Share

110. Jujur

Penulis: Tetiimulyati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku merasa lega setelah memblokir nomor Mas Dodi. Pria itu tidak akan bisa menggangguku lagi kecuali dia mengganti nomornya. Tapi sepertinya Mas Dodi tidak akan mungkin melakukan itu, sebab akan menimbulkan kecurigaan orang-orang sekitarnya terutama istrinya. Kecuali Mas Dodi punya nomor baru yang digunakan pada ponsel lain dan tentu saja harus digunakan secara sembunyi-sembunyi dari istrinya. Ribet.

Komunikasiku dengan Mas Dika sendiri berjalan lancar. Pria itu ternyata cukup intens bertanya kabar. Aku sempat heran karena Mas Dika tidak pernah beralasan sibuk hingga kapan saja aku menghubunginya pasti langsung dibalas. Aku jadi bertanya-tanya bagaimana pria ini bekerja jika setiap waktu ia hanya memandangi ponselnya. Tapi kau pikir lagi, Mas Dika ini seorang Bos, jadi dia tinggal memerintah ini dan itu mengawasi orang lalu menerima laporan.

Di pertemuan kedua, Mas Dika menggunakan mobil yang berbeda. Aku pikir dia menukarkan mobilnya, tapi Mas Dika bilang masih ada beberapa mobil di
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Karma untuk Suami Pelit   111. Sedikit Saja

    Hari-hariku dipenuhi dengan bunga-bunga setelah mengenal Mas Dika. Bagaimana tidak, pria muda yang penuh kharisma itu setiap hari selalu membuatku tersipu. Mas Dika benar-benar bisa menyenangkan hatiku. Ada saja kejutan yang dia kirimkan ke kantor, entah itu berupa bunga, makanan atau hadiah-hadiah kecil lainnya. Tapi dua hari ini Mas Dika tidak bisa menemuiku, katanya dia ada pekerjaan di luar kota. Aku pun bisa memakluminya, seorang eksekutif muda memang se-sibuk itu.[Maaf ya, Sayang. Aku masih berada di luar kota. Jadi kita belum bisa melepas rindu.]Sebuah pesan masuk dari Mas Dika. Aku tersenyum karena sejak dari tadi pagi dia tidak henti-hentinya mengirimkan kabar atau sebatas kata rindu. Mas Dika benar-benar menghipnotisku, hingga kadang aku lupa bahwa tujuanku menerimanya adalah untuk menikmati uangnya. Seperti tempo hari, aku dengan sukarela membayar makanan yang kami santap setelah dia beralasan dompetnya ketinggalan di mobil.[Tidak apa-apa, Mas. Untuk beberapa hari buatla

  • Karma untuk Suami Pelit   112. Apes

    Aku mengerjap lalu menggeliat, tapi rasanya mata ini sangat berat dan lengket hingga susah sekali aku membukanya. Sayup-sayup kudengar ada orang yang memanggilku lalu aku pun memaksakan diri untuk membuka mata."Ibu sudah sadar?" tanya seseorang yang berpakaian seperti seragam sebuah klinik. Sontak saja aku terperanjat lalu berusaha untuk duduk namun kepalaku terasa pusing."Ibu baring saja dulu, saya cuma ingin memastikan kalau ibu sudah sadar. Kalau ibu masih mengantuk, tidur saja dulu. Tapi sebelumnya saya minta sampel urine dulu," lanjut wanita itu. Lalu ia membantuku ke kamar mandi untuk mendapat urine."Tapi ... saya di mana?" tanyaku setelah berbaring kembali."Ibu berada di klinik Media Sehat.""Klinik Media Sehat?" Aku mengernyit sebab tidak pernah mendengar nama klinik ini di kotaku."Memangnya ini dimana?" Aku bertanya sambil memegangi kepalaku yang masih terasa berat. Lalu wanita ini menyebutkan nama kota lain, bukan kotaku."Jadi ... kenapa ... aku sampai berada di sini?"

