“Cih, kenapa datang ke sini?”Alia kedatangan tamu di siang bolong, dia bertanya dengan tatapan malas setelah membuka pintu apartemen. Bola mata Alia bergerak dari atas turun ke bawah melihat secara detail di hadapannya sosok lelaki dengan muka kusut, rambut acak-acakan, dan pakaian lusuh, ditambah sepatu yang dikenakan lelaki itu kotor.“Ada apa dengannya? Mengapa seperti gembel,” celutuk Alia dalam hati.“A-anu ....” Fahmi menggaruk kepalanya dengan canggung, sangat malu berhadapan dengan Alia dengan keadaannya yang sekarang. Akhirnya memutuskan untuk pergi dari hadapan Alia tanpa berkata apa-apa. Fahmi berbalik badan, berjalan ke lift mengurungkan niat berbicara dengan Alia.“Ada masalah apa? Kenapa kamu terlihat kotor,” ejek Alia dan terdengar oleh Fahmi.Di depan lift yang terbuka, Fahmi terdiam, menerima ejekan Alia, sama sekali tidak marah.“Kemarilah, apa yang membuatmu ke sini.” Sebenarnya Alia tidak peduli, tetapi sanga
“Saya mendapatkan laporan, Nona.” Sang pengawal pribadi Misella dengan sopan berdiri di depan Misella yang sedang duduk santai meminum secangkir teh hangat. Melaporkan informasi yang diminta oleh Misella.“Ya? Cepat katakan!”“Baik, Nona.” Pengawal pribadi berbadan besar itu mengangguk tegas. “Seperti yang Nona minta untuk mengawasi Pak Fahmi.”“Bagaimana hidupnya?” tanya Misella penasaran.“Pak Fahmi kelihatannya sangat frustasi dengan hidupnya dan Saya mendapat informasi bahwa Pak Fahmi baru saja datang ke apartemen Belleza.”Mata Misella memincing, curiga. “Untuk apa dia datang ke apartemen?”“Saya melihat dari rekaman CCTV, Pak Fahmi sempat menginjak kaki di unit 002 ini. Lalu setelah itu, menaiki lift ke unit 001,” jelasnya. “Pak Fahmi sepertinya mendatangi mantan istrinya yang dulu,” tebak pengawal itu.“Ehem. Kamu mengawasinya?” Suara berat berdehem dari arah belakang tangga.Misella menoleh. Kaget meliha
“Kok jalur ini sepi sekali.”Abian hanya menanggapinya dengan senyuman.Sebagai orang kaya, Abian sengaja memesan 'private jet' untuk penerbangan Jakarta-Bali untuknya dan Alia. Abian menyewa jet pribadi dengan Tarif USD 38.000 atau Rp592,8 juta. Tarif tersebut termasuk izin penerbangan dan biaya ground handling bandara, makan dan minum selama penerbangan, serta fasilitas lounge bandara."Kita akan naik private jet," ucap Abian santai.Alia terbengong, begitu juga Davina saat mengetahui Abian sewa jet pribadi. Para wanita itu tentu tahu sebanyak apa uang yang dihabiskan Abian untuk liburan ini. Alia menjadi semakin penasaran, sekaya apa suaminya dan sekaya apa keluarga Abian.Sebab, hingga saat ini hal itu masih menjadi rahasia. Alia belum mengenal jauh keluarga Abian. Karena mereka jarang bertemu, apalagi Abian juga cenderung menutupi, dan hanya menjawab sekenanya. Tak pernah gamblang menjelaskan kekayaannya dan juga keluarganya.
