"Kenapa cemberut?" Fahmi bertanya setelah kembali dari toilet, melihat wajah Misella yang ditekuk membuatnya bertanya-tanya.
Fahmi sempat melirik ke meja sebelah, tidak ada Alia lagi di sana. Fahmi yakin, Abian mengajak Alia pergi pada saat dia berada di toilet.
"Jujur saja, kamu terus mencuri pandangan ke mantan istrimu itu, kan?!" jawab Misella penuh kekesalan.
Fahmi berusaha santai, agar tidak terlihat gugup. "Ada apa denganmu hari ini?"
"Kamu membuatku sensitif hari ini dan membuatku tidak nyaman."
Fahmi menghela napas berat. "Apa kamu masih berpikir aku belum melupakan mantan istriku?"
Misella diam.
"Dengar. Aku sudah melupakannya, sayang. Sekarang memulai hidup baru denganmu, bukan? Percayalah."
Misella mengangguk berpura-pura untuk percaya. Dia me
Satu bulan kemudian.Pukul 22.00, malam.Misella putus asa ketika Kayla tak berhenti menangis. Wanita itu kewalahan mengurus bayi satu hari penuh, sebab baby sister sedang mengambil libur satu hari penuh."Ku mohon... berhentilah menangis."Sudah berbagai cara menenangkan Kayla agar tidak menangis, tetap saja tak mampu membuat bayi itu diam, malahan tangisan semakin keras.Tangan Misella terulur untuk menyentuh dahi Kayla. Panas."Jangan-jangan Kayla sakit demam," gumamnya.Seketika Misella panik sendiri, tidak tahu harus berbuat apa saat putrinya sakit demam. Berjalan mondar mandir dengan kekhawatiran dan wajah panik sambil menggendong Kayla. Agak kesal sebab di unit apartemennya yang luas itu
“DIAM! BERHENTILAH MENANGIS!” Misella bak orang gila menyuruh Kayla untuk tidak menangis.Mata Fahmi melebar dengan apa yang Misella lakukan pada putrinya. Melihat Kayla yang hampir kehabisan napas, Fahmi segera menarik tangan Misella dengan cengkraman kuat.“APA-APAAN KAMU INI, HAH?!” Suara Fahmi tidak kalah keras. “KAMU INGIN MEMBUNUH ANAKMU SENDIRI? IYA?! GILA KAMU!”Fahmi tidak percaya dengan kelakuan Misella terhadap Kayla. Lelaki itu menjambak rambut Misella dengan keras hingga terdengar rintihan kesakitan.“L-lepaskan!” Misella baru menyadari kehadiran Fahmi saat suara keras menggelegar. Dia memandang Fahmi dengan penuh amarah dan mencakar tangan Fahmi agar melepaskan jambakan rambut.Fahmi melepaskan jambakan dengan tarikan kuat
Abian meminum susu sebelum menjawab. “Aku belum siap menjadi seorang Ayah, sayang. Aku masih sibuk dengan pekerjaanku dan urusan perusahaan di Amerika,” jelasnya. “Aku harap kamu mengerti.” “T-tapi ... yang mengandungkan aku bukan kamu.” “I know.” Abian mengangguk. “Aku tidak ingin kamu hamil lalu merasa kesepian karena aku terlalu sibuk. Aku suamimu, ingin menjagamu selama 9 bulan hingga bayi lahir tanpa meninggalkanmu sedetikpun.” Mendengar penjelasan dari suaminya, Alia tereyuh tidak bisa berkata-kata. Pemikiran Abian sederhana, namun membuat mata Alia berkaca-kaca. Memang. Satu bulan ini Abian sibuk sekali, bahkan saat di rumah fokus pada laptop hingga larut malam. Alia memaklumi itu, tetapi lama-kelamaan merasa diabaikan. “Kalau itu kemauan darimu. Baiklah ... aku akan menerima.” “Terima kasih atas pengertianmu.” *** “Kenapa kamu tiba-tiba datang? Apa kamu ingin membuat keributan di sini?” sinis Alia. Pagi sekali Alia kedatangan tamu setelah Abian berangkat bekerja m
Alia menerima tawaran untuk bergabung Asosiasi wanita yang beranggota Findy, Yuna, dan Erika. Pasti, penampilan mereka terlihat begitu mahal, dari atas hingga ujung kaki memakai barang branded.Saat ini mereka berempat berada di coffe shop, sekalian dinner. Alia berjanji akan membayar bill alias mentraktir makan malam. Jadi, menyuruh mereka memesan apa saja, sesuai keinginan masing-masing.“Wah ... kamu baik sekali, Alia,” puji Yuna. “Ngomong-ngomong, apa kamu tidak makan malam bersama suamimu yang tampan itu?”Erika dan Findy sibuk membaca menu dan memesan banyak makanan.“Suamiku lembur. Aku tidak punya teman untuk diajak mengobrol.”Erika mengangguk mengerti. “Kamu baru merasakan kesepian. Kalau aku sudah terbiasa ditinggalkan suami bekerja keluar kota bahkan keluar negeri.”Alia tersenyum tipis. Akhir-akhir
