"WOY CARI KAMAR SANA!"
Seorang wanita menjerit. Dia wanita yang terus-menerus mencari perhatian pada Abian.Alia dan Abian saling menjauhkan bibir masing-masing."Oh shit!" umpat Abian kesal.Ciuman mereka terganggu oleh wanita sialan itu. Pasti wanita itu asli Indonesia—terlihat dari wajahnya—dan terlalu ikut campur dengan urusan orang lain. Toh, bule saja acuh dan tidak peduli apa yang dilakukan orang lain di sana. Seakan melihat pemandangan orang berciuman adalah hal yang biasa.Panas di Bali seperti matahari tepat berada di atas ubun-ubun. Alia, Abian tidak lupa memakai sunscreen dan body lotion yang sangat penting bagi kulit, agar tidak kusam dan terbakar. Para wanita bule cantik malah sibuk berjemur.Alia tidak tahan sengatan sinar matahari. “Cari tempat untuk berteduh, yuk. Di sini panas sekali,” ajak Alia. Mengibaskan tangan berkali-kali sebab keringat bercucuran deras di dahi dan pelipis.Abian menurut. Mengaja“I love you too.”Alia merasakan napas hangat Abian yang menerpa wajahnya. Dia berjinjit, mengalungkan kedua tangan di leher Abian lalu memajukan wajahnya untuk mencium bibir Abian. Mereka pun berciuman beberapa menit sampai salah satu darinya melepaskan ciuman. Kemudian saling berpelukan dengan nyaman. Dunia seolah hanya milik berdua. Tidak memperdulikan banyak mata melihat ke arah mereka.***Sepasang suami istri itu melakukan hal yang membuatnya keduanya tertawa lebar. Seperti bermain air, berciuman dengan mesra, dan kini mereka kejar-kejaran.Orang dewasa yang melihat tingkah Alia dan Abian pasti akan menganggap mereka berdua sepasang kekasih bukan sepasang suami istri. Saking romantisnya dan terlihat begitu muda.“Kamu tertangkap!” ujar Abian disela-sela tawanya setelah berhasil mengejar Alia dan memeluk Alia dari belakang. “Jangan kabur lagi, aku lelah mengejarmu,” bisiknya tepat di telinga Alia.Bisikan dari Abian membuat
Alia mengurungkan niatnya. Dia kembali duduk. Harus ekstra sabar. Sebenci itukah Caroline padanya? Hanya karena Alia pernah menikah lalu bercerai?“Biarkan Alia ke atas untuk istirahat, Bu. Dia pasti lelah dan kecapean.” Abian bersuara.“Hm.” Caroline bergumam sebagai jawaban.***“Mau menari denganku, Nona?”Alia langsung memutar badannya, menghadap bartender yang sedang meracik dan menyajikan minuman beralkohol untuk tamu lainnya. Dia menaruh gelas berisi white wine ke meja. Hanya satu kali melirik lelaki yang tadi mengajak menari. Alia berdecih melihat lelaki berkemeja putih itu tersenyum menggoda padanya.Jari telunjuk Alia yang sangat lentik bergerak atas ke bawah memainkan gelas itu. Ya, Alia asyik bermain dengan gelas wine seolah lebih menarik ketimbang lelaki di sampingnya.“Jarimu cantik sekali. Aku suka,” pujinya lagi berusaha mengajak Alia berbicara.Alia acuh. Kembali meminum white wine itu sedikit d
“Kamu sendiri datang ke sini?” tanyanya sambil menuangkan alkohol ke dalam unstem glass bentuk high ball glass yang digunakan untuk menyajikan minuman Vodka. “Diva vodka, minuman ini bisa memanjakan selera tinggi bagi pecinta vodka. Rasanya sangat smooth karena telah disaring menggunakan batu permata setelah diolah secara tradisional,” jelasnya panjang lebar.Alia hanya diam dan semakin mendengarkan apa yang dikatakannya. Tidak menulikan telinga lagi.“Kamu tahu botol kaca itu berhiaskan apa?”Lelaki itu tanpa henti mencoba mengajak Alia berbincang dengannya—membahas Diva Vodka.Ini baru pertama kali Alia mendengar jenis minuman itu. Sedikit menarik. Matanya tertuju pada satu botol di depan lelaki itu. Botol berwarna putih dan dihiasi oleh kristal sehingga terlihat begitu mewah. Alia mengangkat satu bahunya bertanda tidak tahu dengan pertanyaannya barusan.Lelaki itu tersenyum kecil. Akhirnya dirinya telah direspon dan tidak diacuhkan. “B
Liat siapa yang datang?"Abian?!" Alia panik setengah mati. Langsung mundur selangkah menjaga jarak dengan Juan.Ya. Benar. Lelaki itu Abian. Astaga. Bagaimana bisa Abian tahu kalau Alia sedang minum? Siapa yang memberi tahunya? Tidak mungkin orang lain menginformasikan pada Abian bahwa Alia sedang berada di salah satu club malam di Bali, berbincang dengan lelaki lain."Apa yang kamu lakukan di sini?" Sorot mata dingin diberikan pada Alia. Tentu. Abian merasa dibohongi."A-a-aku—" Alia terbata-bata. Matanya bergerak tidak tenang. Dia takut Abian marah padanya."Kau mengelabuiku?""Tidak! Aku ke sini untuk menghilangkan stres," jawab Alia sejujur-jujurnya. Memang itu tujuannya, daripada berada di Villa. Telinga Alia panas mendengar suara Caroline yang tidak suka padanya. "Aku tidak bermaksud berbohong." Meyakinkan sekali lagi.Ekspresi Abian datar. Tidak terlihat marah. Itu semakin membuat Alia takut. Orang yang marah den
"Anda tidak bergabung dengan mereka berdua?" tanya bartender itu membuyarkan lamunan Alia. Baru saja mengantarkan sebotol minuman ke meja Abian. "Sepertinya Anda kenal dekat dengan Tuan Abian," imbuhnya.Alia gelagapan. Berusaha tampil elegant. Berdehem sebelum menjawab, "Saya istrinya."Sontak bartender itu terkejut. "Wow .... Saya sungguh kaget mendengar kenyataan itu karena saya baru mengetahui Tuan Abian sudah beristri. Rupanya Tuan Abian telah menikah dengan wanita cantik bak bidadari." Lelaki itu memuji Alia. "Maaf telah lancang bertanya, Nyonya."Alia mengibaskan tangannya. "Tak apa. Santai saja. By the way, kamu sudah mengenali suamiku?"Bartender menggeleng. "Belum, Nyonya. Ini untuk pertama kali saya bertemu dengan Tuan Abian. Saya sangat terkejut tiba-tiba Tuan Abian datang ke club tanpa memberi tahu manager kami lebih dulu."Saat Alia berbincang dengan bartender. Tanpa disadarinya Juan menunjuk Alia dengan kening berkerut."Siapa dia? Kekasihmu kah?" tanya Juan. Penasaran
Juan geleng-geleng. "Kamu memang lelaki berbeda, Abian. Ayo, kita bersulang." Juan mengambil Vodka yang sangat mahal itu dan mengangkat ke udara.Abian dengan datar melihat Diva Vodka milik Juan. "Norak sekali," komentar Abian.Juan langsung menurunkan tangannya. "Bedebah! Ini sangat mahal.""Ya. Aku tahu."***Alia mengejar langkah Abian yang berjalan dengan cepat. Sejak keluar dari club malam itu, Abian sama sekali tidak menanggapi Alia. Saat di dalam mobil tadi, Abian diam saja."Sayang, kamu marah padaku?" Menaiki tangga, masuk ke dalam kamar. "Aku tidak ada niat untuk membohongimu. Sumpah!"Alia duduk di sofa yang ada di dalam kamar itu. Memperhatikan Abian yang sedang elepaskan pakaian. Kini Abian telanjang dada sehingga perut sex pack terlihat di depan mata Alia. Mata Alia berkedip dan menelan ludah berusaha tidak tergoda."Kamu pikir suamimu ini mudah dibohongi hm?" Abian memakai baju tidur.
Sementara itu, Amber sibuk menyuapkan makanan ke Xylia. Ibu muda itu berkali-kali menggerutu karena kesal Xylia susah sekali untuk makan. "Xylia, makanan harus dihabiskan. Jangan sampai ada sisa!" tegasnya, berharap Xylia langsung nurut.Xylia menggeleng. "Tidak mau!"Huh. Susahnya membujuk anak kecil. Amber melihat mangkok kecil makanan Xylia yang masih utuh."Tiga suap, okay?" bujuk Amber, menyuruh Xylia membuka mulutnya, tapi bibir Xylia langsung menutup rapat-rapat.Alia yang sudah selesai sarapan melihat Xylia ngambek tidak mau makan, membuatnya ada ide agar cepat pergi dari uang makan itu. "Sini, Kak. Biar saya yang membujuk Xylia makan," tawarnya.Amber tanpa berpikir panjang langsung memberikan mangkuk berisi makanan Xylia dan menyerahkan Xylia pada Alia. Amber ingin sarapan dengan tenang tanpa gangguan.Alia berdiri di samping Xylia lalu berkata lirih dan suara terdengar lembut. "Xylia ...."Xylia menoleh pada A
"Bagaimana dengan Alia?"Caroline membuang muka. Bibirnya menutup rapat. Sikap itu menunjukkan tidak menginginkan Alia ikut bersamanya ke Amerika."Bagaimana pun, Aku tidak bisa meninggalkan Alia!" tegas Abian lalu melanjutkan perkataannya, "Aku dan Alia nyaman tinggal di apartemen. Bisakah Ibu menyukai Alia? Memperlakukan dia seperti putri kandung Ibu sendiri? Aku mohon, jangan sakiti hatinya.""Aku lihat Alia wanita baik-baik," sahut Amber yang sejak tadi hanya menyimak tak berkomentar apa-apa. "Kenapa Mom tidak mencoba menyukai Alia? Dia sudah menjadi bagian keluarga kita karena menjadi istri pilihan Abian.""Tidak," balasnya singkat.Amber terkejut dengan respon Caroline. "Why?"Caroline tak menjelaskan.Mario mengetuk meja menggunakan jari telunjuk. Semua mata tertuju pada arahnya. Menarik napas dalam-dalam, ekspresi wajah serius. "Abian ..." panggilnya. "Ayah sudah memikirkan. Ayah sangat menghargai keputusanmu. Ja