Habis sudah Ardan di hajar Ferdy, wajahnya kini penuh dengan lebam serta darah segar. Tian meraung menangis tiap kali melihat suaminya terluka.
"Aku mohon hentikan."
Bugh..
Bugh..
Bugh..
"Ini akibat berani masuk wilayah gue diam-diam."
Bugh..
"Eghh.."
"Dan ini untuk kebodohan loe yang terlalu percaya diri."
Tak tahan sudah, Tian meronta hingga cengkraman tangan Hera terlepas dari bahunya. Ia berlari, memeluk tubuh Ardan yang sedang bersimpuh tak berdaya.
Brakk..
Ferdy berniat memukul Ardan sengan vas bunga, namun sayangnya vas itu malah mengenai kepala Tian yang sedang memeluk suaminya.
"Bodoh, kenapa kamu ke sini." seru lemah Ardan. Matanya berkaca-kaca kala melihat aliran darah mulai turun membasahi pelipis istrinya.
&nb
Bery membawa paksa Tian juga suaminya ke area belakang rumah. Menempatkan keduanya dalam satu ruangan yang begitu pengap udaranya."Kenapa bisa mereka tahu tempat ini?""Honey, tenanglah. Kita aman di sini.""Oh come on darling. Mereka ada di satu area sama kita, bagaimana aku bisa tenang."Hera terus melangkah tak pasti, ia benar-benar cemas dengan keadaan saat ini. Tiba-tiba langkahnya terhenti, ia menatap Tian yang saat ini begitu lemah dalam dekapan suaminya."Kemari kamu." kasarnya menarik tangan Tian. Ardan terus menahan tubuh istrinya hingga Bery menahan tubuh serta tangannya."Akhh, lepasin." rontanya.Hera dengan kasar menarik rambut Tian hingga membuat kepalanya menengadah, tarikan kuat itu bahkan membuat darah segar kembali mengalir di pelipisnya."Honey, apa rencanamu?""Entahlah
Beno mengepung tempat persembunyian Hera, ia meminta semua anak buahnya untuk menutup semua akses keluar."Menyerahlah, kembalikan Tian pada kami." teriak Beno menggema.Masih sunyi, tak ada sahutan atau balasan dari Hera saat ini.Wirma yakin jika saat ini putranya juga ada bersama mereka, ada jaket milik Ardan saat ia menemukan kamar tempat Tian di sekap."Ardan juga bersama mereka, minta Hera untuk menunjukkan keduanya pada kita.""Baik Om.""Tunjukkan Ardan juga Tian, kami ingin melihat mereka sekarang." teriak lagi Beno.Hera begitu cemas, ia terus berjalan mondar-mandir sembari menggigit jarinya."Ayolah, berhenti mondar-mandirnya. Kamu membuatku semakin pusing honey."Seketika itu Hera menghentikan gerakan kakinya, namun matanya masih terlihat cemas dengan menatap sekelilingnya.
Lecy tiba di Jakarta bersama Dewi, bersamaan dengan itu Larasati juga turut datang bersama Niken.Ke empatnya keluar dengan jalur berbeda, Lecy memilih langsung menuju apartemen Beno.Sedang Larasati memilih hotel sebagai tempat istirahatnya."Kenapa perasaan Bunda nggak enak ya?""Ssstttt, Bunda berdoa saja ya. Semoga semuanya baik-baik aja."Dalam kecemasannya Dewi terus berusaha berfikir baik tentang keadaan semuanya. Bayangan Ardan terus saja terlintas dalam fikirannya, menari-nari seakan ingin di kenang.***Dorrrr..Semua orang terkejut, tak terkecuali Tian juga Hera di atas sana.Tembakan itu tepat menengai perutnya, darah segar sudah mengalir membasahi tubuhnya."Honey, tembakan yang bagus."Mata Hera terasa panas, lidahnya kelu hanya untuk menyahu
Semua panik, semua mencari di semua rumah sakit bahkan rumah darah di Jakarta. Namun hanya satu kantong darah yang mereka dapat, sedang Ardan membutuhkan setidaknya tiga kantong darah."Bay, coba kamu hubungi PMI Bogor. Kalau ada kita kesana."Bayu segera menghubungi PMI setempat sesuai dengan instruksi Beno, namun ia kembali menggelengkan kepala.Semua kembali tertunduk lemah."Tolong, tolong selamatkan suami saya. Tolong carikan darah untuknya, tolong."Tian terus terisak, ia terus menangisi kondisi suaminya saat ini. Ia tak akan sanggup jika harus kembali kehilangan orang yang di cintainya."Tuhan, tolong suamiku. Tolong jangan ambil dia dariku, aku mohon selamatkan suamiku."Dewi semakin terisak melihat Tian saat ini. Gadis itu tersiksa dengan rasa cemas juga trauma yang kembali menghampirinya.Tian menangis tanpa
