"Ha?! Rexi tidur?! Tumben banget, biasanya dia tidur di jam dua belas malam, kan?" tanya Ice keheranan.
"Ini masih jam delapan malam lagi," lanjut Ice sambil memperlihatkan jam tangannya.
"Hah ... Katanya, dia capek, banyak tugas, sama lelah," kata Al yang berusaha untuk mengalihkan perhatian Ice.
"Rexi sakit?!" seru Ice yang salah mengartikan.
Al mendengkus kesal.
Al menarik Ice dengan begitu geram.
"Al!" pekik Ice.
"..."
Tiba-tiba saja Ice menghentikan langkahnya, begitupun Al yang juga menghentikan langkahnya.
"Bau lo. Bau lo kayak bau ..." Ice terdiam dan berusaha untuk berpikir.
"..."
"Itu apaan di leher lo?" tanya Ice sambil melirik ke arah leher Al.
Al kaget bukan main. Dia lupa untuk menutup kiss mark yang dibuat oleh Rexi.
"Oh shit! Kenapa bisa gu
Masih diwaktu yang sama.Al masih setia untuk membentak Rexi, bahkan pria itu malah semakin geram dan juga emosi kepada Rexi.Aksa yang melihat perilaku kasar Al kepada Rexi hanya bisa menggelengkan kepala tak habis pikir."Al! Lepasin Rexi!" seru Aksa."Diam! Lo enggak ada hubungannya, Sialan!" teriak Al membentak Aksa."Lepasin gue!" teriak Rexi sambil memberontak."Lo pulang sekarang juga!" tegas Al sambil menatap Rexi dengan tajamnya."Enggak! Buat apa gue disan? Yang ada di sana, gue cuma disiksa!" lawan Rexi.Al yang mendengarkan perlawanan Rexi, menggeram rendah."Al!" pekik Rexi kesakitan karena Al mengeratkan cengkeramannya."Pulang!" bentak Al sambil menyeret Rexi dengan emosi."Sakit!" teriak Rexi histeris.Aksa bergerak cepat menahan Al."Jangan sakiti cewek! Lo cowok apa banci?!" tanya Aksa emosi.Al menatap Aksa dengan tajamnya."Lo jangan ikut campur! Lo enggak ada urusan apapun sama masalah in
Al menenggelamkan seluruh wajahnya pada perpotongan leher Rexi usai dia mendengarkan pertanyaan tiba-tiba dari Rexi."Bilang sama gue, siapa yang bilang sama lo kalau gue sama Renata udah ngelakuin hal yang sama kayak lo tadi?" tanya Al dengan lemasnya.Bukannya menjawab, Rexi malah tersenyum sinis."Rex ..."Al mengangkat pandangannya dan menatap lekat kedua bola mata Rexi.Rexi mengalihkan pandangannya dan tak mau menatap Al sedikitpun."Maafin gue, Rex ..." lirih Al."Lagi pula, gue ngelakuin itu karena Renata sakit," lanjut Al pelan.Rexi langsung menatap ke arah Al sambil memperlihatkan senyuman yang begitu sulit untuk diartikan."Gue ... Gue sayang sama lo ..." lirih Al dan kembali menutup seluruh wajahnya di leher Rexi."Gue ... Gue enggak mau kalau perasaan lo huat gue
Al mengepalkan kedua tangannya dengan begitu emosi karena solusi tidak masuk akal yang diberikan oleh Ice."Papa setuju dengan saran yang diberikan Ice!" sahut Barack."Pa!" protes Al."Al! Kalau memang Rexi sayang sama kamu. Maka, dia akan memilih kamu. Tapi, kalau malah sebaliknya, maka kamu harus merelakan dia demi kebahagiaannya!" tegas Bellina dengan kedua mata yang mengalirkan air mata."Rexi bisa bahagia tanpa harus sama kamu," lanjut Bellina."Enggak! Gue bakalan bertanggung jawab sama apa yang udah gue lakuin sama Rexi. Rexi itu sepenuhnya milik gue!" tegas Al."Mau gue punya anak di dalam perut Rexi atau enggak, tetap aja dia milik gue dan nggak akan ada orang yang bisa mengklaim dia!" lanjutnya lagi.Rexi yang mendengarkan perkataan Al, dia langsung menatap pria itu dengan tatapan yang begitu nanar."Lo uda
Al menatap Rexi dengan tatapan sendunya."Matanya kenapa?" batin Rexi saat menangkap tatapan Al."Kenapa lo enggak mau buat nikah sama gue?" tanya Al lemas."Karena gue enggak suka karena gue enggak suka sama semua sikap yang memiliki!" jawab Rexi."Lo itu kasar. Lo itu pembohong! Gue enggak suka!" balasnya lagi.Kedua mata Rexi sudah mulai berkaca-kaca.Grep!Al menarik Rexi ke dalam pelukannya."Nikah sama gue aja, yah? Gue enggak mau kalau lo jadi milik orang lain," ujar Al."Lo cuma milik gue. Lo milik Al. Cuma milik gue, enggak ada yang lain selain gue," lanjutnya."Lo egois!" bentak Rexi.Rexi mendorong Al dengan kasar sehingga membuat pelukan itu terlepas."Asal lo tahu, gue nyesal banget untuk ngelakuin hal kotor itu sama lo!"
Rexi sekarang sudah berada di dalam mobil Al."Sial! Jawab telepon gue bajingan!" teriak Rexi frustasi.Rexi menancap gas mobilnya dengan kuat, pastinya tanpa arah dan tujuan ke mana dia akan mencari si pria berengsek itu, Alvaro Addison."Gue harus cari bajingan itu di mana, Tuhan?!" tanya Rexi bingung disertai emosi.Rexi terus berusaha untuk berpikir tempat di mana Al pergi untuk bunuh diri (?)Seketika Rexi akan sesuatu yang tak terpikirkan oleh otaknya sedari tadi.Rexi menginjak rem mobilnya dengan cepat, untung saja tak ada kendaraan di belakangnya. Jika ada, maka akan ada berita kecelakaan di jam satu malam lewat itu.Rexi mengambil ponselnya dan membuka sebuah aplikasi pelacak di sana."Gotcha! Dia sekarang ada di bar Erimary!" pekik Rexi bahagia.Iya, Rexi melacak keberadaan Al.&
Masih di hari dan tempat yang sama."Gue hamil, Al! Gue mikirin cara gimana caranya biar hati gue mau menerima lo kembali! Tapi, apa balasan lo buat gue?!" bentak Rexi."Lo dan Renata malah- Arggg!" Rexi mengusap wajahnya dengan frustasi, tak tahu harus mengatakan apa lagi kepada Al yang begitu bejad."Ternyata pemikiran gue tentang lo salah besar!" sinis Rexi.Rexi benar-benar terpukul dan tak tahu berkata apa lagi.Rexi benar-benar di ambang rasa lelahnya yang tak tahu harus berbuat apa.Mulutnya benar-benar tak mampu untuk berbicara sedikitpun!"Gue enggak tahu harus berbuat apa! Kenapa harus berakhir kayak gini?!" tanya Rexi di dalam hati."Di saat gue mau buka hati buat si berengsek ini ... Kenapa ... Kenapa dia malah santai banget buat ngehancurin semuanya dengan tenang?!" tanya Rexi lagi yang benar-benar tak pe
Drttttt...Ponsel Rexi yang dipegang oleh Kiara tiba-tiba berdering.Incoming call from Brave Ice"Bang Ice nelpon Rexi," gumam Kiara panik.Kiara menggigit bibir bawahnya karena bingung, haruskah dia mengangkat panggilan masuk dari Ice ataukah tidak.Incoming call from Brave Ice"Sialan! Bang Ice nelpon lagi!" kesal Kiara saat panggilan masuk dari Ice kembali muncul di ponsel Rexi."Rexi belum sadar dan Al belum ada balik juga!" kesalnya lagi.Karena merasa kesal dan tak tahu harus berbuat apa, Kiara akhirnya mengangkat panggilan masuk dari Ice dengan sangat terpaksa."Rex! Akhirnya lo angkat juga panggilan telepon gue!" seru Ice dengan keras.
Masih di tempat dan waktu yang sama."Ra! Lo belum balik?" tanya Al yang baru keluar dari kamar inap Rexi."Hum ... Yang lo lihat," jawab Kiara malas. Menurutnya, pertanyaan Al tak masuk akal."Uhm ... Sorry, gue enggak bisa nganterin lo balik. Soalnya, gue harus jaga Rexi sama janinnya!" kata Al dengan nada sinis disertai sindiran untuk Ice yang ada di sampingnya.Ice mengepalkan kedua tangannya dengan begitu emosi."Ah iya! Gue baru ingat! Lo hutang penjelasan sama gue, Al! Apa maksud ucapan gila lo itu?!" tanya Kiara heboh."Ck! Katanya teman. Tapi, kok, temannya dalam masalah besar, dia malah enggak tahu," sindir Ice sambil tersenyum menyeringai.Kiara mendecih sinis saat mendengarkan sindiran pedas dari Ice."By the way, gue nanya sama Al. Bukan sama lo!" sinis Kiara usai menatap Ice dengan sangat malas.&