"Kamu cari mati!" Ray sangat marah."Anak ini akan celaka."Semua orang di sekitarnya bersukacita atas kemalangan Leo. Mereka menunggu untuk melihat betapa sengsaranya Leo ketika disiksa sampai mati.Leo tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Kalau kamu nggak cari mati, kamu nggak akan mati.""Dasar pecundang. Kamu sudah di ambang kematian, tapi masih berani berbicara kasar. Ray, tampar dia!" perintah Anna."Plak!"Begitu Anna selesai berbicara, dia menerima tamparan keras.Semua orang yang hadir langsung membelalakkan matanya mereka dengan ekspresi terkejut dan tidak percaya.Semua orang mengira Ray akan memukul Leo. Namun, mereka tidak menyangka Ray akan memukul Anna. Dia adalah istrinya Ketua. Mungkinkah dia ingin menantang maut?Anna menutupi wajahnya yang bengkak dan sakit. Setelah beberapa saat, dia tersadar dari lamunannya. "Aku adalah istrinya Ketua. Wakil direktur sepertimu berani memukulku. Siapa yang memberimu nyali ini?"Santi berkata dengan dingin, "Memukul putriku sepert
"Kak Leo, tolong ampuni aku. Aku tahu salah."Anna bereaksi dengan cepat. Kemudian, dia buru-buru berlutut di depan Leo untuk memohon belas kasihan."Yah, Kak Leo, kami semua tahu salah. Tolong ampuni kami kali ini. Aku berjanji nggak akan pernah berani melakukannya lagi di masa depan." Kevin juga berlutut di lantai."Pak Leo, tolong ampuni kami." Veni sangat ketakutan sehingga dia berlutut dan bersujud untuk memohon belas kasihan."Leo, kita semua adalah satu keluarga. Tolong ampuni kami kali ini," kata Santi sambil tersenyum.Dalam sekejap mata, orang-orang ini berubah dari sombong dan mendominasi menjadi rendah hati. Semua ini karena hidup mereka semua berada di tangan Leo.Leo menunjukkan senyuman sarkastik. Dia tahu sifat orang-orang ini. Mereka tidak dapat mengubah perilakunya. Bahkan jika Leo menyelamatkan mereka kali ini, pasti akan ada lain kali."Kak Leo, sepatumu kotor. Aku akan menjilatnya sampai bersih," kata Anna sambil membungkuk. Untuk bertahan hidup, dia tidak peduli d
"Kakimu patah, kenapa kamu nggak bisa diam?" Febi ingin melawan, tapi kedua tangannya dipegang oleh Leo."Aku hanya mematahkan dua kakiku, satunya lagi nggak patah," kata Leo sambil mencium bibir Febi. Kedua tangan Leo pun tidak tinggal diam.Awalnya, Febi hanya menolak secara simbolis. Namun, ketika tangan Leo turun ke bawah, Febi menjepit kakinya dengan erat."Nggak, nggak boleh.""Kamu harus menyetujuinya. Aku ingin kamu menjadi wanitaku sepenuhnya," kata Leo. Saat ini, dia bersiap untuk menaklukkan Febi dengan paksa."Aku datang bulan." Febi tersipu malu.Leo tiba-tiba merasa seperti bola karet yang kempes. Dia berpikir bahwa semuanya akan berjalan dengan lancar hari ini. Namun, dia tidak menyangka bahwa dia akan sangat sial."Omong-omong, aku mau memberitahumu sesuatu yang serius. Lusa adalah ulang tahun kakekku yang ke-70. Aku ingin membelikannya hadiah. Dia suka kaligrafi dan lukisan antik. Tolong temani aku ke Jalan Antik besok," kata Febi."Aku akan menyiapkan hadiahnya, kamu
"Aku awalnya berpikir bahwa Keluarga Sharon akan menurun, tapi aku nggak menyangka mereka berhubungan dengan Keluarga Osmana. Selama Keluarga Osmana bersedia membantu, Keluarga Sharon akan segera kembali ke puncaknya atau bahkan melampaui."Semua tamu yang hadir terkejut. Sementara Dani dan Eko tampak sangat senang."Selamat datang Pak Marvin. Aku harap kamu memaafkanku karena nggak menyambutmu."Sikap Dani sangat rendah hati. Belum lagi Keluarga Sharon sedang mengalami kemunduran sekarang. Bahkan saat berjaya, mereka jauh lebih rendah dari Keluarga Osmana.Marvin tersenyum lembut dan berkata, "Kakek terlalu sungkan. Aku seorang junior. Jangan salahkan aku karena datang tanpa diundang.""Pak Marvin, apa yang kamu bicarakan? Merupakan suatu kehormatan bagi Keluarga Sharon kedatangan tamu sepertimu. Silakan duduk." Dani menunjukkan ekspresi menyanjung. Dia mengundang Marvin ke meja utama."Febi datang!"Sebagai wanita tercantik di Kota Kumara, Febi menarik perhatian ke mana pun dia pergi
