Dan hari yang di tunggupun kini tiba, Ardan nampak begitu gagah dalam balutan baju batiknya. Bukan jas layaknya teman-teman lainnya yang menjadi pilihannya, hanya batik yang sederhana namun serasi dengan pakaian istrinya.
"Suami aku ganteng banget sih," puji Tian ketika merapikan tatanan rambut Ardan.
"Itu karena istri tercantikku yang pintar merawat suaminya."
Tangan Ardan tak hanya berdiam diri di pinggang istrinya, menyusuri setiap inci tubuh Tian hingga harus menerima sebuah cubitan.
"Aw, sakit dong sayang."
Sirr,
Lagi-lagi rasanya seperti ada angin yang menerobos jatungnya, Ardan selalu saja membuat Tian merasakan hal-hal yang sulit di jelaskan dengan kata-kata.
"Kita turun ke bawah, Ayah sama Bunda udah tunggu kita."
"Sebentar aja," pinta Ardan merengek.
"Nggak, ayo turun dari pada Bunda naik."
Dan benar saja apa yang di ucapkan Tian, baru ia menutup bibirnya Dewi sudah muncul di balik pintu kamarnya.
Hari ini Wirma akan kembali ke Surabaya bersama istrinya, namun kali ini tak hanya mereka berdua sebab Ardan memboyong istri juga semua temannya untuk ikut bergabung bersama."Sayang, udah dimasukin semuanya?"Tian menatap sosok yang baru saja berbicara padanya, parasnya nampak semakin cantik dengan senyum menghiasi wajahnya."Aku sudah menyiapkan semua keperluan kakak, sudah rapi.""Jangan hanya keperluanku saja yang disiapin, keperluan kamu juga penting." mencubit gemas hidung istrinya.Keduanya larut dalam kemesraan hingga melupakan jika jarum jam terus bergerak melawan waktu."Ke mana dua anak ini, lama banget ambil bawannya." gerutu Wirma tak sabar."Sabar Ayah," seru Dewi.Tak selang lama datanglah rombongan Bayu dengan sekawanannya, kedatangan mereka benar-benar menjadikan rumah yang semula sepi menjadi b
Surabaya,Tian dengan semua rombongan telah tiba di tujuannya, semua sudah di persiapkan hingga ketika mereka datang semua sudah tersedia."Kak, aku mau istirahat dulu ya."Ardan menatap cemas pada wajah sang istri yang nampak begitu pucat, Ardan khawatir jika kondisi Tian akan kembali memburuk karena kejadian tempo hari lalu."Kamu sakit (menyentuh kedua sisi wajah Tian)? Apa perlu aku panggil dokter?" cemasnya.Tian menggeleng, ia merasa hanya kelelahan dan hanya membutuhkan tidur saja. Setelah berpamitan dengan semua orang Tian segera menuju kamarnya.Lecy baru saja tiba di rumah, ia nampak begitu gembira saat melihat kedua orang tuanya sudah kembali ke rumahnya."Ayah, Bunda." serunya begitu girang.Suara itu sontak menjadi pusat perhatian semua orang, terutama perhatian Beno yang tengah merindukan sang pemi
Kondisi Tian sudah jauh lebih baik dari awal kedatangannya, kini ia sedang sibuk mengurus kebun bunga halaman belakang."Bahkan bunga-bunga aja kalah cantiknya sama nyonya Ardan."Mendengar seseorang berbicara membuat Tian menghentikan pekerjaannya, ia memutar kepalanya dan mendapati Wira tengah tersenyum ke arahnya."Hai," sapanya."Kakak nggak gabung sama yang lainnya?" tanya Tian sembari membereskan beberapa helai daun dari pakaiannya.Wira mendudukkan dirinya di sebuah bangku sembari menatap bunga-bunga yang ada di keranjang."Itu bunga mau di buang?" tunjuknya."Enggak, itu mau di taruh di depan buat isi vas bunga.""Oh, gue mending nemenin loe di sini aja. Males gue gabung ma yang lain.""Kenapa?""Di cengin mulu gara-gara jomblo."Tian menahan tawan
Di dalam ruangan kini hanya ada Hera juga Candra, entah mengapa Candra bernyali membawa Hera masuk ke dalam perusahaan tuannya."Katakan, ada apa lagi?""Cih, bawahan berlagak bagai majikan. Menjijikan.""Dari pada anda, majikan yang tak bertaring dan hanya bisa menggonggong."Ucapan Candra benar-benar membuatnya geram, ia begitu tertamlar oleh ucapan orang rendahan seperti Candra.Namun Hera tetaplah Hera, ia masih dengan angkuhnya bersikap dan mengatur di hadapan Candra.Tanpa mereka sadari sudah ada satu kamera yang terus menyorot semua obrolan keduanya, tanpa terkecuali....Wira membuat sebuah ide bersama Tian untuk menguji Beno, dengan persetujuan Lecy ketiganya pun mulai melancarkan aksinya."Tian, gue takut nih." bisik Lecy."U
