Semua mata menatap tak percaya dengan apa yang terjadi di depan matanya, Tian yang biasanya lembut saat bersikap kini nampak jauh lebih berbeda.
"Kurang ajar! Berani sekali berulah di depanku," bentaknya.
"Bukan saya yang berulah, tapi tamu anda yang terlalu bertingkah."
Dewi membulatkan matanya, Tian yang berdiri di hadapannya berani menjawab ucapan Larasati sang mertua.
"Tian," menyentuh lengannya.
"Sama halnya dengan oma yang tidak terima tamunya di perlakukan buruk, saya pun tidak terima jika Bunda saya di perlakukan dengan buruk juga."
"Maksud kamu apa, mana mungkin Niken kurang aja. Kecuali jika dia di serang lebih dulu," melirik tajam Dewi di hadapannya.
"Maksud ibu saya menyerang Niken duluan?" dengan rasa tak percayanya.
"Mungkin saja, nggak ada yang nggak mungkin."
"Oma benar, nggak ada
Ardan membawa Niken ke sebuah rumah yang sempat ia lihat sewaktu dalam perjalanan pulang, rumah yang di sewakan dan tak begitu jauh dari rumahnya."Loe bisa istirahat di sini, oma akan sering-sering datang.""Loe? Ar, kamu pakai loe gue ?" tak menyangka.Ardan yang sempat menjauh kini menghentikan langkahnya, berbalik menatap Niken dengan kerut di keningnya."Kenapa? Kita nggak cukup dekat hingga harus melebihi loe gue.""Nggak Ar, aku yakin kamu masih menyimpan aku di sini." menyentuh lembut dada Ardan."Loe salah, sejak loe memutuskan pergi maka sejak saat itulah semua tentang kita juga ikut pergi. Sekarang dan sampai kapanpun hanya ada istri gue."Niken terperosot mendengar jawaban Ardan barusan, kini ia hanya dapat menatap punggung yang mulai menjauh dari jangkauan matanya.Hati yang semula yakin, penuh percaya di
Beno memutuskan untuk kembali ke Jakarta malam ini, mendengar hal itu Bayu juga memutuskan untuk ikut kembali.Keduanya terlihat sibuk mengemas perlengkapannya, melihat hal itu membuat Wira Nico juga Ambar ikut pulang."Apa kamu yakin Tian ada di Jakarta?""Yakin Om, nggak ada alasan untuk mereka menyembunyikan nona muda di sini. Dan saya yakin ini ada hubungannya dengan Hera juga suaminya.""Baiklah, dua hari dari sekarang saya akan menemuimu di Jakarta."Setelah mengatakan hal itu Wirma keluar mencari istrinya.Hilangnya Tian menjadi pukulan tersendiri untuk Dewi, sejak tadi ia hanya duduk diam di tepian ranjangnya.Wirma masuk, berjalan perlahan mendekati istrinya."Bunda," sapanya."Apa Tian sudah di temukan?"Wirma menghela nafasnya, entah apa yang harus ia katakan pada i
Ardan terbangun karena kerasnya dering ponselnya. Rasanya ia begitu lelah, ingin sekali memejamkan kembali matanya."Tian. Jangan-jangan Tian yang nelfon," meraih ponselnya.Matanya membulat sempurnya, pemandangan di layar ponsel membuat darahnya mendidih seketika."Kurang ajar!""Berani mereka menyentuh istriku, bosan hidup memang."Ardan bergegas membersihkan tubuhnya. Tak lupa ia juga mengemas beberapa barang yang mungkin akan di butuhkannya.Di lantai bawah nampak Dewi sedang sarapan di temani Wirma juga Lecy, tak nampak Larasati di sana."Mau ke mana kamu Ar?""Ayah, aku harus balik ke Jakarta sekarang.""Ada apa? Apa kamu dapat kabar dari Tian?""Iya Bun, dan keadaan Tian nggak baik sekarang. Aku harus kembali dan membawa istriku pulang."Wirma
Beno sudah bersiap, Bayu Wira serta Nico juga ambil bagian dalam penyelematan Tian kali ini.Sejak pagi Ardan sudah tak nampak batang hidungnya, bahkan Wirma juga tak tahu ke mana putranya itu pergi."Om," panggilnya."Ya?""Apa sudah ada kabar dari Ardan ?""Itulah nak Beno, om juga cemas memikirkannya. Om takut dia gegabah, sejak semalam dia nggak bisa tenang.""Om tenang aja, Ardan nggak akan berbuat sesuatu yang akan mencelakai istrinya."Wirma menghela nafas resahnya, ia benar-benar resah kali ini. Bukan main-main ketika mereka berani menyekap menantunya, dia benar-benar di buat tak tenang kali ini."Om, semua udah siap."Wira datang, ia juga yang lainnya sudah selesai menyiapkan semua perbekalannya. Bahkan semua anak buah yang Beno siapkan sudah menanti di depan.&nb
Habis sudah Ardan di hajar Ferdy, wajahnya kini penuh dengan lebam serta darah segar. Tian meraung menangis tiap kali melihat suaminya terluka."Aku mohon hentikan."Bugh..Bugh..Bugh.."Ini akibat berani masuk wilayah gue diam-diam."Bugh.."Eghh..""Dan ini untuk kebodohan loe yang terlalu percaya diri."Tak tahan sudah, Tian meronta hingga cengkraman tangan Hera terlepas dari bahunya. Ia berlari, memeluk tubuh Ardan yang sedang bersimpuh tak berdaya.Brakk..Ferdy berniat memukul Ardan sengan vas bunga, namun sayangnya vas itu malah mengenai kepala Tian yang sedang memeluk suaminya."Bodoh, kenapa kamu ke sini." seru lemah Ardan. Matanya berkaca-kaca kala melihat aliran darah mulai turun membasahi pelipis istrinya.&nb
Bery membawa paksa Tian juga suaminya ke area belakang rumah. Menempatkan keduanya dalam satu ruangan yang begitu pengap udaranya."Kenapa bisa mereka tahu tempat ini?""Honey, tenanglah. Kita aman di sini.""Oh come on darling. Mereka ada di satu area sama kita, bagaimana aku bisa tenang."Hera terus melangkah tak pasti, ia benar-benar cemas dengan keadaan saat ini. Tiba-tiba langkahnya terhenti, ia menatap Tian yang saat ini begitu lemah dalam dekapan suaminya."Kemari kamu." kasarnya menarik tangan Tian. Ardan terus menahan tubuh istrinya hingga Bery menahan tubuh serta tangannya."Akhh, lepasin." rontanya.Hera dengan kasar menarik rambut Tian hingga membuat kepalanya menengadah, tarikan kuat itu bahkan membuat darah segar kembali mengalir di pelipisnya."Honey, apa rencanamu?""Entahlah
Beno mengepung tempat persembunyian Hera, ia meminta semua anak buahnya untuk menutup semua akses keluar."Menyerahlah, kembalikan Tian pada kami." teriak Beno menggema.Masih sunyi, tak ada sahutan atau balasan dari Hera saat ini.Wirma yakin jika saat ini putranya juga ada bersama mereka, ada jaket milik Ardan saat ia menemukan kamar tempat Tian di sekap."Ardan juga bersama mereka, minta Hera untuk menunjukkan keduanya pada kita.""Baik Om.""Tunjukkan Ardan juga Tian, kami ingin melihat mereka sekarang." teriak lagi Beno.Hera begitu cemas, ia terus berjalan mondar-mandir sembari menggigit jarinya."Ayolah, berhenti mondar-mandirnya. Kamu membuatku semakin pusing honey."Seketika itu Hera menghentikan gerakan kakinya, namun matanya masih terlihat cemas dengan menatap sekelilingnya.
Lecy tiba di Jakarta bersama Dewi, bersamaan dengan itu Larasati juga turut datang bersama Niken.Ke empatnya keluar dengan jalur berbeda, Lecy memilih langsung menuju apartemen Beno.Sedang Larasati memilih hotel sebagai tempat istirahatnya."Kenapa perasaan Bunda nggak enak ya?""Ssstttt, Bunda berdoa saja ya. Semoga semuanya baik-baik aja."Dalam kecemasannya Dewi terus berusaha berfikir baik tentang keadaan semuanya. Bayangan Ardan terus saja terlintas dalam fikirannya, menari-nari seakan ingin di kenang.***Dorrrr..Semua orang terkejut, tak terkecuali Tian juga Hera di atas sana.Tembakan itu tepat menengai perutnya, darah segar sudah mengalir membasahi tubuhnya."Honey, tembakan yang bagus."Mata Hera terasa panas, lidahnya kelu hanya untuk menyahu