Begitu Leo melihat Rosa berjalan ke arahnya, dia segera mengedipkan matanya.Rosa langsung memahaminya. Dia segera berbalik, lalu memandang Dani dan bertanya, "Di mana tempat dudukku?"Meskipun Dani tidak puas dengan sikap Rosa, dia tidak berani menunjukkannya. Dia mengatur Rosa duduk di meja utama."Halo, namaku Marvin, putra kedua dari Keluarga Osmana di Kota Zeva." Marvin berinisiatif mengulurkan tangannya untuk menyapa Rosa. matanya menunjukkan tatapan bergairah yang tidak bisa disembunyikan.Meskipun Anna juga sangat cantik, dibandingkan dengan Rosa, temperamen Anna kalah jauh darinya.Oleh karena itu, Marvin jatuh cinta pada Rosa pada pandangan pertama. Kemudian, keinginan kuat untuk menaklukkannya pun muncul.Namun, Rosa tidak memedulikan Marvin. Dia mengabaikan Marvin begitu saja.Senyuman di wajah marvin tiba-tiba membeku. Dia bahkan tidak tahu harus meletakkan tangannya di mana. Hal ini membuatnya merasa sedikit malu."Nona, kamu sangat sombong." Marvin tampak tersenyum, tapi
"Apa! Beraninya kamu mengutukku nggak akan hidup lama!" Dani tiba-tiba menjadi marah."Aku sudah lama bilang pecundang ini nggak tahu berterima kasih. Sekarang, Kalian percaya, 'kan?" cibir Santi."Beraninya kamu mengutuk Kakek. Cepat berlutut dan minta maaf!" kata Robby memarahi Leo dengan tegas."Dasar pecundang, kenapa kamu masih termenung? Cepat berlutut dan minta maaf. Kalau kamu ingin mati, jangan melibatkan kami!" teriak Lanny.Mereka benar-benar kesal. Meski tidak mau mengakuinya, nyatanya Leo adalah menantu mereka. Jika Leo membuat Dani marah, mereka pasti akan terlibat."Leo, kamu memang keterlaluan. Cepat minta maaf pada Kakek." Febi juga sangat marah."Kenapa dia seperti ini? Sebagai menantu yang cacat, dia makan dan minum dari orang lain. Dia nggak tahu bagaimana bersyukur. Dia bahkan membalas air susu dengan air tuba.""Binatang pun tahu bagaimana bersyukur. Mengatakan dia adalah binatang berarti telah memujinya."Para tamu yang hadir juga mengkritiknya satu demi satu
Leo menyeringai, "Awalnya aku nggak ingin berbicara denganmu, tapi kamu terus memprovokasiku. Jadi, jangan salahkan aku karena mengeksposmu.""Mengeksposku? Ekspos apanya?" Anna menunjukkan ekspresi menghina."Lukisan pemandangan yang kamu berikan itu palsu. Kalau kamu menjualnya, harganya 200 ribu pun nggak ada yang akan membelinya," kata Leo."Nak, jangan bicara omong kosong!" Marvin sangat marah. Matanya tampak sedikit panik."Hahaha ....""Konyol sekali. Siapa Pak Marvin, bagaimana dia bisa memberikan hadiah palsu? Tanyakan saja pada orang-orang yang hadir, siapa yang akan memercayainya?" ujar Anna sambil tertawa keras."Benar, Pak Marvin adalah putra kedua dari keluarga pertama di Kota Zeva. Dia memiliki kekayaan bersih ratusan triliun. Baginya, puluhan miliar hanyalah setetes hujan." Santi mendengus dengan dingin."Benar. Pak Marvin nggak memedulikan uang puluhan miliar. Dia nggak mungkin memberikan barang palsu. Itu hanya akan mempermalukannya.""Aku pikir kamu cemburu pada Pak
Dani mengangguk, lalu dia meminta dua orang untuk membuka lukisan pemandangan itu.Seketika, aula menjadi heboh.Anna menyilangkan lengannya dan menatap Leo sambil berkata dengan nada meremehkan, "Aku ingin melihat apa yang bisa kamu lihat! Tapi, jangan salahkan aku karena nggak mengingatkanmu, lukisan ini berharga lebih dari 20 miliar. Kamu hanya dapat melihatnya, tapi nggak boleh menyentuhnya. Kalau kotor atau rusak, kamu nggak akan mampu membayar ganti rugi."Marvin mencibir, "Nak, apakah kamu sudah melihatnya?"Leo tidak berbicara. Dia hanya menunjukkan senyuman main-main. Kemudian, dia mengambil gelas air di atas meja dan menyesapnya.Namun, dia tidak menelannya, melainkan tiba-tiba menyemprotkannya ke lukisan itu."Apa yang kamu lakukan, pecundang!""Berani sekali nyalimu!"Anna dan Marvin sangat marah. Begitu pula dengan Santi, Dani dan lainnya.Anna menunjuk Leo sambil berkata dengan marah, "Kamu berani menghancurkan lukisan bernilai lebih dari 20 miliar, kamu harus membayar ko