Ambar terus saja berjalan mondar-mandir di depan ruang pemeriksaan. Ia begitu mengkhawatirkan kondisi Tian saat ini."Gue mohon loe harus baik-baik aja, please."Derap langkah terdengar jelas di telinga, hingga Ambar berbalik dan menemukan sang pemilik."Gimana keadaanny?" Ambar hanya diam mengangkat kedua sisi bahunya.Ia masih belum tahu bagaimana kondisi Tian saat ini, sudah lebih dari tiga puluh menit namun belum juga ada kepastian.Keduanya kini sama-sama menunggu dengan cemas, khawatir dengan kondisi Tian yang akan jatuh sakit dengan keputusan yang di ambilnya."Dok, gimana kondisinya?"Serunya begitu pintu itu terbuka."Anda suami pasien?"Semua terdiam dengan pertanyaan itu, bayangan buruk tentang keadaan Tian terus mengalir dalam fikiran mereka."Saya kerabatnya, saat
"Permisi," sapa suster yang masuk ke dalam ruang perawatan Ardan.Semua menatap kedatangan suster tersebut, hanya sekilas lalu sibuk kembali dengan dunianya."Maaf, tapi ruangan harus segera di sterilkan. Pasien butuh ketenangan saat ini.""Maksudmu apa? Kami diam disini, bahkan kami juga tidak berisik apalagi mengganggu cucuku.""Maaf Nyonya, tapi saat ini pasien membutuhkan ketenangan. Mohon ikuti arahan, sebab ini juga demi kebaikan pasien juga."Wirma membantu Dewi bangkit dari kursinya, begitu juga Lecy yang juga bangkit dari duduknya.Ketiganya mulai berjalan keluar tanpa menghiraukan yang lainnya."Tidak, aku akan tetap disini menjaga cucuku!"Wirma menghentikan langkahnya, ia merasa begitu geram dengan tindakan Ibunya. Ingin rasanya ia marah namun sebisa mungkin di tahannya."Kalau I
Bandara nampak begitu sepi dengan beberapa pejalan kaki, langkah nya terasa begitu berat serasa ada batu yang sedang menghadangnya."Nona? ""Berat sekali Om, sakit." menutup wajah dengan kedua tangannya.Tian kembali berurai air mata, wanita itu nampak begitu rapuh dan hancur dalam waktu bersamaan.Beno menghela nafasnya, ia tahu betul bagaimana perasaan nona mudanya. Namun membiarkan dia masih tetap tinggal sama saja membahayakan mereka."Secepatnya saya akan mengurus kepulangan anda nona. "Tian masih dia, ia tak bergeming sama sekali dengan ucapan Beno barusan."Maaf, tapi kita harus masuk sekarang nona."Tian mengangkat kepalanya, ia mengerutkan dahi melihat Mark tengah berdiri di hadapan nya."Mark? ""Iya nona, Mark akan ikut de
Ardan mengamuk, ia marah pada semua orang yang telah membiarkan istrinya pergi. Pergi meninggalkannya seorang diri.Ia sakit, bukan hanya fisik namun juga seluruh dan seisi tubuhnya. Satu-satunya tujuan hidupnya kini pergi entah kemana, dan bersama dengan siapa."Sudah lah Ardan, Oma lakukan ini juga demi kebaikan kamu juga. "Prangg... !!Suara pecahan vas itu begitu menggema, semua terdiam hingga Lecy terisak dalam pelukan Bundanya."Terbaik kata Oma? Terbaik yang bagaimana dulu yang sedang Oma bicarakan ini? ""Ardan—" Kebaikan dengan memisahkan Ardan dengan istri Ardan sendiri? Itu kah kebaikan versi Oma? ""Tenanglah kamu sekarang sedang emosi saja, nanti juga terbiasa. Yuk istirahat dulu. "Ardan semakin meradang, bagaimana bisa amarahnya dipandang sebelah mata
Han segera masuk setelah mendapat instruksi dari tuan nya, dengan beberapa anak buahnya ia menerobos masuk begitu saja.Niken tak bergeming dengan kedatangan Han, ia menatap santai beberapa orang yang kini ada di depan matanya.Ve terluka lengan nya akibat sabetan pisau, ia merintih menahan perih dengan darah yang terus mengalir.Axel melangkah semakin maju, mengikis jarak antara dirinya juga Niken. Tak ada perlawanan apapun dari wanita itu pada awal nya.Namun saat Axel berusaha membawanya keluar, tiba-tiba Niken berbalik dan menyerang Ardan dengan pisau yang ada di balik baju nya."Awas," seru Han.Dengan cepat Han mendorong tubuh Ardan hingga tak sampai terkena pisaunya.Niken meronta, ia histeris karena gagal melakukan rencanannya. Gagal sudah semua yang sudah ia rencanakan sebelumnya. I
Ve berlari ke sudut ruangan, ia benar-benar takut dengan Niken yang semakin menggila itu. Rasa penyesalan kini tengah menggerogoti hatinya perlahan.Ingin sekali Ve kabur saat itu juga, namun kakinya begitu lemah dengan apa yang terjadi di depan matanya."Lo bebas mau ngapain aja, please biarin gue pergi dari gudang busuk ini."Niken menatap tajam Ve yang adalah kaki tangan nya itu, ia merasa geram dengan semua yang wanita itu serukan sedari tadi."Bisa diam nggak, atau lo mau nasih lo sama seperti dia." tunjuknya pada Cyra ynag sudah benar-benar tak berdaya.Niken kembali mengarahkan matanya pada Cyra, menatap penuh kemenangan pada gadis yang bersimbah darah di bawahnya."Hari ini lo bakal mati, hari ini adalah hari terakhir lo melihat dunia yang hitam ini.""Hhhahhahaaaaaaaaaaaaaa.."
Di kantor, Arvan masih tak habis pikir dengan sikap istri kecilnya itu. Tiba-tiba datang seolah tak ada apa-apa, namun tiba-tiba pergi begitu saja.Ia pun memanggil Han ke dalam ruangannya."Bagaimana semuanya?""Semua sudah saya bereskan, Tuan. Semua perjanjian kerja sama kita juga sudah selesai tanpa pinalti sepeserpun."Arvan tersenyum miring, ia kembali mengingat rencananya bersama Han tentang client barunya itu. Awal nya ia berniat bermain-main terlebih dahulu, namun karena rasa cemburu dan keputusan istrinya itu membuat Arvan segera memutuskan semua kerja sama mereka."Lalu bagaimana tanggapan pihak mereka? Terutama perusahaan nya.""Tan Haxel mengatakan akan mendatangi anda sendiri untuk menyampaikan semua permintaan maaf dari mereka. Beliau juga meminta untuk tidak menghapus atau mengecualikan perusahaan mereka dari k
Cyra menatap berang perempuan yang duduk bersebelahan dengan suamimya itu, terlebih suaminya itu hanya diam tak menanggapi diri nya. Membuat Cyra mau tak mau meninggalkan meja itu dan kembali ke meja nya sendiri."Udah dong, mungkin clienrt nya itu." ucap Gabriel mencoba menenangkan adiknya itu.Namun apa yang di lakukan Gabriel malah semakin menyulut panas di hari Cyra. Ia masih tak hentinya memberi tatapan tajam pada Arvan yang duduk tak jauh dari tempatnya.***Malam semakin larut, namun sepasang suami istri itu masih betah saling diam dan mengabaikan.Arvan masih kesal dengan istrinya lantaran berani menyentuh laki-laki lain di depan matanya. Sedang Cyra merasa kesal lantaran suaminya itu lebih memilih wanita jadi-jadian nya itu.Tidur saling memunggungi membuat Cyra tak bisa meme
Hari ini Arvan mengajak serta Yomi untuk mengikuti rapat tentang kerja sama keduanya nanti. Sebuah layar plasma menunjukkan kerangka bangunan dari model apartemen garapan keduanya.Yomi nampak kagum dengan desain juga kejelasan kerangka bangunan yang di tampilkan oleh pihak Arvan, ia tak pernah menyangka jika semua akan di persiapkan dengan sangat matang."Bagaimana ibu Yomi, apa ada yang ingin anda sampaikan setelah presentasi team saya?" tanya Arvan.Yomi masih terdiam, matanya menatap pada gambar tiga dimensi bangunan apartemen itu."Sempurna."Satu kata yang lolos begitu saja dari bibir manisnya, entah karena kekaguman nya atau bahkan memang di lebih-lebihkan nya."Mungkin ada yang ingin anda koreksi, jadi team saya bisa sekalian kerjanya.""Tidak, untuk sementara ini sudah lebih
Dokter Lita tak henti-hentinya mentertawakan panggilan sayang Cyra untuk suami baru nya itu."HHhahhahahha, aduh sakit perut gue.""Gue tembak sampai mati loe kalau masih ketawa," teriak Arvan dari dalam ruangan nya.Sedang Cyra, gadis itu hanya duduk sembari memainkan ponselnya. Eh, lupa udah nggak gadis lagi (hheheh :D)"Siap abang siomay," ledek Lita hingga tawanya kembali meledak."Udak kali kak ketawanya, nggak kering tuh gigi emang nya?""Ya habis kamu lucu banget sih."Cyra hanya mengangkat bahu nya acuh, ia kemudian berjalan menuju meja makan. Mengecek menu untuk mereka makan malam.Namun sesampainya disana ternyata para pelayan sudah hampir selesai menghidangkan semuanya."Yah, padahal mau bantuin. Kok udah selesai sih?"
Ve terus berjalan mencari keberadaan Niken saat ini, sesuai dengan janji mereka harus nya bertemu dan membicarakan tentang rencana keduanya."Kemana wanita itu?" Ve di buat celingukan mencari keberadaan Niken.Lalu tiba-tiba ponselnya bergetar, satu pesan masuk ke dalam ponsel pintarnya itu._Temui aku di taman belakang kampus, pastikan nggak ada yang ikut dan tahu soal ini_Begitulah pesan yang ia terima dari Niken."Sok misterius banget jadi orang," gerutunya namun tetap berjalan menghampirinya.Niken tengah duduk bersantai di bawah sebuah pohon sembari menghisap sepuntung rokoknya. Kepulan asap memenuhi udara di sekitarnya, namun sama sekali tak mengganggu pernafasan nya."Apa rencana loe?" tanya Ve yang tak ingin berbasa-basi."Duduklah, jangan jadi tak
Acara dilanjutkan dengan makan-makan, semua orang nampak berbaur bersama sembari menikmati hidangan yang di sediakan.Arvan sedang duduk bersama dengan istrinya, juga dengan keluarga yang lainnya."Permisi nona," sapa salah satu pelayan yang menghampiri Cyra."Ya?""Pesanan anda sudah siap semuanya, sekarang ada di halaman depan."Cyra tersenyum mendengarnya, ia langsung menyincing gaun kebaya nya dan melangkah meninggalkan mejanya."Mau kemana tu anak?" selorok Sandrina.Arvan tak bertanya, ia lebih ke mengikuti istrinya kemanapun ia melangkah."Berapa total nya?""Ada tiga puluh mobil truck, sesuai dengan pesanan anda."Arvan tak banyak komentar, ia hanya terdiam menatap banyakny foodtruck yang terparkir di halaman mertuanya itu."Sayang, apa ini?"
Cyra tak henti-hentinya merasa kesal dengan calon suaminya itu. Ingin sekali rasanya ia menarik paksa Arvan tadi di atas mimbar saat sedang berbicara."Bener-bener ya tu si om, pengen banget gue kandangin." kesalnya.Cyra yang sedang kesal mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia melaju menuju ke arah perusahaan orang tuanya.Kedatangan Cyra di sambut dengan hangat oleh para karyawan, banyak yang menunduk hormat ketika berpapasan dengan Cyra.Menjadi anak pengusaha ternama tak membuat Cyra menjadi besar kepala juga congkak hatinya, justru ia selalu bersikap rendah hati hingga banyak orang yang menyukainya."Pagi nona Cyra," sapa Syerli sekretaris Ardan."Pagi kak. Apa daddy ku ada di ruangan nya?""Beliau ada di ruangan tuan Axel.""Baiklah, terima kasih infonya kak."