Masih di tempat dan waktu yang sama.
Al tersenyum melihat tingkah Rexi.
"It's okey kalau lo emang masih ragu sama gue. Enggak apa-apa juga kalau emang lo enggak mau jujur sama gue," ujar Al lembut.
"Gue-"
"Gue enggak apa-apa, kok! Gue beneran enggak nethink, Al!" kata Rexi memotong.
"Hum ..." Al hanya berdeham. Malas untuk melanjutkan perdebatan.
Al menjatuhkan pandangannya untuk menatap ke arah perut rata milik Rexi.
"Uhm ... Menurut lo, nanti yang jadi bakalan cewek atau cowok?" tanya Al penasaran sambil menunjuk perut rata Rexi.
Plak!
Rexi memukul jari telunjuk Al dengan begitu kesal.
"Anjir!" kaget Al.
"Ini orok bakalan jadi anak lo nantinya! Jangan lo tunjuk-tunjuk kayak milih cakar di pasar loak!" sinis Rexi.
"Heung ... Barang ju
Apartemen -"Mom ... Come on ..." pinta Al manja kepada sang ibu."Tak bisa, Al. Mama tak punya wewenang penuh. Semua keputusan ada pada papa kamu. Dia kepala keluarga di sini," ujar Bellina lembut, menolak permintaan sang anak."Sekali papa kamu bilang tidak, artinya tidak. Tidak ada yang bisa mengganggu gugat! Toh ... Kamu juga tahu, bagaimana sifat asli papa kamu, kan? Enggak bisa dibantah!" lanjut Bellina memperingati sang anak."Ck! Cuma papa tiri pun. Sombongnya selangit!" gumam Al pelan.Plak!Bellina memukul tangan Al dengan kesal."Itu papa kamu!" tegas Bellina."Tiri pun!" balas Al kesal."Al!" ancam Bellina sambil menatap Al dengan tajam."Ck! Belain aja terus, Ma. Anaknya minta restu buat nikah. Eh ... Mamanya malah milih buat di pihak lawan. Enggak niat banget lih
Usai berbicara dengan Ice, Al memilih untuk kembali berjalan menuju ruang inap Rexi dengan emosi.Brak!Rexi kaget bukan main saat Al tiba-tiba masuk ke kamar inapnya sambil membanting pintu dengan sangat keras."Al!" teriak Rexi dengan sangat kesal."Ck! Sialan!" umpat Al emosi.Rexi mengangkat sebelah alisnya saat mendengarkan kalimat umpatan yang keluar dari mulut Al."Lo kenapa, sih?! Baru datang udah emosi aja!" tanya Rexi kesal.Al tak memperdulikan Rexi, dia lebih memilih untuk
"Apa lo yakin kalau lo bis merubah keputusan papa?" tanya Rexi ragu.Rexi paham bagaimana sifat sang papa. Keras kepala dan tak mau bila dibantah. Apa yang papa nya katakan, itulah yang harus terjadi. Tak ada sanggahan ataupun penolakan, keputusan Barack adalah hal yang tak boleh diubah."Hum ... Gue bisa," jawab Al santai."Kalau emang enggak bisa, bakalan gue bikin sampai bisa," lanjutnya tenang."Al ... Tolong deh. Lo enggak lagi mikirin hal-hal yang negatif, kan?" keluh Rexi yang juga tahu bagaimana seorang Alvaro Addison."Uhm ... Pikiran itu bakalan datang kalau apa yang gue mau enggak dituruti," jawab Al.
"Lo jangan banyak bicara Al, nanti bisa-bisa lo salah ucap di depan papa," bisik Rexi si telinga kanan Al.Al hanya tersenyum tipis mendengarkan peringatan dari Rexi."Rexi ... Kamu lihat sendiri kalau Anggara itu CEO sukses, penurut dengan orang tua, kaya raya dan nilai tambahnya, dia tampan. Apa kamu tertarik dengan Anggara?" tanya Barack pada intinya."Ha?!"Rexi menatap sang papa dengan kaget."Apa maksud ucapan papa?!" tanya Al emosi.Al mengepalkan kedua tangannya dengan begitu kuat karena tak suka arah pembicaraan sang papa.&nbs
Dentuman musik di tempat hiburan malam itu membuat semua orang bergoyang ke sana ke mari.Ada yang bahkan bergoyang sambil mengangkat botol alkohol dengan tinggi.Ada yang bergoyang dengan orang asing yang tak mereka kenali. Lebih tepatnya, pendekatan.Bahkan, ada yang tak tahu malu untuk melakukan hal intim di tempat itu. Baik di atas meja, di atas sofa atau bahkan di atas meja bartender.Al melihat semua hal itu dengan jelas karena dia ingin menghabiskan waktunya di tempat hiburan malam ini dulu. Dia lumayan pusing untuk mengurus ayah tiri tua bangka nya yang egois.Seseorang menepuk pundak Al dari belakang, membuat Al refl
"In your dream!" sinis Rexi saat mendengarkan ajakan balikan Anggara seperti mengajak untuk membeli permen saja."Ck! Buat apaan nolak gue sampai segitunya, sih, Rex? Lagi pula, papa lo tahu siapa gue dan dia kenal banget sama gue. Itu gampang, kan?" ujar Anggara.Rexi tersenyum sinis, lalu meludah ke sembarang arah.Rexi berdiri dari posisi duduknya dan berniat untuk meninggalkan mantan kekasihnya itu sendiri, tetapi dengan cepat pergelangan tangannya ditahan oleh Anggara."Mau ke mana?" tanya Anggara. Alisnya terangkat tinggi.Rexi menatap pergelangan tangannya yang dipegang oleh Anggara.&n
"Apa bagusnya si Anggara sampai mama dan papa mau banget biar dia jadi suami gue?!" tanya Rexi kesal sambil mendecih."Hum ... Takdir lo mungkin sama si Anggara. Kan, Anggara mantan lo," kata Al santai."Mantan! Mantan! Dia bekasan gue, Bangsat!" teriak Rexi kesal."Tapi, udah lo pakai, kan?" balas Al santai sambil menaik turunkan alisnya secara bergantian."Mati aja lo, Al!" teriak Rexi kesal.Al tertawa melihat kemarahan Rexi. Membuat wanita itu kesal kepadanya."Lo kenapa malah ketawa?!" tanya Rexi kesal."Enggak. Gue cuma ngerasa lucu aja pas lihat lo marah-marah kayak gini," jawab Al sambil tersenyum tipis."..."Al mengangkat alis kanannya dengan tinggi saat Rexi tiba-tiba diam sambil menatapnya dengan tatapan serius."Hum ... Ngapain lo natap gue sampai segitunya?" tanya Al heran.R
Sesuai dengan permintaan Rexi dan Bellina, mau tak mau Al harus mencari penjual bakso di jam empat subuh itu."Astaga! Nyari tukang bakso di waktu kayak gini susah banget! Kalau siang banyak banget yang mangkal. Sekarang mana ada!" keluh Al.Al di dalam mobil sambil mencari ke samping kanan dan kiri penjual bakso yang sudah mangkal. Tapi, mau bagaimana lagi, tak ada satupun penjual bakso yang dilihatnya."Mana lo Abang tukang bakso, Sialan?!" kesal Al.Tiba-tiba saja ponsel Al bergetar menandakan bahwa seseorang meneleponnya.Al mengangkat panggilan telepon dari sang mama dengan kesal dan marah."Apa?! Al belum dapat Abang tukang bakso-nya! Mama jangan ganggu Al biar Al fokus buat cari Abang tukang bakso-nya!" kesal Al sebelum sang mama angkat suara."Sekarang, kamu pulang," perintah Bellina."Bakso-nya belum ada!" sinis Al.