Sudah satu hari, Alia dan Abian menginap di hotel bintang lima mewah. Klasik, elegan, manis dan romantic terpancar begitu kuat dari desain kamar hotel ini. Sebuah ranjang putih bersih dan besar terlentang di tengah ruangan, di belakangnya terlihat lukisan bunga sakura, dan kursi di bawah kaki. Perabotan dengan bentuk unik terlihat pada lampu utama, membentuk bagaikan lilin yang terbungkus dengan cangkang kaca bulat indah. Sentuhan warna krim muda dan cerah dapat dikatakan mendominasi keseluruhan ruangan. Guratan-guratan ukiran dari emas terpatri di langit-langit ruangan. Jendela kaca yang lebar memperlihatkan balkon untuk meningkatkan pemandangan kota Jakarta. Kursi santai serta meja kerja di dekat jendela kaca yang mengarah ke balkon. Sempurna! Alia sangat betah tinggal di hotel tersebut. Berharap tidak pindah ke Apartment, tapi apalah daya. Sang suami mempunyai rencana beberapa hari ke depan akan pindah ke apartemen termahal di kota Jakarta setelah Abian menemukan apartment ya
HAPPY READING~ “Oh, shit!” Alia mengumpat kata-kata kasar. “Kenapa sayang?” Abian berbisik pelan menyadari perubahan ekspresi Alia secara mendadak. Mata Abian turun ke selembar kertas yang dipegang oleh Alia dengan tangan bergetar. Wanita itu menoleh pada Abian dengan sorot mata redup. Wajahnya teduh. Dia terluka. Hatinya tergores. Luka batin terlalu dalam, sehingga membutuhkan waktu lama untuk sembuh karena semua kenangan masih terekam jelas dan melekat di otaknya. Alia belum sepenuhnya lupa.Dia masih ingat dengan seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya.Dahi Abian berkerut, bertanya-tanya dengan rasa penasaran sekaligus bingung. Abian menyentuh pipi Alia, mengusap lembut bibir Alia dengan jempolnya. “Apa yang terjadi?” tanyanya.Alia memberikan benda di tangannya pada Abian dan langsung berpindah tangan.“Dari siapa?”Alia menggelang lemas seakan tidak ingin menjawab pertanyaan Abian. Dia bingung. Sungguh bingung. Tidak tahu merespon bagaimana. Akhirnya Abian mulai membaca t
Pemandangan kota Jakarta terlihat jelas dari jendela kaca hotel berbintang. Satu meja besar di isi oleh rekan kerja profesi sebagai Dokter dan perawat yang sudah mengenal Alia dan Abian cukup lama. Para wanita berpenampilan glamor dan cantik.Acara makan malam sebagai pertemuan pertama Alia dan Abian sekembalinya di Jakarta dari Amerika. Sekembalinya Alia Abian yang tidak disangka-sangka mengejutkan mereka. “Kemarilah dan duduk, Al,” ucap Ayora, sahabat Alia. Dia menepuk kursi agar Alia duduk di sana.Sebelum Alia datang, mereka tengah mengobrol ringan. Ya. Hanya beberapa orang saja yang datang di acara dinner. Ayora, Juwita, dan Elvan.Alia tersenyum mengangguk, duduk di samping Ayora dan sekaligus duduk di sebelah suaminya. Meletakkan minuman di depan Abian, tersenyum manis sembari mengelus lembut lengan Abian dengan tatapan romantis. “Sudah lama tidak bertemu. Kalian sehat semua?” sapa Alia, menatap mereka bergantian.“Tentu saja! Seharusnya kita sering bertemu,” jawab Juwita. “
Alia dan Abian berada di mobil menggunakan sopir pribadi, mereka berdua pergi ke toko pakaian. Mencari pakaian untuk hadir ke acara pernikahan Fahmi. Ya, Alia ingin tampil kece dan cantik di pesta pernikahan, mengenakan gaun pesta modern agar menjadi pusat perhatian. Gaun dengan desain model simpel dan elegan. Saat sampai di toko milik Designer terbaik di kota itu—mempunyai koleksi terbaru tak kalah cantik dengan koleksi lamanya. Keduanya di sambut ramah dan di sapa hangat oleh para pelayan. Ada salah satu pelayan yang menawarkan bantuan. “Ada yang bisa saya bantu, Kak?” “Saya ingin mencari gaun pesta dan setelan jas untuk suami saya,” jawab Alia memberi tahu ke pelayan. “Baik.” Pelayan sangat sopan. “Mau melihat gaun pesta terlebih dahulu? Kebetulan ada gaun cantik koleksi terbaru dari kami,” lanjutnya memberi tahu. “Boleh, deh,” putus Alia. “Mari silahkan.” Alia pun menggandeng lengan Abian dengan semangat, mengikuti langkah pelayan itu. Sepanjang langkah mata Alia mengedar
Tiffany tak peduli ucapan Misella. "Mama melakukan ini demi pernikahan kamu," pungkas Tiffany membela diri. Dia tidak kapok untuk kembali menekan panggilan ke nomor di kontaknya. Hampir semua nomor orang yang tersimpan di ponsul sudah dihubungi dan hanya beberapa saja yang menerima undangannya. "Hallo, Bu. Ini saya Tiffany, istri dari Pak Robert," sapa Tiffany dengan nada ceria dan semangat ketika panggilan sudah terhubung. Tiffany menelfon istri dari pemilik perusahaan yang pernah bekerja sama dengan perusahaan milik suaminya. "Oh, hallo ... Tiffany? Astaga! Sudah lama tidak berbincang denganmu," balas wanita bernama Carisa itu tak kalah semangat. Tiffany mengembangkan senyuman mendengar respon dari Carisa itu, ikut bersemangat dan terbawa suasana heboh. "Benar! Sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabar Anda?" "Tentu saja baik-baik saja!" jawab Carisa. "Oh, ya. Dengar-dengar putrimu sudah melahirkan?" "Benar sekali. Misella melahirkan seorang putri cantik, wajahnya mirip den
Di tengah malam. Fahmi melangkah pelan sambil memegang segelas anggur merah. Lelaki berkaos putih itu berdiri menikmati pemandangan kota Jakarta dari ketinggian di kaca besar dan lebar. Tangan kanan tenggelamkan di kantong celana, sedangkan tangan kiri memegang gelas anggur. Sesekali meneguk anggur itu sedikit demi sedikit. Senyuman tipis terlihat jelas. Suasana hatinya sedang happy. Rasanya tidak pernah menyangka. Kehidupan bagaikan roda berputar. Dulu Fahmi mengira dirinya akan jatuh miskin setelah bercerai. Siapa sangka setelah bercerai dan keluar dari penjara hidupnya berubah total! Tinggal di apartemen Belleza, apartemen khusus orang yang mampu dan berduit saja. Dering ponsel menandakan ada panggilan masuk. Fahmi menggerutu kesal karena merasa terganggu sekali disaat sedang menikmati keindahan kota di malam hari, namun mau tidak mau harus melihat siapa yang menelponnya. Lelaki itu memutar badan untuk mengambil ponsel yang masih menyala. Dengan cepat mengangkat panggilan itu,
Satu minggu kemudian .... Tibalah di hari H. Hari pelaksanaan pesta pernikahan yang telah ditunggu dan dinantikan. Dengan tema taman atau outdoor. Ya, lebih tepatnya di laksanakan di belakang apartemen Belleza, tersedia taman yang sangat luas. Kursi putih berjejer dan berbaris untuk para tamu menyaksikan pernikahan paling depan. Tidak hanya itu, ada kursi dengan meja bundar untuk duduk sambil menikmati makanan, minuman. Rerumputan hijau terlihat segar. Banyak dekorasi yang dihiasi bunga baby's breath, sehingga mempercantik tempat itu. Wedding welcome sign dari acrylic stand bertulis 'Welcome to the wedding of Misella and Fahmi' di samping pintu masuk. Di sebelah acrylic stand, ada foto prewedding Misella dan Fahmi sedang bergandengan tangan. Tersedia juga meja panjang khusus berisi minuman dan makanan diperuntukkan para tamu yang haus ditambah perut keroncong, mulai dari berbagai macam menu appetizer, main course, dan dessert. Semua tersedia di atas meja, tampak lezat dan sudah je
"Oh, astaga!" Suara itu dari seorang wanita cantik tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Dengan tepuk tangan hebohnya berjalan mendekati Misella yang sedang duduk di sofa panjang ditemani bridesmaids sambil menunggu acara pernikahan di mulai. Mata Misella langsung tertuju pada sang wanita itu. Kedua netra membulat sempurna melihat siapa yang datang. Siapa sangka yang masuk ke dalam kamarnya tanpa izin, ialah mantan sahabatnya dulu. "Bagaimana dia bisa masuk?!" celutuk Misella dalam hati. Misella sangat emosi kepada penjaga yang tidak bejus menjaga di depan pintu kamar agar tidak ada yang masuk ke dalam kamar kecuali keluarga. Langkah pelan wanita itu yang akan sampai di depannya—membuat Misella tidak mengedipkan mata sekalipun. Dia tampak syok dan dibuat terkejut dengan kedatangannya secara tiba-tiba. Di tengah rasa keterkejutan, ingatan masa lalu terputar di otak. Kenangan manis dan pahit. Kenangan manis saat tertawa lepas bersama sahabat. Kenangan pahit atas kejahatan yang pernah