Ve berlari ke sudut ruangan, ia benar-benar takut dengan Niken yang semakin menggila itu. Rasa penyesalan kini tengah menggerogoti hatinya perlahan.
Ingin sekali Ve kabur saat itu juga, namun kakinya begitu lemah dengan apa yang terjadi di depan matanya.
"Lo bebas mau ngapain aja, please biarin gue pergi dari gudang busuk ini."
Niken menatap tajam Ve yang adalah kaki tangan nya itu, ia merasa geram dengan semua yang wanita itu serukan sedari tadi.
"Bisa diam nggak, atau lo mau nasih lo sama seperti dia." tunjuknya pada Cyra ynag sudah benar-benar tak berdaya.
Niken kembali mengarahkan matanya pada Cyra, menatap penuh kemenangan pada gadis yang bersimbah darah di bawahnya.
"Hari ini lo bakal mati, hari ini adalah hari terakhir lo melihat dunia yang hitam ini."
"Hhhahhahaaaaaaaaaaaaaa.."
Han segera masuk setelah mendapat instruksi dari tuan nya, dengan beberapa anak buahnya ia menerobos masuk begitu saja.Niken tak bergeming dengan kedatangan Han, ia menatap santai beberapa orang yang kini ada di depan matanya.Ve terluka lengan nya akibat sabetan pisau, ia merintih menahan perih dengan darah yang terus mengalir.Axel melangkah semakin maju, mengikis jarak antara dirinya juga Niken. Tak ada perlawanan apapun dari wanita itu pada awal nya.Namun saat Axel berusaha membawanya keluar, tiba-tiba Niken berbalik dan menyerang Ardan dengan pisau yang ada di balik baju nya."Awas," seru Han.Dengan cepat Han mendorong tubuh Ardan hingga tak sampai terkena pisaunya.Niken meronta, ia histeris karena gagal melakukan rencanannya. Gagal sudah semua yang sudah ia rencanakan sebelumnya. I
Jerit tangis menghiasi malam kelam itu, malam dimana semua berdarah tanpa nyawa. Matanya menatap nanar tubuh tak bergerak di depannya, ingin meraih namun sendirinya tak berdaya."Tolong, tolong kami," hanya suara lirih itu yang tersisa dari tenggorokannya.Hujan datang bergerombolan, menyaksikan tragisnya malam berdarah itu. Dalam pekat hujan terlihat tangan yang berusaha menggapi, lemah dan begitu pucat. Hingga mungkin tak sanggup menggapai dan semua menjadi gelap baginya.**Sudah lebih dari satu minggu berlalu, tubuh gadis itu masih sama dan tak menunjukkan responnya. Dokter sudah berusaha memberikan rangsangannya bahkan juga keluarganya namun sepertinya gadis itu masih lelah dan memilih mengistirahatkan tubuhnya."Bagaimana dengan putri saya dok, kapan dia bisa kembali terbangun?""Benar, ini sudah terlalu lama. Sudah waktunya dia bangun kembali dok.""Kami sudah berusaha Pak, Bu. Kami masih akan terus berusaha."Samar-sama
Hari telah berganti, kondisi Tian sendiri jauh lebih baik dari hari kemarin. Kesehatannya berangsur membaik namun dokter menyarankan pada keluarga untuk membawa Tian memeriksakan mentalnya. Kecelakaan itu menjadi luka bernanah dalam diri Tian, bayangan-bayangan itu selalu menusuk ingatannya.Tak ada yang salah dengan Tian, semua baik-baik saja. Hanya saja Tian memang menolak berbicara setelah ia sadarkan diri. Wirman sudah mengatur semuanya, ia akan membawa Tian ikut pulang bersama ke Surabaya.Tok.. Tok..Wirma juga Dewi saling bertukar pandang saat mendengar suara pintu di ketuk, Dewi mendekati Tian dan membawanya ke kedalam dekap hangatnya."Ayah buka dulu, " ucap Wirma yang mendekat ke arah pintu.Krekk,"Selamat siang," sapa laki-laki bertubuh kekar itu pada Wirma yang membukakan pintu.Dengan sopan Wirma mempersilahkan laki-laki itu masuk dan kembali menutup pintu. Dewi menatap lekat laki-laki yang berjalan ke arahnya itu.
Setelah mendapat perawatan dari psikiater akhirnya Tian kembali tenang, dokter tersebut juga memberi selembar resep untuk di konsumsi Tian. Tak hanya itu, dokter juga mewanti-wanti untuk tak membahas apapun yang akan memancing emosi Tian."Terima kasih, kami akan mengingat semuanya," ucap Wirma yang mengantarkan dokter tersebut keluar dari rumah.Sedang di dalam kamar nampak Lecy masih terus bertanya tentang apa yang terjadi dengan saudarinya itu. Ia juga bertanya tentang kedatangan Ratian bersama kedua orang tuanya."Di mana om Prambu juga tante Saci?""Lecy, tolong jangan pernah bahas mereka lagi apalagi di depan Tian.""Ya tapi kenapa? Kenapa nggak boleh sih Bun?""Nanti pasti akan kami ceritakan, tidak sekarang sayang," sahut Wirma yang baru masuk ke dalam kamar."Gimana?""Aku suruh bibik beli obatnya," jawab Wirma.Merasa diabaikan membuat Lecy memilih untuk keluar dari dalam kamar, Wirma juga Dewi hanya bisa salin
Semua orang terkejut dengan apa yang Tian lakukan, terlebih Ardan yang berada di depannya saat ini. Wirma yang baru saja masuk terkejut, belum sempat ia melangkah mendekat sudah lebih dulu Tian menggores nadinya."Ratian!"Tetes demi tetes darah mulai berjatuhan mewarnai lantai, Wirma berlari dan merengkuh tubuh yang limbung itu. Semua orang panik, semua orang terkejut dengan tindakan Tian barusan. Di saat semua orang tengah berusaha menyelamatkan Tian, Ardan hanya terdiam di tempatnya dengan pandangan tak percaya di depannya."Bunda, panggil dokter.""Ti loe kenapa sih, loe harus bertahan," tangis Lecy sembari menekan pergelangan tangan Tian dengan sebuah kain."Lihat, lihat apa yang kamu lakukan nak. Ini yang kamu mau?"Ardan terduduk lemah tak berdaya mendengar teriakan ayahnya, ia tak menyangka jika akan seperti ini kejadiannya. Ia tak berniat menyalahkan Tian atas apa yang terjadi dengan orang tuanya, emosi yang membuat Ardan buta denga
Hari yang di tunggupun akhirnya tiba, rumah sudah rapi dengan hiasan beberapa bunga. Tamu yang di undang juga mulai berdatangan, tak banyak hanya beberapa orang juga kolega milik keluarga Prambu juga keluarga Wirma."Saya tidak menyangka jika jawaban dari anda akan secepat ini tuan Wirma," ucap Beno yang tengah berdiri bersama Wirma."Buat saya lebih cepat juga lebih baik, sebelum mereka muncul sebaiknya kita dului dengan rencana yang sudah almarhum rencanakan.""Saya setuju dengan anda tuan, dan mengenai kepulangan nona nantinya kembali ke Jakarta akan saya urus pengawalannya.""Sebaiknya dari kejauhan saja ketika mengawasi, putra saya tidak suka jika privasinya terlalu diusik.""Saya akan mengingat itu."Pembicaraan itu usai ketika penghulu yang ditunggu telah tiba, duduk di tempat yang telah disediakan sembari menunggu kedua pengantinnya.Di dalam kamar nampak Lecy tak hentinya memandangi calon kakak iparnya itu, cantik dan sungguh
Semua orang kini tengah berkumpul dalam satu meja makan, nampak Tian masih canggung dengan status barunya yang harus terbiasa melayani Ardan suaminya. Dewi dengan sabar terus mengajari Tian beradaptasi, membiasakan diri dengan Ardan yang akan selalu bersamanya.Semua orang makan dalam diam, menikmati masing-masing makanan dengan pemikiran berbeda-beda. Usai menikmati makan malam Wirma mengajak semuanya untuk berpindah ke ruang keluarga, di sana ia ingin membahas kelanjutan dari rencana Ardan putranya."Jadi gimana?" tanya Wirma."Apanya ayah?""Gimana rencana kamu setelah ini?""Ardan akan membawa Tian kembali ke Jakarta, Ardan nggak bisa ninggalin kuliah di sana terlalu lama.""Tian, gimana menurut kamu nak?" tanya Dewi yang menggenggam tangan menantunya itu.Tian masih terdiam, ia masih bimbang dengan rasa takutnya. Ia merasa selalu di awasi hingga membuatnya merasa tak nyaman."Om akan sediakan semuanya ketika kalian pindah ke Jakarta kalau begitu," seru Beno membuka suara.Ardan m
