Ambar begitu terkejut saat baru saja melangkah masuk ke dalam ruang rawat Tian, ia yang tak siap pun akhrinya mengeluarkan lengkingan suaranya.
Mendengar teriakan membuat Ardan mau tak mau menyudahi permainannya, ia juga dengan sigap membantu Tian kembali merapikan pakaiannya.
"Kakak sih, malu kan kak Ambar lihat tadi."
"Nggak lihat kok, paling cuma lihat punggung aku aja."
Dan tak lama ke empat orang masuk dengan wajah penuh kebingungannya, berbeda dengan ketiga temannya wajah Ambar nampak memerah ketika bertatapan dengan Tian didepannya.
"Uhuk, duduk aja gpp." seru Ardan mengurangi kecanggungannya.
Ke empatnya duduk tak jauh dari tempat tidur Tian, Ardan yang semula berada di dekat sang istri kini berpindah ke sebelah teman-temannya.
"Aku duduk dekat Tian aja ya."
Dengan wajah malu Tian menatap dan tersenyum pada Ambar yang kini ada di sebalahnya, dan keduanya pun saling melempar senyuman untuk mengusir semu
Dan hari yang di tunggupun kini tiba, Ardan nampak begitu gagah dalam balutan baju batiknya. Bukan jas layaknya teman-teman lainnya yang menjadi pilihannya, hanya batik yang sederhana namun serasi dengan pakaian istrinya."Suami aku ganteng banget sih," puji Tian ketika merapikan tatanan rambut Ardan."Itu karena istri tercantikku yang pintar merawat suaminya."Tangan Ardan tak hanya berdiam diri di pinggang istrinya, menyusuri setiap inci tubuh Tian hingga harus menerima sebuah cubitan."Aw, sakit dong sayang."Sirr,Lagi-lagi rasanya seperti ada angin yang menerobos jatungnya, Ardan selalu saja membuat Tian merasakan hal-hal yang sulit di jelaskan dengan kata-kata."Kita turun ke bawah, Ayah sama Bunda udah tunggu kita.""Sebentar aja," pinta Ardan merengek."Nggak, ayo turun dari pada Bunda naik."Dan benar saja apa yang di ucapkan Tian, baru ia menutup bibirnya Dewi sudah muncul di balik pintu kamarnya.
Hari ini Wirma akan kembali ke Surabaya bersama istrinya, namun kali ini tak hanya mereka berdua sebab Ardan memboyong istri juga semua temannya untuk ikut bergabung bersama."Sayang, udah dimasukin semuanya?"Tian menatap sosok yang baru saja berbicara padanya, parasnya nampak semakin cantik dengan senyum menghiasi wajahnya."Aku sudah menyiapkan semua keperluan kakak, sudah rapi.""Jangan hanya keperluanku saja yang disiapin, keperluan kamu juga penting." mencubit gemas hidung istrinya.Keduanya larut dalam kemesraan hingga melupakan jika jarum jam terus bergerak melawan waktu."Ke mana dua anak ini, lama banget ambil bawannya." gerutu Wirma tak sabar."Sabar Ayah," seru Dewi.Tak selang lama datanglah rombongan Bayu dengan sekawanannya, kedatangan mereka benar-benar menjadikan rumah yang semula sepi menjadi b
Surabaya,Tian dengan semua rombongan telah tiba di tujuannya, semua sudah di persiapkan hingga ketika mereka datang semua sudah tersedia."Kak, aku mau istirahat dulu ya."Ardan menatap cemas pada wajah sang istri yang nampak begitu pucat, Ardan khawatir jika kondisi Tian akan kembali memburuk karena kejadian tempo hari lalu."Kamu sakit (menyentuh kedua sisi wajah Tian)? Apa perlu aku panggil dokter?" cemasnya.Tian menggeleng, ia merasa hanya kelelahan dan hanya membutuhkan tidur saja. Setelah berpamitan dengan semua orang Tian segera menuju kamarnya.Lecy baru saja tiba di rumah, ia nampak begitu gembira saat melihat kedua orang tuanya sudah kembali ke rumahnya."Ayah, Bunda." serunya begitu girang.Suara itu sontak menjadi pusat perhatian semua orang, terutama perhatian Beno yang tengah merindukan sang pemi
