"Jadi dia wanita yang membuatmu tidak ingin kembali ke Amerika?” Pertanyaan dri Mario to the point. Wajah Abian mengeras, ia tak tahu itu merupakan respon baik atau buruk.
Abian menjawab jujur, "Iya ayah, dia memang salah satu alasan Abian tidak ingin ke Amerika. Karena Abian sudah terlanjur jatuh cinta dengan Alia, dan aku tidak mau melepasnya." "Pekerjaan kamu apa Alia?" tanya Caroline, mengabaikan perkataan Abian. Wanita itu menatap Alia cukup tajam, namun tak setajam tokoh antagonis. Alia menjawab, "Saya dulu merupakan seorang perawat, untuk sekarang saya tidak bekerja." Caroline mulai mengejek Alia, "Huh, hanya seorang perawat? Kamu serius menikahi wanita ini Abian? Tidak ada wanita yang lebih terhormat lagi?" "Ibu, kenapa bicara seperti itu. Alia adalah wanita yang Abian pilih, yang Abian cintai. Bisakan Ibu menghormati pilihanku?" balas Abian protes. Dia tak habis pikir jika sang Ibu bisa bicara sekasar itu. "Ibu tAbian menatap secara dekat wajah Alia. Paras cantiknya mampu membuatnya tergila-gila untuk memilikinya. Sekarang? Alia menjadi miliknya sepenuhnya. Begitu tulus mencintai Alia, mencintai Alia setengah mati.Abian tidak peduli dengan masa lalu Alia. Sama sekali tidak peduli! Jadi, Abian tidak terima dengan perkataan kedua orang tuanya dua jam lalu. Mau seburuk apapun masa lalu seorang, bukan menjadi penghalang baginya. Toh, Alia tidak seburuk itu.Abian rasa Alia sudah tidur pulas. Dengan hati-hati, Abian menarik tangannya yang tadinya sebagai bantalan kepala Alia, menarik pelan agar Alia tidak terbangun.Tangan Abian terasa pegal, mati rasa dan berujung kesemutan. Itulah yang dirasakan oleh para suami ketika tangan digunakan sebagai bantal kepala sang istri. Mati-matian menahan pegal.Abian menyalakan ponsel sebagai penerang sebab lampu kamar sudah dimatikan.“Jam sebelas lewat lima belas menit,” batin Abian membaca arah jarum jam.Abian keluar dari kamar, menuruni tangga saat mendeng
“Kamu bisa bercerai dengannya lalu menikah dengan putri dari rekan bisnis Ayah. Jauh lebih cantik, smart, independen!” sentak Mario.Abian melongo. Mulutnya terbuka lebar.Sinting!Gila!Sungguh gila apa yang dikatakan ayahnya. Di luar dugaan dan nalar sebagai seorang ayah. Begitu mudah menyuruhnya untuk bercerai lalu menikah dengan gadis pilihan Mario.Kepala Abian menggeleng kuat. “F*CK! ARE YOU KIDDING ME? CERAI? TIDAK AKAN! SAYA TIDAK AKAN PERNAH BERCERAI DENGANNYA!” tolaknya menekan semua kalimat dan suara meninggi. “DIA WANITA PILIHANKU. SAYA TIDAK PEDULI DENGAN GADIS PILIHAN AYAH!”Mata Ibu Abian mendelik pada Abian. “KURANG AJAR! JAGA SIKAPMU KALAU BERBICARA DENGAN AYAH!” Suara Caroline tidak kalah tinggi. “MAU NGELAWAN KAMU!”Abian mengalah. Amber datang, duduk di samping Abian—mengelus kedua pundak Abian. Wanita itu sedari tadi sembunyi-sembunyi menguping pembicaraan. “Sudah, ya. Kamu tenangin diri. Jangan dila
Pagi sekali Caroline bangun, mendengar suara berisik dari dapur. Terkaget-kaget melihat putranya sedang sibuk memasak."Apa yang kamu lakukan!"Abian tersentak kaget, hampir saja panci yang Abian pegang jatuh. Menoleh ke belakang, di sana Ibunya berdiri berkacak pinggang dan meringis sebal—mulai menghampirinya.“Kamu yang membuat sarapan setiap hari untuknya?!”“Memangnya salah aku membuat sarapan?” Abian bertanya balik penuh keheranan.“Ibu membesarkanmu untuk menjadi lelaki hebat dan sukses bukan untuk memasak, memalukan! Itu kan tugas istrimu!” sentaknya. “Di mana wanita itu? Apa masih enak-enaknya tidur, membiarkan suami mengerjakan tugasnya!” sungutnya.Abian menempelkan jari di bibirnya, memberi isyarat agar Caroline mengecilkan suara. “Husttt! Ibu! Pelankan suaranya, aku takut Alia dengar,” lirih Abian. Abian tidak tega mood pagi Alia dirusak oleh ibunya.“Kamu ini selalu saja melindunginya!” Caroline mencubit pin
Alia dan Abian sedang berada di Roosterfish Beach Club—tempat nongkrong luas menghadap ke pantai dan menyajikan pizza, burger, seafood lokal, BBQ, salad segar bir dan koktail dingin.Mereka berdua berjalan kaki untuk menuju tempat itu, karena jaraknya sangat dekat dengan Villa yang mereka inap.Roosterfish Beach Club, tempat yang menakjubkan. Dengan kolam renang tepi pantai besar diapit oleh cabana bambu dan kursi berjemur, restoran dan bar, DJ live dan hiburan lainnya.Abian dan Alia bersantai di bar kolam renang sambil berjemur, meminum jus menyegarkan. Alia mengenakan bikini sexy, topi pantai di kepala, dan kacamata hitam agar kedua matanya tidak silau karena sinar matahari. Sementara Abian memakai kemeja, celana kolor pendek dan, kacamata juga.“Kamu mau berenang?” tanya Alia, tangannya menunjuk ke kolam renang, di mana ada beberapa cewek-cewek memakai bikini supermini yang hanya menutupi bagian tengah saja. “Pemandangan yang indah. Pasti kamu
"WOY CARI KAMAR SANA!" Seorang wanita menjerit. Dia wanita yang terus-menerus mencari perhatian pada Abian.Alia dan Abian saling menjauhkan bibir masing-masing."Oh shit!" umpat Abian kesal.Ciuman mereka terganggu oleh wanita sialan itu. Pasti wanita itu asli Indonesia—terlihat dari wajahnya—dan terlalu ikut campur dengan urusan orang lain. Toh, bule saja acuh dan tidak peduli apa yang dilakukan orang lain di sana. Seakan melihat pemandangan orang berciuman adalah hal yang biasa.Panas di Bali seperti matahari tepat berada di atas ubun-ubun. Alia, Abian tidak lupa memakai sunscreen dan body lotion yang sangat penting bagi kulit, agar tidak kusam dan terbakar. Para wanita bule cantik malah sibuk berjemur.Alia tidak tahan sengatan sinar matahari. “Cari tempat untuk berteduh, yuk. Di sini panas sekali,” ajak Alia. Mengibaskan tangan berkali-kali sebab keringat bercucuran deras di dahi dan pelipis.Abian menurut. Mengaja
“I love you too.”Alia merasakan napas hangat Abian yang menerpa wajahnya. Dia berjinjit, mengalungkan kedua tangan di leher Abian lalu memajukan wajahnya untuk mencium bibir Abian. Mereka pun berciuman beberapa menit sampai salah satu darinya melepaskan ciuman. Kemudian saling berpelukan dengan nyaman. Dunia seolah hanya milik berdua. Tidak memperdulikan banyak mata melihat ke arah mereka.***Sepasang suami istri itu melakukan hal yang membuatnya keduanya tertawa lebar. Seperti bermain air, berciuman dengan mesra, dan kini mereka kejar-kejaran.Orang dewasa yang melihat tingkah Alia dan Abian pasti akan menganggap mereka berdua sepasang kekasih bukan sepasang suami istri. Saking romantisnya dan terlihat begitu muda.“Kamu tertangkap!” ujar Abian disela-sela tawanya setelah berhasil mengejar Alia dan memeluk Alia dari belakang. “Jangan kabur lagi, aku lelah mengejarmu,” bisiknya tepat di telinga Alia.Bisikan dari Abian membuat
Alia mengurungkan niatnya. Dia kembali duduk. Harus ekstra sabar. Sebenci itukah Caroline padanya? Hanya karena Alia pernah menikah lalu bercerai?“Biarkan Alia ke atas untuk istirahat, Bu. Dia pasti lelah dan kecapean.” Abian bersuara.“Hm.” Caroline bergumam sebagai jawaban.***“Mau menari denganku, Nona?”Alia langsung memutar badannya, menghadap bartender yang sedang meracik dan menyajikan minuman beralkohol untuk tamu lainnya. Dia menaruh gelas berisi white wine ke meja. Hanya satu kali melirik lelaki yang tadi mengajak menari. Alia berdecih melihat lelaki berkemeja putih itu tersenyum menggoda padanya.Jari telunjuk Alia yang sangat lentik bergerak atas ke bawah memainkan gelas itu. Ya, Alia asyik bermain dengan gelas wine seolah lebih menarik ketimbang lelaki di sampingnya.“Jarimu cantik sekali. Aku suka,” pujinya lagi berusaha mengajak Alia berbicara.Alia acuh. Kembali meminum white wine itu sedikit d
“Kamu sendiri datang ke sini?” tanyanya sambil menuangkan alkohol ke dalam unstem glass bentuk high ball glass yang digunakan untuk menyajikan minuman Vodka. “Diva vodka, minuman ini bisa memanjakan selera tinggi bagi pecinta vodka. Rasanya sangat smooth karena telah disaring menggunakan batu permata setelah diolah secara tradisional,” jelasnya panjang lebar.Alia hanya diam dan semakin mendengarkan apa yang dikatakannya. Tidak menulikan telinga lagi.“Kamu tahu botol kaca itu berhiaskan apa?”Lelaki itu tanpa henti mencoba mengajak Alia berbincang dengannya—membahas Diva Vodka.Ini baru pertama kali Alia mendengar jenis minuman itu. Sedikit menarik. Matanya tertuju pada satu botol di depan lelaki itu. Botol berwarna putih dan dihiasi oleh kristal sehingga terlihat begitu mewah. Alia mengangkat satu bahunya bertanda tidak tahu dengan pertanyaannya barusan.Lelaki itu tersenyum kecil. Akhirnya dirinya telah direspon dan tidak diacuhkan. “B
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel