Share

5. Di Klinik

Mataku terasa amat berat. Aroma menyengat yang masuk ke hidung ini membuatku mencoba untuk membuka kelopak mata. Samar-samar aku melihat sosok yang seperti kukenal wajah dan juga baunya. 

"Ya Allah, Kang Jaya, kalau mau nagih ke rumah aja, masa di jalan begini?" tanyaku masih setengah sadar. Pria yang tadinya menoleh ke samping, kini melihat ke arahku dengan wajah terkejut. 

"Alhamdulillah akhirnya sadar juga. Siapa yang mau nagih, Mbak. Ini loh, Mbak Neneng pingsan di jalan. Makanya saya bawa ke sini karena saya kenal. Kalau sampai ada apa-apa dengan Mbak Neneng, tagihan dua ratus rebu saya bisa lewat dong!" Jawab Kang Jaya sambil menyeringai. Alasan lucu yang sungguh masuk akal menurutku. Tidak mungkin pria medit seperti Kang Jaya mau melepas para emak-emak yang berutang padanya. Sampai ke lubang hidung dinosaurus pun pasti dia kejar. 

"Mbak, ye... malah bengong. Nih, kata dokter, perut Mbak kosong. Bulan Ramadhan masih empat puluh hari lagi, Mbak. Kenapa udah puasa sekarang? Lagian kalau ibu hamil, boleh kok gak puasa kalau memang gak bisa."

"Saya bukannya puasa, Kang, tapi emang belom sarapan," jawabku jujur. Tak sanggup sudah aku pura-pura jaim dengan keadaan menyulitkan seperti ini. Ditambah perut sudah semakin keroncongan dan baru aku sadar, tangan ini pun sudah tertancap jarum infus. 

"Oh, pantes aja. Ini makan dulu, Mbak. Saya minta nomor telepon suami Mbak Neneng, biar saya kabari. Kayaknya Mbak Neneng harus dirawat di sini satu hari karena tekanan darahnya rendah sekali." Kang Jaya menyodorkan nampan berisi sepiring nasi, semangkuk  sop, perkedel, dan juga buah pisang. Mataku langsung berbinar menatap masakan yang ada di depan mata. 

"Ini buat saya? Gratis?" tanyaku lagi. 

"Iya, gratis, Mbak. Pasien ya pasti dapat makan di sini. Mana nomor teleponnya Pak Rizal?" 

"Itu, ambil aja di tas kecil saya itu. Isinya hanya HP saja," kataku sambil menoleh pada meja yang ada di samping brangkar. Pria itu mengambil benda pipih jadul yang aku simpan di dalam tas. Lalu ia memberikan padaku untuk melihat nomor Bang Rizal. 

"Mbak gak hapal nomor HP suami?" tanya Kang Jaya. 

"Nggak, males!" Jawabku santai karena memang tidak pernah menghapal nomor Bang Rizal yang suka gonta-ganti. Kusebutkan satu per satu nomor Bang Rizal. 

"Nelepon pake HP Mbak Neneng aja." 

"Saya gak ada pulsa. Gak ada duit, pingsan di jalan. Bahagia banget hidup saya hari ini, Kang," kataku sambil menahan air mata yang hampir tumpah. Kang Jaya berdecap. Kulihat ja menekan nomor Bang Rizal pada ponselnya. 

"Mbak makan aja, katanya belum makan dari pagi." Kang Jaya mengingatkan. Aku mengangguk. Sambil mengusap air mata yang perlahan merembes ke pipi, aku menyendok kuah sop ke dalam mulut. Kuaduk perlahan dan ternyata ini adalah sop daging. Kurang lebih sama saja rasanya dengan sop iga. Air mata pun semakin tidak bisa dihentikan. Tuhan mengabulkan keinginanku, tetapi harus di rumah sakit dahulu. 

"Mbak, saya speaker ya," kata Kang Jaya padaku. 

"Iya." Aku menjawab tanpa menoleh ke arahnya karena sedang asik menikmati makanan sedap yang jarang sekali aku nikmati. 

"Halo, assalamu'alaikum, benar ini nomor Pak Rizal?"

"Wa'alaykumusaalam, ini siapa ya?"

"Saya Jaya, tukang daster."

"Tukang Daster? Mau apa? Mau nagih utang istri saya? Urusannya bukan sama saya, Mas. Tagih ke istri saya aja. Dasternya yang pake istri saya, Mas, bukan saya. Ya istri saya yang bayar. Udah ya, saya si.... " aku mendelik terkejut mendengar percakapan Bang Rizal dengan Kang Jaya. 

"Mbak Neneng di rumah sakit, Pak Rizal. Pingsan di jalan karena kelaparan kata dokter. Ini ketemu saya di jalan, jadi saya bawa ke klinik. Ini klinik harus bayar. Saya udah kasih uang DP lima ratus ribu."

"Oh, pingsan, tapi saya lagi gak ada uang, Mas. Sampean tukang kredit kan? Gini aja deh, bayarin dulu urusan rumah sakit istri saya, nanti di bayarnya cicil. Minta aja ke Neneng. Jadinya setelah lunas cicilan daster, istri saya lanjut nyicil bayar tagihan rumah sakit."

"Astaghfirullah, kacau sekali suami Mbak Neneng ini. Gini ya, Pak. Kalau rumah sakit ini saya yang bayar, istri Bapak buat saya aja gimana?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status