Kondisi Tian sudah jauh lebih baik dari awal kedatangannya, kini ia sedang sibuk mengurus kebun bunga halaman belakang."Bahkan bunga-bunga aja kalah cantiknya sama nyonya Ardan."Mendengar seseorang berbicara membuat Tian menghentikan pekerjaannya, ia memutar kepalanya dan mendapati Wira tengah tersenyum ke arahnya."Hai," sapanya."Kakak nggak gabung sama yang lainnya?" tanya Tian sembari membereskan beberapa helai daun dari pakaiannya.Wira mendudukkan dirinya di sebuah bangku sembari menatap bunga-bunga yang ada di keranjang."Itu bunga mau di buang?" tunjuknya."Enggak, itu mau di taruh di depan buat isi vas bunga.""Oh, gue mending nemenin loe di sini aja. Males gue gabung ma yang lain.""Kenapa?""Di cengin mulu gara-gara jomblo."Tian menahan tawan
Di dalam ruangan kini hanya ada Hera juga Candra, entah mengapa Candra bernyali membawa Hera masuk ke dalam perusahaan tuannya."Katakan, ada apa lagi?""Cih, bawahan berlagak bagai majikan. Menjijikan.""Dari pada anda, majikan yang tak bertaring dan hanya bisa menggonggong."Ucapan Candra benar-benar membuatnya geram, ia begitu tertamlar oleh ucapan orang rendahan seperti Candra.Namun Hera tetaplah Hera, ia masih dengan angkuhnya bersikap dan mengatur di hadapan Candra.Tanpa mereka sadari sudah ada satu kamera yang terus menyorot semua obrolan keduanya, tanpa terkecuali....Wira membuat sebuah ide bersama Tian untuk menguji Beno, dengan persetujuan Lecy ketiganya pun mulai melancarkan aksinya."Tian, gue takut nih." bisik Lecy."U
Malam semakin dingin, Ardan membawa semua temannya berkumpul bersama di halaman belakang rumahnya. Di sana sudah ada Tian yang tengah sibuk menyiapkan bahan makanan, tak lupa ada pula Wirma yang sedang menyiapkan api unggung untuk menghangatkan diri. "Ayah, mau Tian bantu?" tawarnya. "Ini pekerjaan laki-laki Nak, kamu siapin aja minuman buat ayah." "Baik Ayah." Dengan antusias Tian pergi menyiapkan minuman untuk Wirma, di tengah kegiatannya tiba-tiba sebuah tangan melingkah di perutnya. "Ini aku sayang," bisik Ardan merasakan keterkejutan istrinya. "Kak, malu kalau ada yang lihat nanti." lirih Tian tertahan. "Sebentar aja, aku merindukan aromamu." Tubuh Tian tiba-tiba meremang, Ardan benar-benar menguji kesabarannya saat ini. Tak cukup hanya memeluk, tangan Ardan juga bergerilya menjelajahi tubuh istrinya. "Embbb," seru tertahan Tian. "Auuu," lirih Ardan ketika Tian tiba-tiba menggigit sebelah tangannya. "Kamu kanibal ya, main gigit aja." "Makanya tangan di konsikan, in
Larasati bangun ketika mentari sudah menerangi bumi, ia merenggangkan tubuhnya lalu bangkit untuk membersihkan diri."Dasar anak ini, udah jam segini masih aja belum bangun." gerutu Larasati menatap gadis yang masih enggan melepas selimut hangatnya.Tak ingin mengganggu, Larasati memilih untuk keluar kamar dan menuju dapur. Rencananya ia akan membuat sarapan khusus untuk cucu kesayangannya.Namun dari kejauhan ia samar-samar mendengar suara orang sedang tertawa."Tahu malu juga ternyata."Dewi serta Tian menoleh ke sumber suara, alangkan terkejutnya mereka menatap seseorang yang sedang berdiri di depannya."Ibu? Kenapa ada di sini?""Kenapa? Nggak suka kamu saya pulang ke sini. Ini rumah putra saya, jadi saya berhak pulang kapanpun saya mau." ketusnya.Dewi hanya menghela nafas panjang, sedang Tian ia memundurkan lang
Niken, gadis yang kini menjadi dokter pribadi Larasati. Pertemuan tanpa sengaja keduanya membuat hubungan mereka semakin dekat.Niken yang bertugas di salah satu rumah sakit di Yogyakarta tanpa sengaja mendapat pasien atas nama Larasati, nama yang terasa tak asing dalam ingatannya.Sejak pertemuan itulah Larasati menaruh simpati pada Niken, ia berencana menjodohkan Ardan cucunya dengan Niken. Sebab sebelum itu memang keduanya sempat terlibat hubungan asmara.**Niken terbangun, silau mentari membuat tidurnya harus terusik."Hoam, kemana ya oma?"Niken segera bangkit membersihkan dirinya, setelah itu ia berjalan keluar mencari keberadaan Larasati.Di tengah langkah kakinya, ia mendengar suara ribut-ribut yang membuat penasaran."Biar aku yang mengobatinya."Semua menatap arah datangnya