  • Karma untuk Suami Pelit   113. Bukan Istri Idaman

    Pov LisaPagi ini Mas Nathan mengajakku sarapan di lantai bawah. Ternyata Kayla sudah berada di sana. Anak itu pun langsung berhambur memelukku. Berpisah satu malam denganku, sepertinya menyisakan rindu di hati Kayla. Sama seperti halnya diriku.Sarapan pagi bersama Mama mertua juga Mbak Nadia dan suaminya berjalan tanpa suara. Sepertinya keluarga ini punya kebiasaan tidak banyak bicara sambil makan, lantaran baik Mas Nathan maupun Mbak Nadia, sama-sama fokus pada makanannya.Baru setelah selesai makan, kami berpindah ke ruangan di sebelahnya, duduk di sofa sambil bersantai. "Nanti sore aku sudah harus kembali, Ma. Besok pagi aku ada pertemuan penting bersama klien. Bahkan Mas Indra harus membatalkan meetingnya sore ini. Karena besar kemungkinan kami masih di perjalanan," kata Mbak Nadia tanpa jeda sambil melihat ke arah Mama."Untuk sementara, Mama mau tinggal bersama Nathan. Itung-itung perkenalan, supaya lebih dekat lagi dengan Lisa," jawab Mama sambil mengusap lenganku, karena ka

  • Karma untuk Suami Pelit   114. Sinis

    "Tapi kamu menikah denganku. Jadi jangan pernah mendengar omongan orang lain selain suamimu ini. Aku tahu yang terbaik untukku dan hidupku." Mas Nathan kembali meraih tanganku, aku tahu ia sedang berusaha membesarkan hatiku. Juga ingin menegaskan bahwa semuanya akan baik-baik saja bersama dia. Aku memejamkan mata sesaat, meyakinkan diri bahwa mas Nathan benar-benar tulus mencintaiku. Menerima dan menyayangi Kayla sepenuh hati. "Mama, kapan kita liburan?"Suara Kayla membuatku sontak membuka mata. Entah kapan datangnya, tiba-tiba gadis kecil itu sudah ada di hadapan kami. Tangan kami pun terlepas, Mas Nathan kemudian meraih tubuh putriku dan membawanya ke dalam pangkuan."Memangnya Kayla mau liburan ke mana?" tanyanya sambil menyelipkan anak rambut yang jatuh di kening Kayla."Aku mau berenang sambil main perosotan yang tinggi," jawab Kayla ragu sambil menatap Mas Nathan serius."Cuma itu?""Iya, soalnya kalau berenang sama Mama, dia nggak berani main perosotan." Aku tersenyum mirin

  • Karma untuk Suami Pelit   115. Anak Sambung

    Mbak Nadia yang pertama kali menyadari, bahwa orang yang sedang dia bicarakan ada di ruangan ini. Mulut wanita itu langsung diam, sementara matanya melirikku sinis. Tapi aku tidak bolehnya terlihat lemah."Permisi, Ma, Mbak, aku ke atas dulu." Aku mengangguk sambil tersenyum pada keduanya.Mama terperanjat mendengar suaraku dan mengalihkan pandangannya padaku, kaget karena ketahuan Mbak Nadia tengah membicarakan aku. Sementara Mbak Nadia masih dengan ekspresi yang sama. "Ah iya, Lis. Silakan. Nathan mana?" Aku tahu Mama hanya berbasa-basi."Mas Nathan di taman belakang bersama Kayla."Aku menjawab pertanyaan Mama tapi mataku mencuri pandang pada Mbak Nadia, ingin tahu bagaimana reaksinya mendengar Mas Nathan bersama Kayla. Dan benar saja, wanita itu melirik sinis ke arah lain, sedangkan satu sudut bibirnya terangkat."Mari, Ma." Setelah sedikit membungkukkan badan, aku pun berlalu dan mulai menaiki anak tangga. Sengaja aku memilih fasilitas ini untuk sampai di lantai tiga, siapa tahu

