"Oh, astaga!" Suara itu dari seorang wanita cantik tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Dengan tepuk tangan hebohnya berjalan mendekati Misella yang sedang duduk di sofa panjang ditemani bridesmaids sambil menunggu acara pernikahan di mulai. Mata Misella langsung tertuju pada sang wanita itu. Kedua netra membulat sempurna melihat siapa yang datang. Siapa sangka yang masuk ke dalam kamarnya tanpa izin, ialah mantan sahabatnya dulu. "Bagaimana dia bisa masuk?!" celutuk Misella dalam hati. Misella sangat emosi kepada penjaga yang tidak bejus menjaga di depan pintu kamar agar tidak ada yang masuk ke dalam kamar kecuali keluarga. Langkah pelan wanita itu yang akan sampai di depannya—membuat Misella tidak mengedipkan mata sekalipun. Dia tampak syok dan dibuat terkejut dengan kedatangannya secara tiba-tiba. Di tengah rasa keterkejutan, ingatan masa lalu terputar di otak. Kenangan manis dan pahit. Kenangan manis saat tertawa lepas bersama sahabat. Kenangan pahit atas kejahatan yang pernah
Semua para tamu undangan sudah hadir. Mereka tampak antusias menunggu Misella dan Fahmi. Rasa penasaran bagaimana wajah cantik dari pengantin putri. Akhirnya yang ditunggu-tunggu telah tiba. Semua tamu bertepuk tangan meriah dan heboh saat mempelai wanita muncul bersama sang ayahnya. Sementara Fahmi sudah berdiri di sana sedari tadi, menunggu calon istri. Master of Ceremony atau sebagai pemandu sebuah acara dengan ceria mengiring acara. Apalagi saat Misella berjalan beriringan dengan Robert—ayah Misella. MC heboh sendiri ditambah suara tepuk tangan para tamu. Misella memakai Dreamy Gown penuh kilaun berwarna putih—membuatnya bak Putri sangat cantik, apalagi veil serasi dengan gaun. Gaun bagian leher terpotong membentuk V dengan model sabrina, dan gaun cantik itu memiliki bentuk mengambang bagian bawah. Hair style sanggul twisted dengan hiasan baby's breath flower. Beberapa anak rambut dibiarkan jatuh membuat kesan lebih anggun. Make up terlihat flawless dengan nuansa peach di bagi
"Astaga! Mengapa kamu sangat cantik!"Misella tersenyum ramah menanggapi pujian. "Terima kasih," ucapnya.Hanya beberapa orang saja yang tidak suka atas pernikahan mereka. Sorot mata penuh ketidaksukaan dan kebencian. Termasuk mantan sahabat Misella, wanita itu berkali-kali menyunggingkan senyuman miring. Tidak hanya Marsha, beberapa Dokter dari rumah sakit Fortis yang diundang tampak membenci kedua orang itu."Cium!"Teriakan keras menyuruh pasangan itu berciuman. Sontak orang lain ikut berteriak menginginkan Fahmi dan Misella berciuman di depan banyaknya para tamu."Cium! Cium! Cium!"Pipi Misella memerah seketika. Hah? Berciuman ditonton semua orang di acara pernikahan? Ah ... Misella sangat malu."Cepatlah cium mempelai wanitanya!"Akhirnya Fahmi dan Misella saling berhadapan dan tatapan. "Ayo lakukan," ucap Misella setengah berbisik."La-kukan apa?" tanya Misella. Suaranya terdengar lirih."Ayo ki
"Sedang apa kamu di sini?" Fahmi bertanya dingin usai mendekati Alia dengan wajah sungguh tidak enak untuk dilihat. Ya, Fahmi tak mengharapkan kehadiran Alia.Niat Tiffany mengusir Alia kian diurungkan, berdiri tegak di samping Misella. Sementara Misella memasang ekspresi tegang, menggertakan gigi, dan tangan mengepal kuat. Tak berkedip melihat pemandangan di depan mata.Persetan dengan mantan istrinya!"Huh! Bagaimana bisa dia ada di sini?! Pasti Mas Fahmi yang mengundangnya!" duga Misella dengan kesal setengah mati pada Fahmi, dia yakin seratus persen dugaan benar. "Tidak habis pikir! Aku tidak mau tahu. Wanita tidak tahu diri itu harus pergi sekarang!" batin Misella.Kaki Misella baru melangkah satu langkah, berhenti seketika ketika tangan besar milik Robert menahan. Dengan gelengan kecil bertanda Misella harus tetap berdiri di sana. "Aish ... Menyebalkan sekali!" sunggut Misella."Biarkan saja dulu mereka berbicara." Robert bersuara."Tapi, Pa ...." "Sudah, diam saja. Apa kamu
"Wah ...." Alia takjub dengan wedding tema garden party, pernikahan Fahmi dengan Misella yang dibuat nuansa white dan dipunuhi bungga baby's breath. "Konsep dekorasi pernikahan outdoor ini sangat terlihat mewah. Bukan begitu sayang?" Abian sejak tadi diam langsung menarik sudut bibir. "Ya. Benar. Pernikahan kalian sangat mewah dan cantik dengan hiasan bunga baby's breath." Alia pun menggandeng tangan Abian dengan manja seakan mulai memamerkan keromantisan dan bersiap mengatakan telah menikah dengan Abian. Ya tentu ingin membuktikan bahwa Alia telah move on dari Fahmi, tak ada rasa kecemburuan atas pernikahan Fahmi. "Sayang?" beo Misella. Fahmi bingung apa yang dikatakan Alia barusan, memanggil Abian dengan sebutan sayang. Abian tertawa kecil. "Kenapa kalian terkejut? Kita memang telah menikah di Los Angeles," ungkap Abian. "Alia sudah menjadi istriku sekarang."
Alia dan Abian sudah duduk tenang di salah satu meja yang kosong.Dari jauh, Fahmi memperhatikan penuh tatapan kebencian, Alia dan Abian sedang tertawa lepas.Dengan berat hati acara pernikahan dilanjutkan. Seorang MC mencoba mencairkan suasana, berbicara panjang lebar dengan bahasa yang cukup menghibur. Sementara Misella tersenyum paksa berkali-kali untuk menutupi suasana hati yang sudah rusak."Mari beri mereka tepuk tangan yang meriah!" teriak MC.Suara tepuk tangan mulai terdengar, tidak seramai di awal, dan mereka tidak bersemangat untuk bertepuk tangan.MC memanggil baby sister untuk naik karena akan ada sesi pemotretan bersama bayi mungil itu. Beberapa menit baby sister sudah berdiri di depan Misella.Misella menggendong Kayla dengan hati-hati. Sangat memperhatikan bagaimana cara menggendong bayi yang baru lahir. Apalagi bagian kepala Kayla, jang
"I love you," ucap Fahmi terdengar lembut dan tulus. "I love you too," balas Misella. "Thanks you telah menerimaku. Kamu sangat berharga bagiku." Setelah mengucapkan terima kasih, Fahmi memajukan badan mencium bibir merah Misella dengan lembut, berciuman di depan banyaknya orang untuk kedua kali. Tangan Misella kini berada di pinggang Fahmi, membalas ciuman itu dengan amat mesra. "Wow ...." Sorakan terdengar keras. Jelas, semua mata melihat secara langsung adegan ciuman yang dilakukan Fahmi dengan Misella. "Berani sekali Fahmi mencium Misella padahal ada mantan istri," komentar orang lain sambil menutup mulut dengan tangan. Tanpa Misella sadari, saat Fahmi berciuman dengannya. Kedua bola mata Fahmi terbuka lebar tanpa berkedip melihat ke arah Alia. Seakan kode darinya agar Alia menyaksikan ciuman itu. Mata Alia memanas. Bibir manis Fahmi yang dulu miliknya, sekarang bukan miliknya lagi. Ah, shit! Menyaksikan ciuman itu di depan mata mengapa membuat Alia merindukan bibir d
Jujur, sedari tadi Alia ingin masuk ke dalam apartemen, merebahkan badan di tempat tidur megahnya, melepaskan penat. Tetapi pesta belum berakhir. Mau tidak mau Alia menunggu hingga pesta pernikahan selesai. "Wah ... Alia." Elvan geleng-geleng kepala menatap Alia dan Abian secara bergantian. "Aku tidak menyangka kalian berdua menempati apartemen penthouse Belleza ini," takjub Elvan. Alia menanggapi dengan senyuman malu. "Dia tidak pernah bercerita padaku!" dengus Ayora. "I'm sorry, Ra. Soalnya Abian yang mengurus semuanya," pungkas Alia. "Oh, ya. Aku akan mengambil minuman dulu. Kalian lanjutkan saja pembicaraan," izin Alia pada Ayora, Juwita, dan Elvan. Momen berkumpulnya lima orang mengingatkan dinner beberapa hari yang lalu di hotel. "Jangan lama-lama," ucap Ayora. Alia mengangguk dan berjalan ke bartender. Wanita itu pun menyuruh bartender menuangkan segelas alkohol ke dalam gelasnya. Saat meminum sedikit demi sedikit sambil matanya melihat keindahan pesta malam itu. Sayup-
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya
Lima jam yang lalu.Misella dan Bella saling berdebat kecil mengenai undangan party dari Yuna. Bella merobek-robek kertas undangan pink pastel cantik itu dengan kesal. "Untuk apa kau datang?! Bukannya lebih baik kamu mengabaikan wanita penyebalkan itu!" omel Bella, pipinya merah menyala. Tak habis pikir jalan pikiran adiknya itu. Diperlakukan buruk, dipermalukan masih saja mau bergabung dengan orang bermuka tebal. Misella berdiri memasang muka tanpa dosa di depan Bella. "Aku hanya ingin datang. Apa salahnya, sih, Kak?""Salah! Memang salah." Bella menarik napas dalam-dalam. Sadar, hanya masalah kecil sampai berdebat dan emosi begini. "Sudah, abaikan saja," lanjutnya menahan diri—merebahkan tubuhnya di sofa."Aku mau datang! Titik." Misella keukuh. "Aku belum pernah datang ke party tahun baru."Bella memutar bola matanya. Astaga. Adiknya sudah dewasa tapi masih keras kepala. Tidak pernah menurut perkataanya. "Ya sudah. Aku temenin! Jangan sendirian. Bisa jadi kamu akan dipermalukan de
Sudah setengah jam Alia pingsan, kini mulai sadar. Matanya mulai terbuka, pandangan pertama yang dilihat adalah lampu cantik di atas langit-langit dinding yang menggantung. "Akhirmya kamu juga sadar, sayang." Abian menghela napas lega. Setia menunggu Alia bangun, tak melepas genggaman tangan.Alia melihat Abian duduk di sampingnya. "A-apa yang terjadi padaku? Di mana kita?" tanyanya bingung, sadar sedang bukan di kamar miliknya, kamar itu asing.Pelayan datang membawa segelas air putih, diberikan pada Abian. "Minum dulu," perintah Abian.Alia bangun dari posisi baringnya. Meminum beberapa teguk air putih dibantu Abian memegang gelasnya."Kamu pingsan, sayang. Kita masih di apartemen Yuna," ucap Abian memberi tahu. Alia sadar seketika. Matanya membesar, ingat kejadian menakutkan. Memegang kepalanya yang terasa pusing. Dia langsung turun dari ranjang tanpa berpikir panjang, tubuhnya oleng—untunglah pelayan siap siaga me
Bunyi kaca pecah mengangetkan dan tiba-tiba ada teriakan dari atas membuat empat orang di balkon itu menengadah kepala ke atas. Betapa terkejutnya melihat ada seseorang di atas sana—di dorong hingga tubuhnya hilang kendali, jatuh bersamaan serpihan kaca tebal telah melukai setiap kulitnya. Tangan itu berusaha menggapai di udara, namun malangnya tak bisa berpegang benda apapun.Pasrah dalam hitungan detik tubuh itu jatuh melewati samping kiri balkon hingga menghantam sky light lobby apartemen yang terbuat dari kaca. Sky light berbentuk persegi panjang terpecah, hancur seketika. Saat menghantam lantai seketika sel sel dalam tubuh meledak. Pembuluh darah pecah sehingga tak ada sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh membuat organ vital dan otak berhenti berfungsi. Tengkorak hancur beberapa bagian dan darah terciprat ke mana-mana.Orang-orang sedang berada lobby terkejut mendengar bunyi amat keras lalu diperlihatkan tubuh tergeletak tak bernyawa. Tak hanya itu penghuni Bel