Han segera masuk setelah mendapat instruksi dari tuan nya, dengan beberapa anak buahnya ia menerobos masuk begitu saja.Niken tak bergeming dengan kedatangan Han, ia menatap santai beberapa orang yang kini ada di depan matanya.Ve terluka lengan nya akibat sabetan pisau, ia merintih menahan perih dengan darah yang terus mengalir.Axel melangkah semakin maju, mengikis jarak antara dirinya juga Niken. Tak ada perlawanan apapun dari wanita itu pada awal nya.Namun saat Axel berusaha membawanya keluar, tiba-tiba Niken berbalik dan menyerang Ardan dengan pisau yang ada di balik baju nya."Awas," seru Han.Dengan cepat Han mendorong tubuh Ardan hingga tak sampai terkena pisaunya.Niken meronta, ia histeris karena gagal melakukan rencanannya. Gagal sudah semua yang sudah ia rencanakan sebelumnya. I
Ve berlari ke sudut ruangan, ia benar-benar takut dengan Niken yang semakin menggila itu. Rasa penyesalan kini tengah menggerogoti hatinya perlahan.Ingin sekali Ve kabur saat itu juga, namun kakinya begitu lemah dengan apa yang terjadi di depan matanya."Lo bebas mau ngapain aja, please biarin gue pergi dari gudang busuk ini."Niken menatap tajam Ve yang adalah kaki tangan nya itu, ia merasa geram dengan semua yang wanita itu serukan sedari tadi."Bisa diam nggak, atau lo mau nasih lo sama seperti dia." tunjuknya pada Cyra ynag sudah benar-benar tak berdaya.Niken kembali mengarahkan matanya pada Cyra, menatap penuh kemenangan pada gadis yang bersimbah darah di bawahnya."Hari ini lo bakal mati, hari ini adalah hari terakhir lo melihat dunia yang hitam ini.""Hhhahhahaaaaaaaaaaaaaa.."
Di kantor, Arvan masih tak habis pikir dengan sikap istri kecilnya itu. Tiba-tiba datang seolah tak ada apa-apa, namun tiba-tiba pergi begitu saja.Ia pun memanggil Han ke dalam ruangannya."Bagaimana semuanya?""Semua sudah saya bereskan, Tuan. Semua perjanjian kerja sama kita juga sudah selesai tanpa pinalti sepeserpun."Arvan tersenyum miring, ia kembali mengingat rencananya bersama Han tentang client barunya itu. Awal nya ia berniat bermain-main terlebih dahulu, namun karena rasa cemburu dan keputusan istrinya itu membuat Arvan segera memutuskan semua kerja sama mereka."Lalu bagaimana tanggapan pihak mereka? Terutama perusahaan nya.""Tan Haxel mengatakan akan mendatangi anda sendiri untuk menyampaikan semua permintaan maaf dari mereka. Beliau juga meminta untuk tidak menghapus atau mengecualikan perusahaan mereka dari k
Cyra menatap berang perempuan yang duduk bersebelahan dengan suamimya itu, terlebih suaminya itu hanya diam tak menanggapi diri nya. Membuat Cyra mau tak mau meninggalkan meja itu dan kembali ke meja nya sendiri."Udah dong, mungkin clienrt nya itu." ucap Gabriel mencoba menenangkan adiknya itu.Namun apa yang di lakukan Gabriel malah semakin menyulut panas di hari Cyra. Ia masih tak hentinya memberi tatapan tajam pada Arvan yang duduk tak jauh dari tempatnya.***Malam semakin larut, namun sepasang suami istri itu masih betah saling diam dan mengabaikan.Arvan masih kesal dengan istrinya lantaran berani menyentuh laki-laki lain di depan matanya. Sedang Cyra merasa kesal lantaran suaminya itu lebih memilih wanita jadi-jadian nya itu.Tidur saling memunggungi membuat Cyra tak bisa meme
