.

"Ku pikir kamu bukanlah orang yang perhitungan!" cemoh Naren.

"Kita satu darah. Jangan lupakan itu!" balas Grizell. Mengingatkan Naren bahwa semua anggota di keluarganya adalah orang-orang yang gila akan uang.

"Oh ya. Ayah memintaku untuk mengatakan ini padamu.....," oceh Grizell tak menyadari bahwa omongannya sama sekali tak dihiraukan oleh Naren yang saat ini jadi begitu tertarik dengan Nora.

"Kenapa mereka terlihat baik-baik saja? Ada apa dengan gadis bodoh itu?" cemoh Naren dengan sudut bibir naik sebelah. Nora mengingatkannya pada sosok wanita yang pernah hadir dalam hidupnya.

"Benar. Dia laki-laki itu!" gumam Nora memandangi punggung Naren yang sudah menjauh pergi. Berjalan beriringan dengan sosok yang ia kenal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 6. Laki-laki Itu Ternyata Danu!

    Wanita cantik yang ada di depan cermin itu adalah Nora. Paras yang selama ini tersembunyi di balik wajah tanpa riasan. Bibir kecil yang selalu terlihat pucat, kini terlihat lebih cerah dan segar dengan olesan warna cherry. Rambut panjang yang selalu diikat kuda kini terurai panjang bergelombang. Kacamata yang selalu terkait di telinga tak lagi menutupi mata indahnya. Bola mata yang umumnya orang asia punya, kecoklatan dan bulu mata hitam panjang lentik. "Apa ini aku?" gumam Nora, bahkan ia pun tak menyangka wanita yang ada di depan cermin itu adalah dirinya sendiri. Sudah lama sejak ia terakhir kali membubuhkan warna ke wajahnya. Terakhir, di acara pernikahan Kakaknya. "Kamu sebenarnya cantik, tapi sayang kurang dirawat aja!" celetuk laki-laki di belakangnya. Orang yang sudah berjasa mengubahnya menjadi seorang putri cantik. "Apa aku bilang. Dia cantik kan?" sahut Adisty, memajukan wajahnya ke dekat Nora. Aroma parfum yang segar dan cukup kuat, menggelitik hidung Nora. Aroma kh

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 7. Cinta Yang Membuat Mati

    Beberapa menit sebelumnya, "Kamu sudah selesai?" tanya Alina yang sejak tadi menunggu di depan kamar mandi laki-laki.Naren diam tak menanggapi. Apa yang sudah terjadi 4 tahun sebelumnya membuat ia tak bisa bersikap baik-baik saja ke Alina. Naren lanjut berjalan, mengabaikan Alina yang terus mengikutinya dari belakang. Tidak terima dengan sikap Naren yang begitu dingin, Alina berlari kecil untuk bisa menyaingi Naren. "Naren!" Alina berhasil menahan tangan Naren.Naren membalikkan badannya. Kedua alisnya menekuk ke bawah dengan otot rahang yang semakin mengetat. Tatapan dingin yang mengisyaratkan kemarahan tersampaikan ke Alina yang menjadi takut. Bukk. Naren mendorong tubuh Alina ke dinding cukup keras. Alina tidak cukup cepat untuk bereaksi. Matanya terbuka lebar menatap Naren. Mata Naren yang dulunya melihatnya dengan penuh cinta sudah tak ada lagi disana. "Apa kamu tidak punya rasa malu sedikitpun?" tekan N

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-04
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 8. Melepaskan Kesucian

    "Kenapa kamu menarik ku?" Danu menarik tangannya dari Adisty. Menatap Adisty dengan penuh amarah. Seharusnya Adisty tidak membawanya, karena sekarang Danu jadi tidak tahu Nora ada dimana. Dia tahu kesalahannya tapi dia tidak bisa membiarkan Nora begitu saja dibawa olek laki-laki asing yang tak ia kenal. Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora? Danu kesal memikirkannya. Membayangkan apa yang ia lakukan dengan Adisty bisa saja terjadi pada Nora. Danu semakin marah. Dia tidak mau itu terjadi. "Agghhhhh!" teriaknya sambil menjambak rambutnya sendiri. "Tenanglah Danu!" "Bagaimana aku bisa tenang? Semua ini gara-gara kamu!" balas Danu mendorong Adisty menjauh darinya. "Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora?" Rahang Danu semakin mengetat dengan wajah memerah, bahkan urat-urat di wajahnya hampir terlihat. Dia tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Nora. "Kamu mau kemana?" "Menurutmu?""Dia bukan

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-05
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 9. Tidak Suci Lagi?

    Sebelum laki-laki itu datang, Nora bergegas untuk kabur. Namun, saat baru menginjakkan kaki ke lantai, Nora merasakan kepalanya seperti tersengat listrik dengan voltase tinggi, sakitnya membuat Nora memutuskan untuk tidur kembali. "Aghh," ringisnya, kepalanya terasa ingin pecah. Nora sama sekali tidak ingat apa yang terjadi padanya tadi malam. Yang dia ingat dia dan Vivi datang ke sebuah klub untuk tujuan melepaskan kesuciannya. Agar tidak gugup Vivi memesankan minuman untuknya dan setelah itu Nora tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. "Aku benar-benar lupa." rengek Nora, menutupi wajahnya yang kecil dengan kedua telapak tangannya. Matanya masih tertuju ke arah kamar mandi, suara air keran itu masih terdengar dan seperti suara hantu bagi Nora. "Aku harus pergi sekarang!" tuntutnya, mencari cara untuk bisa pergi dengan keadaannya sekarang. Nora kembali mencoba menurunkan kakinya terlebih dahulu, menggeser badannya yang terasa sakit di sek

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 10. Pelacur Yang Kehilangan Rasa Malu

    "Kamu sudah coba hubungi adikmu?" Sosok laki-laki beruban tengah duduk di sofa sembari memegangi ponselnya. Mata tua dibalik kacamata tebalnya, terus tertuju pada layar ponsel yang menyala. Menunggu sang putri yang tidak dapat dihubungi setelah seharian hilang tanpa kabar. "Ayah tidak perlu khawatir. Dia sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya sendiri!" jawab Nadin. Dia datang untuk mengisi stok makanan yang ada di kulkas. "Tapi tetap saja......." Ucapannya terhenti. Kelopak mata yang sudah mengendur, sedikit menegang. Suara keributan yang samar-samar terdengar sampai ke dalam rumah menarik perhatiannya. Nadin yang mendengar pun juga diam menghentikan aktivitasnya. "Orang berkelahi?" tebak Nadin, tentunya membuat jiwa keingintahuannya meningkat. Nadin menutup kembali pintu kulkasnya, membiarkan sebagian barang yang belum sempat ia masukkan di atas meja. Ayah yang juga penasaran, ikut bersama sang putri untuk mencari tahu. **

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 11. Bukan Pelacur Seperti Dia!

    "Aku pergi!" Naren baru saja akan meninggalkan tempat itu. Saat langkah kakinya terhenti dan matanya menangkap kehadiran Nora yang berjalan mendekat dengan kecepatan penuh ke arah Adisty. Penampilan wanita itu sangat berbeda dari kesan yang sudah tertanam di kepala Naren. Pakaiannya yang transparan, samar-samar memperlihatkan kulitnya yang halus. Rambut gelombang terurai panjang dengan sedikit riasan di wajahnya, matanya yang menatap dalam seperti ombak pantai yang bergemuruh. Mengingatkan Naren dengan tatapan kosong yang terakhir kali ia lihat. Kini wanita itu memiliki keinginan dalam hidupnya, setidaknya itulah yang terlihat di mata Naren. Naren jadi penasaran apa yang membuat tatapan wanita itu berubah. Walau sebenarnya ia pun tahu jawabannya. Namun dia lebih penasaran apa yang akan di lakukan wanita itu untuk melawan Adisty. Tapi siapa sangka, ucapan Nora bisa mengancam kerja kerasnya. Naren sudah salah sangka karena berpikir wanita itu hanya akan memandangi