Fahmi memakirkan mobil di basemen. Mematikan mobil, namun tidak kunjung keluar dari mobil. Yang dia lakukan adalah mengusap wajah berkali-kali dan mendesah kasar. Terlihat kebingungan dari raut wajahnya.Menyadari apa yang telah diperbuat. Bercinta dengan seorang waiters membuatnya sadar, jauh dari lubuk hati masih menginginkan mantan istrinya, berfantasi s*ks dengan Alia lagi.“Sepertinya aku sudah gila.”“Menginginkan Alia lagi ....”Fahmi bak orang gila berbicara sendiri di dalam mobil.***Alia menunggu Abian pulang di ruang keluarga sambil menayangkan film di layar iPad miliknya. Tiba-tiba ponsel berdering. Alia segera mengangkat panggilan dari sang suami.“Kamu belum tidur?” Suara sebrang sana.“Hei, cepatlah pulang. Aku belum bisa tidur karena menunggumu.” Nada rengekan dari Alia meminta Abian untuk cepat pulang.“Satu jam lagi, ya. Kan sudah aku bilang. Aku lembur, sayang.”Alia mengecutkan bibirnya. Lembur lagi. Lembur lagi. Rasanya hidup sendiri di unit 001 di apartemen yang
PLAK!Tamparan itu membuat Fahmi terkejut. Dia meraba pipinya yang mulai terasa panas dan meringis, sama sekali tidak menyangka bahwa Alia akan melakukan hal tersebut padanya.“Mengapa kamu malah menamparku?!”“Sadarlah, Fahmi! Sadar!!!” pinta Alia memohon agar Fahmi bisa mengendalikan diri.Sorot mata Fahmi melemah. “Aku masih sangat mencintai kamu, Alia.” Dia berbicara dengan sungguh-sungguh. “Aku ingin kembali padamu.”Bug!Bug!Alia menghantam tubuh Fahmi dengan sangat keras, dia ingin Fahmi menjauhinya karena sungguh Alia benar-benar merasa bahwa Fahmi telah berbuat kurang ajar pada dirinya.Bug!Satu pukulan keras mendarat di bahu kiri Fahmi.“Demi Tuhan! Aku bersumpah tidak menginginkanmu kembali!”
"Aku mohon Alia dengarkan aku, hanya aku yang bisa membuat kamu bahagia. Aku mohon Alia. Beri aku kesempatan sekali ini."Fahmi benar-benar memohon, tapi Alia sudah tidak peduli."Keluar!! Aku bilang keluar ya keluar!!!"Alia berteriak-teriak seperti orang gila, dia benar-benar merasa jijik melihat Fahmi yang saat ini ada di depannya."Kamu laki-laki kotor! Keluar kamu dari apartemen ini atau aku akan berbuat lebih nekat lagi," ancam Alia.Alia mengusir Fahmi dengan sekuat tenaga, dia begitu serius menghardik Fahmi dan meminta Fahmi untuk segera pergi.Saat ini Alia dan Fahmi sudah bercerai sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi di antara mereka. Terlebih Alia sudah menikah dengan Abian jadi tidak ada alasan lagi bagi Fahmi untuk mendekati apalagi merayunya."Beri aku kesempatan Alia ...."Fahmi berbicara dengan
Di kamar.Misella duduk ditemani oleh cahaya lampu tidur. Dengan memakai lingerie sexy. Mengigit kuku menandakan cemas. Berulang kali melirik ponsel barunya di meja, berharap ada panggilan masuk dari orang yang ditunggu.Siapa lagi kalau bukan menunggu Fahmi?Misella menyentuh layar dengan wallpaper foto pernikahannya. Jam sudah menunjukkan pukul 1 AM dan Fahmi belum pulang.Dia memencet nama kontak 'Suami.' Mencoba menelpon Fahmi lagi. Berharap kali ini panggilan terangkat.Tidak terjawab.Misella mendesah kasar. “Liat saja. Aku akan menunggu sampai Fahmi pulang, meminta penjelasan detailnya!” geramnya.Misella bahkan rela menahan kantuk. Tubuhnya terasa lelah sekali, sudah mengurus bayi kini menahan kantuk demi menunggu suami pulang.***
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel