Masih di hari dan tempat yang sama.
"Gue hamil, Al! Gue mikirin cara gimana caranya biar hati gue mau menerima lo kembali! Tapi, apa balasan lo buat gue?!" bentak Rexi.
"Lo dan Renata malah- Arggg!" Rexi mengusap wajahnya dengan frustasi, tak tahu harus mengatakan apa lagi kepada Al yang begitu bejad.
"Ternyata pemikiran gue tentang lo salah besar!" sinis Rexi.
Rexi benar-benar terpukul dan tak tahu berkata apa lagi.
Rexi benar-benar di ambang rasa lelahnya yang tak tahu harus berbuat apa.
Mulutnya benar-benar tak mampu untuk berbicara sedikitpun!
"Gue enggak tahu harus berbuat apa! Kenapa harus berakhir kayak gini?!" tanya Rexi di dalam hati.
"Di saat gue mau buka hati buat si berengsek ini ... Kenapa ... Kenapa dia malah santai banget buat ngehancurin semuanya dengan tenang?!" tanya Rexi lagi yang benar-benar tak pe
Drttttt...Ponsel Rexi yang dipegang oleh Kiara tiba-tiba berdering.Incoming call from Brave Ice"Bang Ice nelpon Rexi," gumam Kiara panik.Kiara menggigit bibir bawahnya karena bingung, haruskah dia mengangkat panggilan masuk dari Ice ataukah tidak.Incoming call from Brave Ice"Sialan! Bang Ice nelpon lagi!" kesal Kiara saat panggilan masuk dari Ice kembali muncul di ponsel Rexi."Rexi belum sadar dan Al belum ada balik juga!" kesalnya lagi.Karena merasa kesal dan tak tahu harus berbuat apa, Kiara akhirnya mengangkat panggilan masuk dari Ice dengan sangat terpaksa."Rex! Akhirnya lo angkat juga panggilan telepon gue!" seru Ice dengan keras.
Masih di tempat dan waktu yang sama."Ra! Lo belum balik?" tanya Al yang baru keluar dari kamar inap Rexi."Hum ... Yang lo lihat," jawab Kiara malas. Menurutnya, pertanyaan Al tak masuk akal."Uhm ... Sorry, gue enggak bisa nganterin lo balik. Soalnya, gue harus jaga Rexi sama janinnya!" kata Al dengan nada sinis disertai sindiran untuk Ice yang ada di sampingnya.Ice mengepalkan kedua tangannya dengan begitu emosi."Ah iya! Gue baru ingat! Lo hutang penjelasan sama gue, Al! Apa maksud ucapan gila lo itu?!" tanya Kiara heboh."Ck! Katanya teman. Tapi, kok, temannya dalam masalah besar, dia malah enggak tahu," sindir Ice sambil tersenyum menyeringai.Kiara mendecih sinis saat mendengarkan sindiran pedas dari Ice."By the way, gue nanya sama Al. Bukan sama lo!" sinis Kiara usai menatap Ice dengan sangat malas.&
Masih di tempat dan waktu yang sama.Rexi mengerutkan keningnya saat melihat respon Al."Al ... Lo enggak-""Gue bakalan pergi dari hidup lo!" potong Al cepat."Ini kesalahan gue, bukan kesalahan anak itu. Biarin dia hidup dengan damai layaknya janin di luar sana. Yang salah ayahnya, bukan anaknya!" jelas Al."..."Al menghela napas panjang."Gue bakalan pergi asalkan lo janji sama gue. Lo harus jaga anak kita. Jaga dia dan jangan sakiti dia. Ingat, yang salah ayahnya, bukan dia," lanjutnya lagi sambil tersenyum tipis."..."Rexi bergeming saat mendengarkan penuturan dari Al.Al menggerakkan tangan kanannya untuk mengacak-acak halus rambut Rexi."Lo tenang aja. Gue bakalan pergi cepat, kok. Demi lo," kata Al lembut.Al menundukkan kepa
Masih scene Kiara dan Ice.Kiara langsung menangis usai Ice berkata bahwa dia ingin anak laki-laki ataukah perempuan."Enggak! Gue enggak mau!" teriak Kiara sambil menangis.Ice tersenyum tipis, lalu memperbaiki posisinya menjadi duduk."Ck! Baru gitu aja, lo udah nangis. Gue juga punya batas!" sinis Ice."Coba aja kalau malam tadi gue enggak sadar. Gue yakin bakalan keluar di dalam. Mampus! Lo bakalan bunting sembilan bulan!" ancam Ice."Sialan!" umpat Kiara kesal.***
Masih di tempat dan waktu yang sama.Al tersenyum melihat tingkah Rexi."It's okey kalau lo emang masih ragu sama gue. Enggak apa-apa juga kalau emang lo enggak mau jujur sama gue," ujar Al lembut."Gue-""Gue enggak apa-apa, kok! Gue beneran enggak nethink, Al!" kata Rexi memotong."Hum ..." Al hanya berdeham. Malas untuk melanjutkan perdebatan.Al menjatuhkan pandangannya untuk menatap ke arah perut rata milik Rexi."Uhm ... Menurut lo, nanti yang jadi bakalan cewek atau cowok?" tanya Al penasaran sambil menunjuk perut rata Rexi.Plak!Rexi memukul jari telunjuk Al dengan begitu kesal."Anjir!" kaget Al."Ini orok bakalan jadi anak lo nantinya! Jangan lo tunjuk-tunjuk kayak milih cakar di pasar loak!" sinis Rexi."Heung ... Barang ju
Apartemen -"Mom ... Come on ..." pinta Al manja kepada sang ibu."Tak bisa, Al. Mama tak punya wewenang penuh. Semua keputusan ada pada papa kamu. Dia kepala keluarga di sini," ujar Bellina lembut, menolak permintaan sang anak."Sekali papa kamu bilang tidak, artinya tidak. Tidak ada yang bisa mengganggu gugat! Toh ... Kamu juga tahu, bagaimana sifat asli papa kamu, kan? Enggak bisa dibantah!" lanjut Bellina memperingati sang anak."Ck! Cuma papa tiri pun. Sombongnya selangit!" gumam Al pelan.Plak!Bellina memukul tangan Al dengan kesal."Itu papa kamu!" tegas Bellina."Tiri pun!" balas Al kesal."Al!" ancam Bellina sambil menatap Al dengan tajam."Ck! Belain aja terus, Ma. Anaknya minta restu buat nikah. Eh ... Mamanya malah milih buat di pihak lawan. Enggak niat banget lih
Usai berbicara dengan Ice, Al memilih untuk kembali berjalan menuju ruang inap Rexi dengan emosi.Brak!Rexi kaget bukan main saat Al tiba-tiba masuk ke kamar inapnya sambil membanting pintu dengan sangat keras."Al!" teriak Rexi dengan sangat kesal."Ck! Sialan!" umpat Al emosi.Rexi mengangkat sebelah alisnya saat mendengarkan kalimat umpatan yang keluar dari mulut Al."Lo kenapa, sih?! Baru datang udah emosi aja!" tanya Rexi kesal.Al tak memperdulikan Rexi, dia lebih memilih untuk
"Apa lo yakin kalau lo bis merubah keputusan papa?" tanya Rexi ragu.Rexi paham bagaimana sifat sang papa. Keras kepala dan tak mau bila dibantah. Apa yang papa nya katakan, itulah yang harus terjadi. Tak ada sanggahan ataupun penolakan, keputusan Barack adalah hal yang tak boleh diubah."Hum ... Gue bisa," jawab Al santai."Kalau emang enggak bisa, bakalan gue bikin sampai bisa," lanjutnya tenang."Al ... Tolong deh. Lo enggak lagi mikirin hal-hal yang negatif, kan?" keluh Rexi yang juga tahu bagaimana seorang Alvaro Addison."Uhm ... Pikiran itu bakalan datang kalau apa yang gue mau enggak dituruti," jawab Al.