Hari ini Arvan mengajak serta Yomi untuk mengikuti rapat tentang kerja sama keduanya nanti. Sebuah layar plasma menunjukkan kerangka bangunan dari model apartemen garapan keduanya.Yomi nampak kagum dengan desain juga kejelasan kerangka bangunan yang di tampilkan oleh pihak Arvan, ia tak pernah menyangka jika semua akan di persiapkan dengan sangat matang."Bagaimana ibu Yomi, apa ada yang ingin anda sampaikan setelah presentasi team saya?" tanya Arvan.Yomi masih terdiam, matanya menatap pada gambar tiga dimensi bangunan apartemen itu."Sempurna."Satu kata yang lolos begitu saja dari bibir manisnya, entah karena kekaguman nya atau bahkan memang di lebih-lebihkan nya."Mungkin ada yang ingin anda koreksi, jadi team saya bisa sekalian kerjanya.""Tidak, untuk sementara ini sudah lebih
Dokter Lita tak henti-hentinya mentertawakan panggilan sayang Cyra untuk suami baru nya itu."HHhahhahahha, aduh sakit perut gue.""Gue tembak sampai mati loe kalau masih ketawa," teriak Arvan dari dalam ruangan nya.Sedang Cyra, gadis itu hanya duduk sembari memainkan ponselnya. Eh, lupa udah nggak gadis lagi (hheheh :D)"Siap abang siomay," ledek Lita hingga tawanya kembali meledak."Udak kali kak ketawanya, nggak kering tuh gigi emang nya?""Ya habis kamu lucu banget sih."Cyra hanya mengangkat bahu nya acuh, ia kemudian berjalan menuju meja makan. Mengecek menu untuk mereka makan malam.Namun sesampainya disana ternyata para pelayan sudah hampir selesai menghidangkan semuanya."Yah, padahal mau bantuin. Kok udah selesai sih?"
Ve terus berjalan mencari keberadaan Niken saat ini, sesuai dengan janji mereka harus nya bertemu dan membicarakan tentang rencana keduanya."Kemana wanita itu?" Ve di buat celingukan mencari keberadaan Niken.Lalu tiba-tiba ponselnya bergetar, satu pesan masuk ke dalam ponsel pintarnya itu._Temui aku di taman belakang kampus, pastikan nggak ada yang ikut dan tahu soal ini_Begitulah pesan yang ia terima dari Niken."Sok misterius banget jadi orang," gerutunya namun tetap berjalan menghampirinya.Niken tengah duduk bersantai di bawah sebuah pohon sembari menghisap sepuntung rokoknya. Kepulan asap memenuhi udara di sekitarnya, namun sama sekali tak mengganggu pernafasan nya."Apa rencana loe?" tanya Ve yang tak ingin berbasa-basi."Duduklah, jangan jadi tak
Acara dilanjutkan dengan makan-makan, semua orang nampak berbaur bersama sembari menikmati hidangan yang di sediakan.Arvan sedang duduk bersama dengan istrinya, juga dengan keluarga yang lainnya."Permisi nona," sapa salah satu pelayan yang menghampiri Cyra."Ya?""Pesanan anda sudah siap semuanya, sekarang ada di halaman depan."Cyra tersenyum mendengarnya, ia langsung menyincing gaun kebaya nya dan melangkah meninggalkan mejanya."Mau kemana tu anak?" selorok Sandrina.Arvan tak bertanya, ia lebih ke mengikuti istrinya kemanapun ia melangkah."Berapa total nya?""Ada tiga puluh mobil truck, sesuai dengan pesanan anda."Arvan tak banyak komentar, ia hanya terdiam menatap banyakny foodtruck yang terparkir di halaman mertuanya itu."Sayang, apa ini?"
Cyra tak henti-hentinya merasa kesal dengan calon suaminya itu. Ingin sekali rasanya ia menarik paksa Arvan tadi di atas mimbar saat sedang berbicara."Bener-bener ya tu si om, pengen banget gue kandangin." kesalnya.Cyra yang sedang kesal mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia melaju menuju ke arah perusahaan orang tuanya.Kedatangan Cyra di sambut dengan hangat oleh para karyawan, banyak yang menunduk hormat ketika berpapasan dengan Cyra.Menjadi anak pengusaha ternama tak membuat Cyra menjadi besar kepala juga congkak hatinya, justru ia selalu bersikap rendah hati hingga banyak orang yang menyukainya."Pagi nona Cyra," sapa Syerli sekretaris Ardan."Pagi kak. Apa daddy ku ada di ruangan nya?""Beliau ada di ruangan tuan Axel.""Baiklah, terima kasih infonya kak."