"Benar-benar tak bisa dibiarkan!"Suara itu sontak mengejutkan keduanya, suara yang menggelegar dan dihafalnya itu. Siapa lagi jika bukan suara milik nyonya Larasati, ibu kandung dari Wirma yang berarti nenek dari Ardan juga Lecy."Di mana anak tengik itu, siapa dia berani memaksa cucuku menikahinya," ucapnya dengan menggebu-gebu.Terlalu sibuk dengan urusan pernikahan Ardan membuat keduanya lupa dengan nyonya Larasati. Seharusnya mereka mempersiapkan rencana untuk kemarahan Larasati ini, namun nampaknya kali ini mereka melupakan tugas terpenting itu.Larasati adalah wanita dengan ketegasannya, ia sangat menyayangi Ardan dibandingkan dengan Lecy. Baginya Ardan adalah segalanya sebab Ardan lah yang nantinya menjadi penerus keturunan keluarganya.Namun mendengar cucu kesayangannya dipaksa menikah membuatnya mau tak mau harus terbang kembali ke Surabaya. Sudah sejak lama Larasati menikmati masa tuanya di Yogyakarta, jarang sekali berada di Surab
Han segera masuk setelah mendapat instruksi dari tuan nya, dengan beberapa anak buahnya ia menerobos masuk begitu saja.Niken tak bergeming dengan kedatangan Han, ia menatap santai beberapa orang yang kini ada di depan matanya.Ve terluka lengan nya akibat sabetan pisau, ia merintih menahan perih dengan darah yang terus mengalir.Axel melangkah semakin maju, mengikis jarak antara dirinya juga Niken. Tak ada perlawanan apapun dari wanita itu pada awal nya.Namun saat Axel berusaha membawanya keluar, tiba-tiba Niken berbalik dan menyerang Ardan dengan pisau yang ada di balik baju nya."Awas," seru Han.Dengan cepat Han mendorong tubuh Ardan hingga tak sampai terkena pisaunya.Niken meronta, ia histeris karena gagal melakukan rencanannya. Gagal sudah semua yang sudah ia rencanakan sebelumnya. I
Ve berlari ke sudut ruangan, ia benar-benar takut dengan Niken yang semakin menggila itu. Rasa penyesalan kini tengah menggerogoti hatinya perlahan.Ingin sekali Ve kabur saat itu juga, namun kakinya begitu lemah dengan apa yang terjadi di depan matanya."Lo bebas mau ngapain aja, please biarin gue pergi dari gudang busuk ini."Niken menatap tajam Ve yang adalah kaki tangan nya itu, ia merasa geram dengan semua yang wanita itu serukan sedari tadi."Bisa diam nggak, atau lo mau nasih lo sama seperti dia." tunjuknya pada Cyra ynag sudah benar-benar tak berdaya.Niken kembali mengarahkan matanya pada Cyra, menatap penuh kemenangan pada gadis yang bersimbah darah di bawahnya."Hari ini lo bakal mati, hari ini adalah hari terakhir lo melihat dunia yang hitam ini.""Hhhahhahaaaaaaaaaaaaaa.."
Di kantor, Arvan masih tak habis pikir dengan sikap istri kecilnya itu. Tiba-tiba datang seolah tak ada apa-apa, namun tiba-tiba pergi begitu saja.Ia pun memanggil Han ke dalam ruangannya."Bagaimana semuanya?""Semua sudah saya bereskan, Tuan. Semua perjanjian kerja sama kita juga sudah selesai tanpa pinalti sepeserpun."Arvan tersenyum miring, ia kembali mengingat rencananya bersama Han tentang client barunya itu. Awal nya ia berniat bermain-main terlebih dahulu, namun karena rasa cemburu dan keputusan istrinya itu membuat Arvan segera memutuskan semua kerja sama mereka."Lalu bagaimana tanggapan pihak mereka? Terutama perusahaan nya.""Tan Haxel mengatakan akan mendatangi anda sendiri untuk menyampaikan semua permintaan maaf dari mereka. Beliau juga meminta untuk tidak menghapus atau mengecualikan perusahaan mereka dari k
Cyra menatap berang perempuan yang duduk bersebelahan dengan suamimya itu, terlebih suaminya itu hanya diam tak menanggapi diri nya. Membuat Cyra mau tak mau meninggalkan meja itu dan kembali ke meja nya sendiri."Udah dong, mungkin clienrt nya itu." ucap Gabriel mencoba menenangkan adiknya itu.Namun apa yang di lakukan Gabriel malah semakin menyulut panas di hari Cyra. Ia masih tak hentinya memberi tatapan tajam pada Arvan yang duduk tak jauh dari tempatnya.***Malam semakin larut, namun sepasang suami istri itu masih betah saling diam dan mengabaikan.Arvan masih kesal dengan istrinya lantaran berani menyentuh laki-laki lain di depan matanya. Sedang Cyra merasa kesal lantaran suaminya itu lebih memilih wanita jadi-jadian nya itu.Tidur saling memunggungi membuat Cyra tak bisa meme
Hari ini Arvan mengajak serta Yomi untuk mengikuti rapat tentang kerja sama keduanya nanti. Sebuah layar plasma menunjukkan kerangka bangunan dari model apartemen garapan keduanya.Yomi nampak kagum dengan desain juga kejelasan kerangka bangunan yang di tampilkan oleh pihak Arvan, ia tak pernah menyangka jika semua akan di persiapkan dengan sangat matang."Bagaimana ibu Yomi, apa ada yang ingin anda sampaikan setelah presentasi team saya?" tanya Arvan.Yomi masih terdiam, matanya menatap pada gambar tiga dimensi bangunan apartemen itu."Sempurna."Satu kata yang lolos begitu saja dari bibir manisnya, entah karena kekaguman nya atau bahkan memang di lebih-lebihkan nya."Mungkin ada yang ingin anda koreksi, jadi team saya bisa sekalian kerjanya.""Tidak, untuk sementara ini sudah lebih
Dokter Lita tak henti-hentinya mentertawakan panggilan sayang Cyra untuk suami baru nya itu."HHhahhahahha, aduh sakit perut gue.""Gue tembak sampai mati loe kalau masih ketawa," teriak Arvan dari dalam ruangan nya.Sedang Cyra, gadis itu hanya duduk sembari memainkan ponselnya. Eh, lupa udah nggak gadis lagi (hheheh :D)"Siap abang siomay," ledek Lita hingga tawanya kembali meledak."Udak kali kak ketawanya, nggak kering tuh gigi emang nya?""Ya habis kamu lucu banget sih."Cyra hanya mengangkat bahu nya acuh, ia kemudian berjalan menuju meja makan. Mengecek menu untuk mereka makan malam.Namun sesampainya disana ternyata para pelayan sudah hampir selesai menghidangkan semuanya."Yah, padahal mau bantuin. Kok udah selesai sih?"
Ve terus berjalan mencari keberadaan Niken saat ini, sesuai dengan janji mereka harus nya bertemu dan membicarakan tentang rencana keduanya."Kemana wanita itu?" Ve di buat celingukan mencari keberadaan Niken.Lalu tiba-tiba ponselnya bergetar, satu pesan masuk ke dalam ponsel pintarnya itu._Temui aku di taman belakang kampus, pastikan nggak ada yang ikut dan tahu soal ini_Begitulah pesan yang ia terima dari Niken."Sok misterius banget jadi orang," gerutunya namun tetap berjalan menghampirinya.Niken tengah duduk bersantai di bawah sebuah pohon sembari menghisap sepuntung rokoknya. Kepulan asap memenuhi udara di sekitarnya, namun sama sekali tak mengganggu pernafasan nya."Apa rencana loe?" tanya Ve yang tak ingin berbasa-basi."Duduklah, jangan jadi tak
Acara dilanjutkan dengan makan-makan, semua orang nampak berbaur bersama sembari menikmati hidangan yang di sediakan.Arvan sedang duduk bersama dengan istrinya, juga dengan keluarga yang lainnya."Permisi nona," sapa salah satu pelayan yang menghampiri Cyra."Ya?""Pesanan anda sudah siap semuanya, sekarang ada di halaman depan."Cyra tersenyum mendengarnya, ia langsung menyincing gaun kebaya nya dan melangkah meninggalkan mejanya."Mau kemana tu anak?" selorok Sandrina.Arvan tak bertanya, ia lebih ke mengikuti istrinya kemanapun ia melangkah."Berapa total nya?""Ada tiga puluh mobil truck, sesuai dengan pesanan anda."Arvan tak banyak komentar, ia hanya terdiam menatap banyakny foodtruck yang terparkir di halaman mertuanya itu."Sayang, apa ini?"
Cyra tak henti-hentinya merasa kesal dengan calon suaminya itu. Ingin sekali rasanya ia menarik paksa Arvan tadi di atas mimbar saat sedang berbicara."Bener-bener ya tu si om, pengen banget gue kandangin." kesalnya.Cyra yang sedang kesal mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia melaju menuju ke arah perusahaan orang tuanya.Kedatangan Cyra di sambut dengan hangat oleh para karyawan, banyak yang menunduk hormat ketika berpapasan dengan Cyra.Menjadi anak pengusaha ternama tak membuat Cyra menjadi besar kepala juga congkak hatinya, justru ia selalu bersikap rendah hati hingga banyak orang yang menyukainya."Pagi nona Cyra," sapa Syerli sekretaris Ardan."Pagi kak. Apa daddy ku ada di ruangan nya?""Beliau ada di ruangan tuan Axel.""Baiklah, terima kasih infonya kak."