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 12. Hubungan Yang Rumit

    Andrew terus melihat ke layar handphonenya. Setiap kali mendengar suara dering ponsel, dia buru-buru mengangkatnya dan kemudian menghela nafas panjang. Hal itu terus Naren lihat selama dua hari berturut-turut. Bahkan saat berada di dalam mobil saat ini juga. Andrew buru-buru melihat handphone dan kemudian menghela nafas lagi. Entah sudah berapa kali Naren melihatnya dalam beberapa jam. Naren melirik kan matanya, tanpa mengucapkan sepatah kata. Andrew langsung memberikan penjelasan. "Aku sudah memberitahumu kan wanita itu... Tidak. Maksudku Nora. Kamu tahu kan dia meminta nomor handphoneku dua hari lalu? Tapi kenapa sekarang dia belum juga menghubungiku?" Pembicaraan mereka waktu itu berakhir dengan Nora yang berhasil mendapatkan nomor handphone Andrew, tapi Andrew tidak berhasil mendapatkan nomor milik Nora, alasannya karena Noralah yang nantinya akan menghubungi Andrew terlebih dahulu. Namun nyatanya?"Apa rencanamu?" Andrew bukanlah ora

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-12
  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 13. Ajakan Tidur Bersama

    Bola mata berwarna keabu-abuan itu menangkap bayangan Nora yang berbalik pergi, kabur seperti dikejar hantu. Entah apa yang ada di pikirannya, terakhir ia melihat ke arah Naren dengan kedua bola mata bergetar."Apa yang kamu bicarakan dengan wanita itu?" Naren duduk di kursi tempat Nora duduk tadi. Perhatiannya teralihkan ke arah pelayan yang mengantarkan makanan ke mejanya. Dia baru saja datang dan makanan itu sudah datang. Ada cake strawberry yang tidak cocok di mulutnya dan beberapa makanan manis lainnya. Membuat Naren bertanya-tanya. "Ini punyaku. Ini punyamu!" Andrew memutar makanan yang ada di depan Naren. "Ini untuk wanita itu kan?" Naren melipat kedua tangannya di atas dada. Tatapan menyelidik nya terarah ke arah Andrew. "Bukan!""Sejak kapan kamu suka makanan manis?" "Hahaha, gak seru!" balas Andrew tertawa. Tetap memakan makanan manis tersebut walau tidak terlalu suka. "Jadi apa yang kalian bicarakan?" Naren masih belum

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14

Bab terbaru

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 13. Ajakan Tidur Bersama

    Bola mata berwarna keabu-abuan itu menangkap bayangan Nora yang berbalik pergi, kabur seperti dikejar hantu. Entah apa yang ada di pikirannya, terakhir ia melihat ke arah Naren dengan kedua bola mata bergetar."Apa yang kamu bicarakan dengan wanita itu?" Naren duduk di kursi tempat Nora duduk tadi. Perhatiannya teralihkan ke arah pelayan yang mengantarkan makanan ke mejanya. Dia baru saja datang dan makanan itu sudah datang. Ada cake strawberry yang tidak cocok di mulutnya dan beberapa makanan manis lainnya. Membuat Naren bertanya-tanya. "Ini punyaku. Ini punyamu!" Andrew memutar makanan yang ada di depan Naren. "Ini untuk wanita itu kan?" Naren melipat kedua tangannya di atas dada. Tatapan menyelidik nya terarah ke arah Andrew. "Bukan!""Sejak kapan kamu suka makanan manis?" "Hahaha, gak seru!" balas Andrew tertawa. Tetap memakan makanan manis tersebut walau tidak terlalu suka. "Jadi apa yang kalian bicarakan?" Naren masih belum

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 12. Hubungan Yang Rumit

    Andrew terus melihat ke layar handphonenya. Setiap kali mendengar suara dering ponsel, dia buru-buru mengangkatnya dan kemudian menghela nafas panjang. Hal itu terus Naren lihat selama dua hari berturut-turut. Bahkan saat berada di dalam mobil saat ini juga. Andrew buru-buru melihat handphone dan kemudian menghela nafas lagi. Entah sudah berapa kali Naren melihatnya dalam beberapa jam. Naren melirik kan matanya, tanpa mengucapkan sepatah kata. Andrew langsung memberikan penjelasan. "Aku sudah memberitahumu kan wanita itu... Tidak. Maksudku Nora. Kamu tahu kan dia meminta nomor handphoneku dua hari lalu? Tapi kenapa sekarang dia belum juga menghubungiku?" Pembicaraan mereka waktu itu berakhir dengan Nora yang berhasil mendapatkan nomor handphone Andrew, tapi Andrew tidak berhasil mendapatkan nomor milik Nora, alasannya karena Noralah yang nantinya akan menghubungi Andrew terlebih dahulu. Namun nyatanya?"Apa rencanamu?" Andrew bukanlah ora

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 11. Bukan Pelacur Seperti Dia!

    "Aku pergi!" Naren baru saja akan meninggalkan tempat itu. Saat langkah kakinya terhenti dan matanya menangkap kehadiran Nora yang berjalan mendekat dengan kecepatan penuh ke arah Adisty. Penampilan wanita itu sangat berbeda dari kesan yang sudah tertanam di kepala Naren. Pakaiannya yang transparan, samar-samar memperlihatkan kulitnya yang halus. Rambut gelombang terurai panjang dengan sedikit riasan di wajahnya, matanya yang menatap dalam seperti ombak pantai yang bergemuruh. Mengingatkan Naren dengan tatapan kosong yang terakhir kali ia lihat. Kini wanita itu memiliki keinginan dalam hidupnya, setidaknya itulah yang terlihat di mata Naren. Naren jadi penasaran apa yang membuat tatapan wanita itu berubah. Walau sebenarnya ia pun tahu jawabannya. Namun dia lebih penasaran apa yang akan di lakukan wanita itu untuk melawan Adisty. Tapi siapa sangka, ucapan Nora bisa mengancam kerja kerasnya. Naren sudah salah sangka karena berpikir wanita itu hanya akan memandangi

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 10. Pelacur Yang Kehilangan Rasa Malu

    "Kamu sudah coba hubungi adikmu?" Sosok laki-laki beruban tengah duduk di sofa sembari memegangi ponselnya. Mata tua dibalik kacamata tebalnya, terus tertuju pada layar ponsel yang menyala. Menunggu sang putri yang tidak dapat dihubungi setelah seharian hilang tanpa kabar. "Ayah tidak perlu khawatir. Dia sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya sendiri!" jawab Nadin. Dia datang untuk mengisi stok makanan yang ada di kulkas. "Tapi tetap saja......." Ucapannya terhenti. Kelopak mata yang sudah mengendur, sedikit menegang. Suara keributan yang samar-samar terdengar sampai ke dalam rumah menarik perhatiannya. Nadin yang mendengar pun juga diam menghentikan aktivitasnya. "Orang berkelahi?" tebak Nadin, tentunya membuat jiwa keingintahuannya meningkat. Nadin menutup kembali pintu kulkasnya, membiarkan sebagian barang yang belum sempat ia masukkan di atas meja. Ayah yang juga penasaran, ikut bersama sang putri untuk mencari tahu. **

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 9. Tidak Suci Lagi?

    Sebelum laki-laki itu datang, Nora bergegas untuk kabur. Namun, saat baru menginjakkan kaki ke lantai, Nora merasakan kepalanya seperti tersengat listrik dengan voltase tinggi, sakitnya membuat Nora memutuskan untuk tidur kembali. "Aghh," ringisnya, kepalanya terasa ingin pecah. Nora sama sekali tidak ingat apa yang terjadi padanya tadi malam. Yang dia ingat dia dan Vivi datang ke sebuah klub untuk tujuan melepaskan kesuciannya. Agar tidak gugup Vivi memesankan minuman untuknya dan setelah itu Nora tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. "Aku benar-benar lupa." rengek Nora, menutupi wajahnya yang kecil dengan kedua telapak tangannya. Matanya masih tertuju ke arah kamar mandi, suara air keran itu masih terdengar dan seperti suara hantu bagi Nora. "Aku harus pergi sekarang!" tuntutnya, mencari cara untuk bisa pergi dengan keadaannya sekarang. Nora kembali mencoba menurunkan kakinya terlebih dahulu, menggeser badannya yang terasa sakit di sek

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 8. Melepaskan Kesucian

    "Kenapa kamu menarik ku?" Danu menarik tangannya dari Adisty. Menatap Adisty dengan penuh amarah. Seharusnya Adisty tidak membawanya, karena sekarang Danu jadi tidak tahu Nora ada dimana. Dia tahu kesalahannya tapi dia tidak bisa membiarkan Nora begitu saja dibawa olek laki-laki asing yang tak ia kenal. Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora? Danu kesal memikirkannya. Membayangkan apa yang ia lakukan dengan Adisty bisa saja terjadi pada Nora. Danu semakin marah. Dia tidak mau itu terjadi. "Agghhhhh!" teriaknya sambil menjambak rambutnya sendiri. "Tenanglah Danu!" "Bagaimana aku bisa tenang? Semua ini gara-gara kamu!" balas Danu mendorong Adisty menjauh darinya. "Bagaimana jika laki-laki itu berbuat sesuatu pada Nora?" Rahang Danu semakin mengetat dengan wajah memerah, bahkan urat-urat di wajahnya hampir terlihat. Dia tidak bisa membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Nora. "Kamu mau kemana?" "Menurutmu?""Dia bukan

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 7. Cinta Yang Membuat Mati

    Beberapa menit sebelumnya, "Kamu sudah selesai?" tanya Alina yang sejak tadi menunggu di depan kamar mandi laki-laki.Naren diam tak menanggapi. Apa yang sudah terjadi 4 tahun sebelumnya membuat ia tak bisa bersikap baik-baik saja ke Alina. Naren lanjut berjalan, mengabaikan Alina yang terus mengikutinya dari belakang. Tidak terima dengan sikap Naren yang begitu dingin, Alina berlari kecil untuk bisa menyaingi Naren. "Naren!" Alina berhasil menahan tangan Naren.Naren membalikkan badannya. Kedua alisnya menekuk ke bawah dengan otot rahang yang semakin mengetat. Tatapan dingin yang mengisyaratkan kemarahan tersampaikan ke Alina yang menjadi takut. Bukk. Naren mendorong tubuh Alina ke dinding cukup keras. Alina tidak cukup cepat untuk bereaksi. Matanya terbuka lebar menatap Naren. Mata Naren yang dulunya melihatnya dengan penuh cinta sudah tak ada lagi disana. "Apa kamu tidak punya rasa malu sedikitpun?" tekan N

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 6. Laki-laki Itu Ternyata Danu!

    Wanita cantik yang ada di depan cermin itu adalah Nora. Paras yang selama ini tersembunyi di balik wajah tanpa riasan. Bibir kecil yang selalu terlihat pucat, kini terlihat lebih cerah dan segar dengan olesan warna cherry. Rambut panjang yang selalu diikat kuda kini terurai panjang bergelombang. Kacamata yang selalu terkait di telinga tak lagi menutupi mata indahnya. Bola mata yang umumnya orang asia punya, kecoklatan dan bulu mata hitam panjang lentik. "Apa ini aku?" gumam Nora, bahkan ia pun tak menyangka wanita yang ada di depan cermin itu adalah dirinya sendiri. Sudah lama sejak ia terakhir kali membubuhkan warna ke wajahnya. Terakhir, di acara pernikahan Kakaknya. "Kamu sebenarnya cantik, tapi sayang kurang dirawat aja!" celetuk laki-laki di belakangnya. Orang yang sudah berjasa mengubahnya menjadi seorang putri cantik. "Apa aku bilang. Dia cantik kan?" sahut Adisty, memajukan wajahnya ke dekat Nora. Aroma parfum yang segar dan cukup kuat, menggelitik hidung Nora. Aroma kh

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 5. Gadis Bodoh

    Langit terlalu kosong tanpa bintik-bintik kecil terang yang selalu ada mengisi tempat. Cuacanya pun cukup dingin tak seperti biasanya karena sudah memasuki musim penghujan. Taman kota yang biasanya ramai dikunjungi pengunjung terlihat tidak terlalu ramai seperti biasanya. Hanya ada beberapa orang yang bertahan di sana, saat angin terasa semakin kencang menyapa tubuh. Diantaranya, Naren yang berlari sendiri mengelilingi area taman. Di telinganya terpasang benda hitam kecil yang menghubungkan dia dengan seseorang. "Kamu sedang olahraga?" "Hmm," "Demi apa? Kamu nggak kedinginan?" "Ha?" "Oh ya, manusia dingin sepertimu mana bisa merasakan dingin," Laki-laki berpakaian baju tidur berwarna hitam tengah duduk di sofanya sambil menikmati kopi hangat. Di samping telinganya ada handphone yang melekat. "Langsung saja. Aku tidak suka banyak bicara denganmu!" "Aissssh. Jadi kamu mau tetap melanjutkan kontrak dengannya setelah tahu bagaimana kehidupan pribadinya?" "Ya." "Ka

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status