  • Karma untuk Suami Pelit   116. Tidak Bisa Menolak

    Usai menghubungi Gina, aku pun bermaksud turun kembali untuk menemui Mas Nathan dan Kayla lagi. Ketika menginjakkan kaki di ruang tengah, ternyata Mama dan Mbak Nadia sudah tidak ada di sana. Syukurlah, bukannya aku mau menghindari mereka, cuma hatiku kerap merasa tercubit mendengar ucapan Mbak Nadia yang selalu menyindirku. Beberapa langkah lagi sampai di pintu yang terhubung ke ke halaman belakang, sayup kudengar suara Mbak Nadia tengah berbincang. Awalnya aku tidak menyangka kalau kakak iparku itu sedang berbicara dengan Mas Nathan, tapi semakin mendekat semakin jelas terdengar suara dan pembicaraan mereka."Bukankah di sana juga ada perguruan tinggi yang bagus, Mbak?" Aku mendengar suara Mas Nathan setelah suara Mbak Nadia menghilang."Yesi maunya kuliah di luar kota. Dia menyelesaikan sekolah hingga tamat SMA di sana, katanya bosan dan ingin suasana baru. Sebenarnya BuLik dan Pak Lik tidak mengizinkan karena Yesi itu anak gadis yang belum terbiasa jauh dari orang tuanya. Tapi s

  • Karma untuk Suami Pelit   117. Berkemas

    Sorenya Mbak Nadia berpamitan pada kami. Berkali-kali ia terus menitipkan Mama pada Mas Nathan, persis seperti menitipkan anak seusia Kayla. Mbak Nadia khawatir sekali nampaknya."Tenang saja, Mbak. Ini bukan pertama kalinya Mama tinggal bersamaku. Bukankah sebelumnya juga Mama berbulan-bulan tinggal di sini?" Dari intonasinya, Mas Nathan juga sepertinya kesal pada kakak perempuannya."Tapi sekarang beda, Nath. Dulu kamu tinggal sendiri dan aku tidak khawatir karena Mama tinggal bersama putranya."Apa maksudnya Mbak Nadia berkata seperti itu? Apa dia mengkhawatirkan Mama karena sekarang ada aku, menantu barunya? Keterlaluan!Mas Nathan melirikku, begitupun Mama. Keduanya nampak tidak enak karena ucapan Mbak Nadia seolah-olah menyindirku. Sementara Mbak Nadia sendiri bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Dari awal aku memang dianggap tidak ada, hingga tak sekalipun dia menoleh ke arahku, apalagi menghargai perasaanku.Mobil yang membawa Mbak Nadia dan Mas Indra ke bandara sudah hilang

  • Karma untuk Suami Pelit   118. Mengganggu

    Ini hari kedua kami berada di pulau Dewata. Karena membawa Kayla turut serta, jadi fokus kami bukan untuk berbulan madu. Meskipun tidak dipungkiri kami memiliki waktu untuk berdua karena Kayla bersama Tuti. Tetap saja tidak sebebas jika pergi hanya berdua. Aktivitas pun tidak jauh seputar kegiatan Kayla di kolam renang. Karena sekarang ada Mas Nathan, jadi aku lebih sering duduk sambil memperhatikan mereka. Aku memang kurang suka bermain air. Dulu hanya terpaksa karena Mas Riko tidak mau menemani Kayla berenang. Kami menginap di sebuah resort yang memiliki pemandangan alam yang memanjakan mata. Resort yang berada di salah satu pantai yang sangat terkenal ini terletak di dataran tinggi hingga bisa melihat pemandangan pantai dari ketinggian. Sore ini Mas Nathan dan Kayla sudah bermain air selama satu jam. Padahal tadi pagi mereka pun berenang di pantai hingga menjelang siang. Sejak mereka menyeburkan diri ke dalam air, aku pun langsung duduk di kursi yang berada di pinggir kolam rena

Bab terbaru

  • Karma untuk Suami Pelit   231. Menata Hidup

    Aku turun dari ojek tepat di depan rumah Pak Narto. Benar saja, di sini sedang ada pesta hajatan. Tapi pesta apa? Bukankah anak Pak Narto hanya Yesi yang belum menikah. Atau ... jangan-jangan yang dikhawatirkan Ibu benar. Yesi menikah dengan orang lain karena tidak ada kejelasan dariku. Pantas saja gadis itu tidak membalas pesanku apalagi mengangkat teleponku.Lututku lemas seketika. Tubuhku terasa ringan, kaki seakan tidak berpijak di bumi. Ingin bertanya pada orang yang berlalu lalang tapi aku tak sanggup mendengar jawaban mereka. "Gimana, Mas, mau balik lagi atau tidak?" tanya tukang ojek yang tadi kusuruh menunggu."Ya Mas, kita balik saja ke terminal." Aku bersiap untuk naik kembali ke atas motor."Bener, nih, gak jadi kondangan?" Entah ingin memastikan atau sekedarnya kepo, Mas tukang ojek bertanya lagi sebelum aku duduk di belakangnya."Iya, bener, Mas. Ayo!"Hilang sudah harapanku untuk mendapatkan Yesi. Ternyata Ibu benar, masalah itu jangan dibiarkan terlalu-larut. Buktinya

  • Karma untuk Suami Pelit   230. Pesta

    RikoPonsel kuletakkan di atas meja di ruang tamu. Baru saja Reka menelponku sambil sesekali terisak. Adik perempuanku itu ternyata sudah mengetahui tentang masa lalu Joan juga perasaan pria itu pada Lisa. "Kenapa Mas Riko tidak bilang sama aku kalau Mas Joan itu mantan pacarnya Mbak Lisa?"Aku tak bisa berkata-kata ketika pertanyaan itu terlontar dari bibir adikku dengan lembut tapi penuh penekanan."Mas!? Mas Riko tahu 'kan kalau Mas Joan itu mantan pacar Mbak Lisa?" Reka mengulang pertanyaannya karena aku tidak menjawab."Bukan. Mereka tidak pernah berhubungan. Tapi Joan memang cinta sama Lisa.""Jadi Mas tahu tentang itu? Dan cintanya masih ada sampai sekarang. Itulah yang membuat aku tidak enak sebagai istri. Kenapa tidak bilang sama aku?""Mas tidak mau mematahkan kebahagiaan kalian. Melihat ibu begitu berbinar, Mas sangat senang.""Tapi pada akhirnya aku sakit hati, Mas! Mengetahui masih ada nama wanita lain di hati suamiku. Itu yang membuat aku jadi istri yang tak berguna.""

  • Karma untuk Suami Pelit   229. Wanita di Masa Lalu

    Timbul pertanyaan, jika Mas Joan tidak mengundangnya karena tahu dia mantan kakak iparku, berarti ada kemungkinan Mas Joan saling kenal dengan Mas Riko. Teringat saat lamaran tempo hari, Mas Joan pergi berdua dengan Mas Riko dengan alasan ingin berbicara secara pribadi.Aku Jadi curiga, apa di antara mereka ada urusan yang tidak aku ketahui."Tidak apa-apa, Bu. Meskipun saya tidak diundang, yang penting sekarang saya tahu kalau Reka sudah menjadi menantu Ibu. Saya ikut senang, karena Reka mendapatkan keluarga yang pasti menyayanginya." Mbak Lisa tersenyum sambil mengusap perutnya. Meskipun ada kekecewaan tergambar di wajahnya, tapi wanita yang super sabar itu menutupinya dengan senyuman."Oh ya, kalian kenal di mana?" Mama Anita memberikan pertanyaan yang membuat aku bingung untuk menjawabnya.Aku saling pandang dengan Mbak Lisa. Ragu untuk menjawab karena khawatir Mbak Lisa tidak mau membuka masa lalunya."Reka ini ... mantan adik ipar saya." Akhirnya Mbak Lisa yang memberikan jawaba