Malam ini Thalia Davira sangat cantik. Mengenakan little black dress to dinner with Abian Ghiffari. Kali ini Alia memakai lipstick merah tebal, rambut panjangnya dibuat bergelombang, dan bau parfum yang manis tercium di hidung Abian tak hilang-hilang."Wangi sekali," komentar Abian saat di dalam mobil, sedang menuju ke salah satu restoran."Aku memakai parfum darimu. Ternyata aromanya manis sekali. Aku suka."Abian tahu sifat Alia yang selalu menghargai barang pemberian orang lain. Apapun hadiah yang Abian berikan padanya, pasti Alia menyukai."Apa yang membuatmu malam ini kamu lebih cantik, Al?" Abian terus tersenyum melihat kecantikan Alia yang tidak biasanya. "Apa karena lipstick merahmu?"Cantik? Alia rasa malam ini berdandan tidak berlebihan. Alia menyalakan ponselnya, melihat wajahnya sendiri dari kamera ponselnya. "Ah, tidak juga. Ini biasa saja. Bukannya aku selalu berdandan seperti ini?""No." Abian menggeleng. "You're
Alia menuangkan wine ke gelas Abian sambil berkata lirih, "Kau lihat? Semua pelayan melihat ke arah kita. Itu membuatku risih." Alia tidak nyaman."Abaikan saja. Pelayan wanita pasti iri dengan kecantikanmu," tutur Abian santai meminum wine yang tadi Alia tuangkan ke gelasnya hingga habis.Alia menompangkan dagunya dengan tangan, matanya bergerak melirik ke kanan kiri. "Aku pikir mereka ingin berada di posisiku. Maksudku, mereka menginginkan menjadi istri lelaki kaya dan tampan sepertimu," balas Alia menurut pendapatnya. "Ya, kan, sayang?"Abian hanya mengangguk saja."Aku ingin ke toilet sebentar."Alia pun mengangkat tangan kanan dan memanggil salah satu pelayan untuk bertanya di mana letak toilet. Sang pelayan menjelaskan letak toilet tapi Alia tidak paham, jadi pelayan dengan inisiatif untuk mengantarkan Alia.Lima menit kemudian, Abian bosan menunggu Alia yang tak kunjung kembali dari toilet. Abian akhirnya menyusul Alia ke
"Tenang aja, semua pasti berjalan lancar. Aku yakin orang tuaku menyukai kamu," Abian menenangkan Alia.Alia mengangguk paham, dia percaya apa kata Abian.Perjalanan itu mereka lewati dengan keheningan. Abian fokus ke jalanan, sedangkan Alia sedang sibuk dengan pikirannya. Dia mempersiapkan bagaimana kalimat dan sikap yang akan dia tunjukkan kepada keluarga Abian.Hingga mobil mereka tiba di pelataran sebuah villa yang diketahui milik keluarga Abian. Tapi Abian tidak memberi tahu itu villa milik keluarganya. Walaupun Alia tahu bagaimana keluarga Abian yang sangat berada. Hati kecilnya sedikit merasa rendah diri. Apalagi Alia hanyalah orang biasa."Ayo turun," Abian mengajak Alia setelah membukakan pintu untuk wanita itu.Mereka berjalan bersama, menuju ke pintu depan. Villa itu memiliki taman yang cukup luas, sebelum sampai ke pintu masuk. Abian tak lupa menggenggam tangan Alia yang dingin, antara karena cemas atau memang udara malam.
Abian dan Ayahnya memiliki wajah yang mirip. Meski Ayah Abian sudah cukup berumur, beliau masih nampak begitu tampan dan berwibawa. Apalagi dengan bahu yang masih tegap, mungkin beliau masih bisa di panggil dengan sebuatan Hot Papa. Banyak wanita muda yang rela menjadi wanita simpanan, tapi Maria tetap setia pada Caroline. Semoga saja sifat Abian persis seperti Mario. Lelaki setia dan tulus menemani sang istri hingga akhir hayatnya. Dan yang paling Abian tunggu, sosok terakhir yang dia sapa. Siapa lagi kalau bukan Kakaknya, Amber Hailey. Wajah kakaknya sekrang jadi terlihat lebih dewasa, mungkin karena dia sudah melewati beberapa fase hidup yaitu pernikahan, memiliki anak, dan masih kelihatan cantik dengan body goals karena hobi gym. "Long time no see, Sis," sapa Abian dengan senyuman lebarnya dan hendak memeluk Kakaknya itu. Amber menurunkan Xylia dari gendongannya. Membalas pelukan hangat untuk melepaskan kerinduan pada sang adiknya.
Setelah Alia memperkenalkan diri, Abian memandu mereka untuk berkumpul di ruang keluarga. Kedua orang tuanya duduk berdampingan, Amber di samping Ibunya, lalu Abian dan yang paling ujung ada Alia. Orang tua Abian nampak tenang, sementara Amber sibuk bermain dengan Xylia. Putrinya itu memang sedang masa aktifnya. Jadi wanita itu harus meladeni permintaan sang putri agar tidak rewel. Jika hening begini, suasana di ruangan itu mencengkam. Apalagi kedua orang tua Abian juga tak membuka percakapan terlebih dahulu. Sehingga Alia juga hanya bisa diam dan terseyum. Sesekali ia juga melihat tingkah lucu Xylia saat bermain. "Jadi gimana kabar Ayah sama Ibu selama di Amerika? Ada hal yang menyenangkan untuk di ceritakan ke Abian?" Akhirnya Abian membuka suara, dia basa-basi sebelum membicarakan tujuan utamanya. "Amerika sangat menyenangkan, sayangnya tidak ada kamu di sana," jawab Caroline. Abian sedikit tertawa, "Kan aku di sini juga bekerja,
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel