Setelah Alia memperkenalkan diri, Abian memandu mereka untuk berkumpul di ruang keluarga. Kedua orang tuanya duduk berdampingan, Amber di samping Ibunya, lalu Abian dan yang paling ujung ada Alia.
Orang tua Abian nampak tenang, sementara Amber sibuk bermain dengan Xylia. Putrinya itu memang sedang masa aktifnya. Jadi wanita itu harus meladeni permintaan sang putri agar tidak rewel. Jika hening begini, suasana di ruangan itu mencengkam. Apalagi kedua orang tua Abian juga tak membuka percakapan terlebih dahulu. Sehingga Alia juga hanya bisa diam dan terseyum. Sesekali ia juga melihat tingkah lucu Xylia saat bermain. "Jadi gimana kabar Ayah sama Ibu selama di Amerika? Ada hal yang menyenangkan untuk di ceritakan ke Abian?" Akhirnya Abian membuka suara, dia basa-basi sebelum membicarakan tujuan utamanya. "Amerika sangat menyenangkan, sayangnya tidak ada kamu di sana," jawab Caroline. Abian sedikit tertawa, "Kan aku di sini juga bekerja,"Jadi dia wanita yang membuatmu tidak ingin kembali ke Amerika?” Pertanyaan dri Mario to the point. Wajah Abian mengeras, ia tak tahu itu merupakan respon baik atau buruk. Abian menjawab jujur, "Iya ayah, dia memang salah satu alasan Abian tidak ingin ke Amerika. Karena Abian sudah terlanjur jatuh cinta dengan Alia, dan aku tidak mau melepasnya." "Pekerjaan kamu apa Alia?" tanya Caroline, mengabaikan perkataan Abian. Wanita itu menatap Alia cukup tajam, namun tak setajam tokoh antagonis. Alia menjawab, "Saya dulu merupakan seorang perawat, untuk sekarang saya tidak bekerja." Caroline mulai mengejek Alia, "Huh, hanya seorang perawat? Kamu serius menikahi wanita ini Abian? Tidak ada wanita yang lebih terhormat lagi?" "Ibu, kenapa bicara seperti itu. Alia adalah wanita yang Abian pilih, yang Abian cintai. Bisakan Ibu menghormati pilihanku?" balas Abian protes. Dia tak habis pikir jika sang Ibu bisa bicara sekasar itu. "Ibu t
Abian menatap secara dekat wajah Alia. Paras cantiknya mampu membuatnya tergila-gila untuk memilikinya. Sekarang? Alia menjadi miliknya sepenuhnya. Begitu tulus mencintai Alia, mencintai Alia setengah mati.Abian tidak peduli dengan masa lalu Alia. Sama sekali tidak peduli! Jadi, Abian tidak terima dengan perkataan kedua orang tuanya dua jam lalu. Mau seburuk apapun masa lalu seorang, bukan menjadi penghalang baginya. Toh, Alia tidak seburuk itu.Abian rasa Alia sudah tidur pulas. Dengan hati-hati, Abian menarik tangannya yang tadinya sebagai bantalan kepala Alia, menarik pelan agar Alia tidak terbangun.Tangan Abian terasa pegal, mati rasa dan berujung kesemutan. Itulah yang dirasakan oleh para suami ketika tangan digunakan sebagai bantal kepala sang istri. Mati-matian menahan pegal.Abian menyalakan ponsel sebagai penerang sebab lampu kamar sudah dimatikan.“Jam sebelas lewat lima belas menit,” batin Abian membaca arah jarum jam.Abian keluar dari kamar, menuruni tangga saat mendeng
“Kamu bisa bercerai dengannya lalu menikah dengan putri dari rekan bisnis Ayah. Jauh lebih cantik, smart, independen!” sentak Mario.Abian melongo. Mulutnya terbuka lebar.Sinting!Gila!Sungguh gila apa yang dikatakan ayahnya. Di luar dugaan dan nalar sebagai seorang ayah. Begitu mudah menyuruhnya untuk bercerai lalu menikah dengan gadis pilihan Mario.Kepala Abian menggeleng kuat. “F*CK! ARE YOU KIDDING ME? CERAI? TIDAK AKAN! SAYA TIDAK AKAN PERNAH BERCERAI DENGANNYA!” tolaknya menekan semua kalimat dan suara meninggi. “DIA WANITA PILIHANKU. SAYA TIDAK PEDULI DENGAN GADIS PILIHAN AYAH!”Mata Ibu Abian mendelik pada Abian. “KURANG AJAR! JAGA SIKAPMU KALAU BERBICARA DENGAN AYAH!” Suara Caroline tidak kalah tinggi. “MAU NGELAWAN KAMU!”Abian mengalah. Amber datang, duduk di samping Abian—mengelus kedua pundak Abian. Wanita itu sedari tadi sembunyi-sembunyi menguping pembicaraan. “Sudah, ya. Kamu tenangin diri. Jangan dila
Pagi sekali Caroline bangun, mendengar suara berisik dari dapur. Terkaget-kaget melihat putranya sedang sibuk memasak."Apa yang kamu lakukan!"Abian tersentak kaget, hampir saja panci yang Abian pegang jatuh. Menoleh ke belakang, di sana Ibunya berdiri berkacak pinggang dan meringis sebal—mulai menghampirinya.“Kamu yang membuat sarapan setiap hari untuknya?!”“Memangnya salah aku membuat sarapan?” Abian bertanya balik penuh keheranan.“Ibu membesarkanmu untuk menjadi lelaki hebat dan sukses bukan untuk memasak, memalukan! Itu kan tugas istrimu!” sentaknya. “Di mana wanita itu? Apa masih enak-enaknya tidur, membiarkan suami mengerjakan tugasnya!” sungutnya.Abian menempelkan jari di bibirnya, memberi isyarat agar Caroline mengecilkan suara. “Husttt! Ibu! Pelankan suaranya, aku takut Alia dengar,” lirih Abian. Abian tidak tega mood pagi Alia dirusak oleh ibunya.“Kamu ini selalu saja melindunginya!” Caroline mencubit pin
Alia dan Abian sedang berada di Roosterfish Beach Club—tempat nongkrong luas menghadap ke pantai dan menyajikan pizza, burger, seafood lokal, BBQ, salad segar bir dan koktail dingin.Mereka berdua berjalan kaki untuk menuju tempat itu, karena jaraknya sangat dekat dengan Villa yang mereka inap.Roosterfish Beach Club, tempat yang menakjubkan. Dengan kolam renang tepi pantai besar diapit oleh cabana bambu dan kursi berjemur, restoran dan bar, DJ live dan hiburan lainnya.Abian dan Alia bersantai di bar kolam renang sambil berjemur, meminum jus menyegarkan. Alia mengenakan bikini sexy, topi pantai di kepala, dan kacamata hitam agar kedua matanya tidak silau karena sinar matahari. Sementara Abian memakai kemeja, celana kolor pendek dan, kacamata juga.“Kamu mau berenang?” tanya Alia, tangannya menunjuk ke kolam renang, di mana ada beberapa cewek-cewek memakai bikini supermini yang hanya menutupi bagian tengah saja. “Pemandangan yang indah. Pasti kamu
"WOY CARI KAMAR SANA!" Seorang wanita menjerit. Dia wanita yang terus-menerus mencari perhatian pada Abian.Alia dan Abian saling menjauhkan bibir masing-masing."Oh shit!" umpat Abian kesal.Ciuman mereka terganggu oleh wanita sialan itu. Pasti wanita itu asli Indonesia—terlihat dari wajahnya—dan terlalu ikut campur dengan urusan orang lain. Toh, bule saja acuh dan tidak peduli apa yang dilakukan orang lain di sana. Seakan melihat pemandangan orang berciuman adalah hal yang biasa.Panas di Bali seperti matahari tepat berada di atas ubun-ubun. Alia, Abian tidak lupa memakai sunscreen dan body lotion yang sangat penting bagi kulit, agar tidak kusam dan terbakar. Para wanita bule cantik malah sibuk berjemur.Alia tidak tahan sengatan sinar matahari. “Cari tempat untuk berteduh, yuk. Di sini panas sekali,” ajak Alia. Mengibaskan tangan berkali-kali sebab keringat bercucuran deras di dahi dan pelipis.Abian menurut. Mengaja
“I love you too.”Alia merasakan napas hangat Abian yang menerpa wajahnya. Dia berjinjit, mengalungkan kedua tangan di leher Abian lalu memajukan wajahnya untuk mencium bibir Abian. Mereka pun berciuman beberapa menit sampai salah satu darinya melepaskan ciuman. Kemudian saling berpelukan dengan nyaman. Dunia seolah hanya milik berdua. Tidak memperdulikan banyak mata melihat ke arah mereka.***Sepasang suami istri itu melakukan hal yang membuatnya keduanya tertawa lebar. Seperti bermain air, berciuman dengan mesra, dan kini mereka kejar-kejaran.Orang dewasa yang melihat tingkah Alia dan Abian pasti akan menganggap mereka berdua sepasang kekasih bukan sepasang suami istri. Saking romantisnya dan terlihat begitu muda.“Kamu tertangkap!” ujar Abian disela-sela tawanya setelah berhasil mengejar Alia dan memeluk Alia dari belakang. “Jangan kabur lagi, aku lelah mengejarmu,” bisiknya tepat di telinga Alia.Bisikan dari Abian membuat
Alia mengurungkan niatnya. Dia kembali duduk. Harus ekstra sabar. Sebenci itukah Caroline padanya? Hanya karena Alia pernah menikah lalu bercerai?“Biarkan Alia ke atas untuk istirahat, Bu. Dia pasti lelah dan kecapean.” Abian bersuara.“Hm.” Caroline bergumam sebagai jawaban.***“Mau menari denganku, Nona?”Alia langsung memutar badannya, menghadap bartender yang sedang meracik dan menyajikan minuman beralkohol untuk tamu lainnya. Dia menaruh gelas berisi white wine ke meja. Hanya satu kali melirik lelaki yang tadi mengajak menari. Alia berdecih melihat lelaki berkemeja putih itu tersenyum menggoda padanya.Jari telunjuk Alia yang sangat lentik bergerak atas ke bawah memainkan gelas itu. Ya, Alia asyik bermain dengan gelas wine seolah lebih menarik ketimbang lelaki di sampingnya.“Jarimu cantik sekali. Aku suka,” pujinya lagi berusaha mengajak Alia berbicara.Alia acuh. Kembali meminum white wine itu sedikit d