  • Karma untuk Suami Pelit   228. Dirahasiakan

    Seminggu sudah aku menjadi istrinya Mas Joan. Tapi kebahagiaan sebagai pengantin baru yang sesungguhnya tidak aku dapatkan. Mas Joan ternyata tidak menyentuhku di malam pengantin kami. Begitupun malam-malam selanjutnya, bahkan tidur pun memunggungi. Ketika kami pulang dari hotel tempat resepsi diadakan saat itu. Kami baru saja memasuki kamar ketika Mas Joan mengajakku berbicara serius."Kamu tahu 'kan, pernikahan ini terjadi atas keinginan Mama. Jadi aku harap kamu juga mengerti kalau aku belum bisa menjadi suami seperti yang diinginkan," ucapnya datar tanpa menatapku.Aku terperanjat mendengar pernyataan pria yang sudah resmi menjadi suamiku itu. Kupikir karena Mas Joan sudah menyetujui rencana Mama Anita, maka pria ini akan menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya."Kalau Mas Joan tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa Mas menyetujui rencana Mama? Padahal aku lebih baik ditolak daripada dinikahi tapi tidak dianggap.""Kamu jangan salah paham, Ka. Aku bukan tidak mengingink

  • Karma untuk Suami Pelit   227. Dingin

    RekaEntah apa yang dibicarakan oleh Mas Joan dan Mas Riko hingga mereka perlu mencari tempat untuk bicara secara privat. Mungkin Mas Joan ingin memintaku secara pribadi pada Mas Riko, secara mereka juga baru pertama kali bertemu. Sewaktu Mas Joan berkunjung tempo hari, kakakku memang belum ada di rumah Ibu.Sambil menunggu dua laki-laki itu kembali, aku berbincang dan menemani Ibu Anita dan Pak Adi. Mereka bertanya banyak hal tentang keadaan kampung ini. Dengan senang hati aku pun menjawab setiap pertanyaan mereka.Aku juga sempat berbincang dengan Ibu. Bertanya mengenai Mas Riko, karena aku belum sempat mengobrol dengan kakakku itu.Kata Ibu, kemarin Mas Riko datang bersama seorang wanita dan keluarganya. Mereka adalah orang yang selama ini membantu dan menemukan Mas Riko saat terlantar dulu. Rupanya kakakku itu punya hubungan khusus dengan gadis bernama Yesi itu. Sayangnya, Mas Riko tidak jujur tentang masa lalunya. Tentang dua kali pernikahannya, tentang Kayla, dan tentang penjara

  • Karma untuk Suami Pelit   226. Bukan Perjanjian

    JoanHari ini aku benar-benar mendapatkan kejutan besar. Setelah satu bulan yang lalu aku menyetujui keinginan Mama agar menikah dengan Reka, hari ini aku mendapatkan fakta bahwa Reka adalah adiknya Riko. Pria yang sudah mengambil Lisa dariku, tapi kemudian mencampakkannya.Pantas saja selama ini aku familiar melihat wajah gadis itu. Aku seperti mengenalinya, tapi tak tahu di mana. Rupanya karena memang Reka dan Riko itu mirip. Jelas saja, karena mereka adik kakak. Akan tetapi, karakter keduanya berbeda. Setahuku Riko adalah pria bejat. Itu saja, tak perlu aku merincikan seberapa brengseknya pria itu. Dengan menghianati Lisa saja sudah cukup bagiku melihat sisi buruk pria itu. Reka sebaliknya, gadis yang kukenali karena kecelakaan itu punya prinsip yang sangat kuat dalam hidupnya. Zaman sekarang, menemukan gadis yang tidak pernah pacaran itu hal yang sangat sulit. Inilah salah satu alasanku menyetujui rencana Mama. Kalau aku dulu menolak Bela, karena dia terlalu maniak bekerja hin