Malam semakin dingin, Ardan membawa semua temannya berkumpul bersama di halaman belakang rumahnya. Di sana sudah ada Tian yang tengah sibuk menyiapkan bahan makanan, tak lupa ada pula Wirma yang sedang menyiapkan api unggung untuk menghangatkan diri. "Ayah, mau Tian bantu?" tawarnya. "Ini pekerjaan laki-laki Nak, kamu siapin aja minuman buat ayah." "Baik Ayah." Dengan antusias Tian pergi menyiapkan minuman untuk Wirma, di tengah kegiatannya tiba-tiba sebuah tangan melingkah di perutnya. "Ini aku sayang," bisik Ardan merasakan keterkejutan istrinya. "Kak, malu kalau ada yang lihat nanti." lirih Tian tertahan. "Sebentar aja, aku merindukan aromamu." Tubuh Tian tiba-tiba meremang, Ardan benar-benar menguji kesabarannya saat ini. Tak cukup hanya memeluk, tangan Ardan juga bergerilya menjelajahi tubuh istrinya. "Embbb," seru tertahan Tian. "Auuu," lirih Ardan ketika Tian tiba-tiba menggigit sebelah tangannya. "Kamu kanibal ya, main gigit aja." "Makanya tangan di konsikan, in
Larasati bangun ketika mentari sudah menerangi bumi, ia merenggangkan tubuhnya lalu bangkit untuk membersihkan diri."Dasar anak ini, udah jam segini masih aja belum bangun." gerutu Larasati menatap gadis yang masih enggan melepas selimut hangatnya.Tak ingin mengganggu, Larasati memilih untuk keluar kamar dan menuju dapur. Rencananya ia akan membuat sarapan khusus untuk cucu kesayangannya.Namun dari kejauhan ia samar-samar mendengar suara orang sedang tertawa."Tahu malu juga ternyata."Dewi serta Tian menoleh ke sumber suara, alangkan terkejutnya mereka menatap seseorang yang sedang berdiri di depannya."Ibu? Kenapa ada di sini?""Kenapa? Nggak suka kamu saya pulang ke sini. Ini rumah putra saya, jadi saya berhak pulang kapanpun saya mau." ketusnya.Dewi hanya menghela nafas panjang, sedang Tian ia memundurkan lang
Niken, gadis yang kini menjadi dokter pribadi Larasati. Pertemuan tanpa sengaja keduanya membuat hubungan mereka semakin dekat.Niken yang bertugas di salah satu rumah sakit di Yogyakarta tanpa sengaja mendapat pasien atas nama Larasati, nama yang terasa tak asing dalam ingatannya.Sejak pertemuan itulah Larasati menaruh simpati pada Niken, ia berencana menjodohkan Ardan cucunya dengan Niken. Sebab sebelum itu memang keduanya sempat terlibat hubungan asmara.**Niken terbangun, silau mentari membuat tidurnya harus terusik."Hoam, kemana ya oma?"Niken segera bangkit membersihkan dirinya, setelah itu ia berjalan keluar mencari keberadaan Larasati.Di tengah langkah kakinya, ia mendengar suara ribut-ribut yang membuat penasaran."Biar aku yang mengobatinya."Semua menatap arah datangnya
Hari sudah mulai siang, namun rombongan Bayu tak kunjung datang. Ardan berkali-kali menghubungi Tian namun sayangnya tak satupun dapat balasa,begitupun dengan yang lainnya."Kemana mereka ini, kenapa jam segini masih belum pulang juga?" gelisahnya.Ardan nampak sibuk dengan ponselnya, hingga kehadiran Dewi tak nampak di matanya."Astaga, mereka ini kemana sih." kesalnya."Ada apa, kenapa marah-marah?""Bun, ini udah siang tapi mereka semua belum balik juga. Tian harus ganti perban tangannya loh ini.""Ya itu salah kamu, kalau memang kamu perduli dan cemas dengan istrimu harusnya kamu mengikuti dia bukan malah di rumah mengiyakan wanita lainnya.""Jangan pernah menyalahkan cucuku, apa yang Ardan lakukan sudah benar dengan berada di rumah."Entah dari mana datangnya, Larasati tiba-tiba muncul dan berada di sebelah Ardan