  • Karma untuk Suami Pelit   225. Bicara Empat Mata

    Perihal rencana lamaran Reka, sudah kubicarakan dengan Ibu. Mungkin sekarang saatnya aku memikirkan adikku dan mengesampingkan masalahku dengan Yesi. Lebih tepatnya, menunda dulu.Aku mau Reka membawa pria itu menemuiku dulu sebelum sampai pada acara resmi. Tapi Ibu melarang, karena beliau sudah bertemu satu kali dengan pemuda itu. Reka pernah membawanya ke sini. Selainnya itu, kesibukan keduanya, juga keluarganya, membuat mereka tidak punya banyak waktu luang."Dia pemuda yang baik, seorang pengusaha yang sukses hingga lupa untuk menikah. Sudah cukup dewasa, Ibu yakin dia bisa membimbing dan melindungi adikmu.""Tapi Reka bilang, ini adalah keinginan ibunya. Ada kemungkinan pemuda itu terpaksa. Aku tidak mau jika dalam pernikahannya nanti, Reka akan sengsara mendapat suami yang tidak mencintainya.""Jo itu anak yang sangat penurut pada mamahnya. Ibu bisa menyimpulkan itu ketika kami pertama kali bertemu. Jadi, Ibu percaya sama keputusan Reka."Jika Ibu sudah berkata demikian, aku tid

  • Karma untuk Suami Pelit   224. Sadar

    Aku bangkit lalu bergerak menyusul mereka bertiga. Yesi berjalan setengah dipaksa oleh ibunya. Gadis itu terus-menerus menoleh ke arahku. Wajahnya sudah basah, bibirnya bergetar. Tak tega aku melihatnya, ingin merengkuhnya dalam pelukan dan mengatakan kalau aku sangat mencintainya. Tapi tidak bisa kulakukan, hanya mampus menghela panjang.Berdiri di luar mobil tepat di samping Pak Narto yang sudah duduk di belakang setir. Pria itu menatap lurus ke depan seolah-olah tak menyadari kehadiranku."Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Tidak ada niat saya untuk menipu keluarga Bapak. Percayalah, saat itu hanya memikirkan diri saya yang kelaparan dan jika warga tahu, maka mereka tidak akan ada ampun lagi.""Tunjukkan kalau kamu benar-benar orang baik. Saya permisi." Setelah itu Pak Narto menyalakan mesin. Aku beralih menatap Yesi yang duduk di belakang bersama ibunya. Gadis itu balik menatapku penuh harap. Perlahan mobil pun mundur lalu parkir di jalan dan pelan-pelan bergerak. Khawatir menjadi

  • Karma untuk Suami Pelit   223. Mencabut Restu

    Aku melirik lalu mengangguk ke arah rumah terdekat dengan rumah Ibu. Dua orang suami istri yang berada di teras rumah mereka pun menatapku datar. Tapi aku bersyukur, meski mereka tidak membalas anggukan kepalaku, minimal tidak mengusirku seperti dulu.Yesi dan orang tuanya tidak boleh tahu kalau saat ini aku sedang was-was, maka segera kuajak mereka mendekat ke arah ibu yang sudah berdiri bersama Bude Marlina."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," jawab Ibu serempak dengan Bude Marlina."Ini Bu, Yesi dan keluarganya yang kemarin aku ceritakan." Aku langsung memperkenalkan Yesi sekeluarga pada Ibu setelah kucium tangannya dan memeluknya sebentar.Ibu mengangguk ke arah tamunya. Satu persatu mereka pun bersalaman, setelah itu kami pun masuk. Sebelum menutup pintu, aku kembali menengok keluar. Khawatir kalau para tetanggaku datang seperti tempo hari. Syukurlah, tak ada siapa pun di sana. Tetangga terdekat yang tadi ada di teras pun sudah tidak kelihatan. Mungkin mereka juga masuk rumahny

DMCA.com Protection Status