Akh, kasihan Zack. Hahaha.
"Makanya aku bilang, pernikahannya minggu depan saja. Kamu kan maksa mau minggu ini." Aurora menjelaskan setelah melihat Zack tertegun mendengar ia sedang datang bulan."Tapi, kamu tidak bilang sedang datang bulan." "Karena menstruasiku kadang tidak tepat waktu. Kadang lebih cepat atau terkambat beberapa hari. Aku hanya bisa memperkirakan saja."Setelah mengembuskan napas berkali-kali, Zack tersenyum. Ia tidak ingin membuat Aurora merasa bersalah, walaupun tubuhnya sudah panas dingin menahan gairah."Hehe, ya sudah. Tak apa-apa. Aku sendiri yang tidak mau mendengarmu. Paling tidak sekarang kita bisa tidur seperti ini." Zack memeluk Aurora.Aurora mengembuskan napas lega. Ia berpikir Zack akan kesal, namun ternyata lelaki itu dengan bijaksana memaklumi."Maaf, ya." Aurora mendongakkan kepalanya."Cup." Zack membalas dengan mendaratkan ciuman singkat di dahi Aurora. "Sebenarnya ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengganti malam pertama ini."Dahi Aurora berkerut dalam. "Maksu
“Sial! Dari mana kalian tau?” Zack mendelik mendengar para sahabat memberinya semangat untuk lebih bersabar menunggu malam pertamanya dengan Aurora.Tak sengaja, Vigor melirik Alzard yang menyeringai sambil minum soda dingin.“Dan dari mana kamu tau?” Kini Zack bertanya pada adiknya.“Aku yang membelikan Aurora pembalut.” Alzard dengan jujur menjawab.“Oh ya?” Kini semua pasang mata menatap Alzard. “Sejak kapan?”Alzard lalu bercerita, Awal mulanya, mereka hanya sedang berdua di rumah. Mami sedang mengantar Papi kontrol kesehatan di rumah sakit. Aurora menolak ikut karena merasa tidak enak badan.Ternyata, ia menstruasi. Sedangkan di rumah tidak ada stok pembalut yang dibutuhkan Aurora. Akhirnya, Alzard berinisiatif membelikan adiknya pembalut di sebuah minimarket dekat rumah mereka.“Kalian tidak akan percaya. Ternyata modelnya banyak. Ada yang bersayap dan tidak. Bahkan ada ukurannya yang sesuai untuk pagi, siang dan malam.”“Itu pertama kali kamu membeli pembalut? Lalu?” Zack kini
Zack melangkah penuh percaya diri ke dalam sebuah supermarket besar. Ia menggunakan topi dan kaca mata hitam untuk menyamarkan penampilan.Setelah melihat papan penunjuk barang di bagian atas, Zack menuju salah satu lorong."Ini akan mudah sekali. Aku bahkan sudah tau bungkus pembalut Aurora." Zack menggumam sambil mendorong kereta belanjanya. "Nanti untuk menutupi pembalut, aku akan membeli beberapa benda lain."Di depan lorong, Zack melangkah ragu. Masalahnya ini adalah lorong kebutuhan wanita. Dan saat ini hanya ia satu-satunya lelaki di tempat tersebut.Memasang wajah datar dan masa bodoh, Zack menuju rak yang berisi bermacam pembalut. Lalu, seketika dahinya berkerut."Kenapa pembalut harus sebanyak ini jenisnya?" Zack mendesah dalam hati.Saat pergi, Zack memutuskan ke supermarket besar agar tidak terlalu kentara ada di sana. Juga karena pembalut Aurora jarang terjual di minimarket.Ternyata ia malah pusing dengan banyaknya pilihan sementara pembalut Aurora malah tak ia temukan.
"Sayang, kamu mau pergi lagi sama Kakek Viscout?" Zack berdiri di belakang sang istri yang sedang bercermin."Tidak. Kakek belum bilang apa-apa."Zack mengerutkan kening. "Tapi, Kakek barusan minta izin padaku untuk mengajakmu pergi."Lalu, Aurora menyeringai. Mungkin, Kakek Viscout meneleponnya, tetapi karena ponselnya berada di dalam tas, ia tidak mendengar alat komunikasi itu berbunyi.Zack menggeleng lalu mengembuskan napas panjang. Kebiasaan Aurora belum juga hilang. Istrinya itu seringkali mengabaikan alat komunikasinya."Soalnya, sekarang aku lebih suka bermain dengan ponselmu, jadi tidak terlalu sering memegang ponselku sendiri." Aurora beralasan sambil tersenyum menatap Zack."Ya, ya, mungkin itu juga sebabnya Kakek meneleponku. Ia pikir kamu sedang memegang ponselku."Kepala Aurora mengangguk, lalu bertanya," Boleh aku pergi lagi dengan Kakek Viscout?"Kini kepala Zack yang mengangguk. Hari ini ia pun akan pergi ke kantor dan membagi pekerjaan kepada Zavian dan Alzard selama
“Kenapa kau masih saja kesal aku menikahi Aurora.” Zack mendesah pada adiknya, Alzard.Mereka sedang berada di perusahaan Morgan. Zack menitipkan banyak pekerjaan pada Zavian dan adiknya karena besok akan cuti panjang.“Karena kau dan Aurora, kakak beradik, juga kalian jadi meninggalkanku dengan banyak pekerjaan begini.”“Tenang. Akan aku bantu.” Zavian menepuk bahu Alzard sambil terkekeh.Kemudian, Zack mengamati ponselnya. Ia lalu menunjukkan layar ponselnya pada Alzard.“Suntikan dana untuk perusahaanmu juga sudah diproses. Karena jumlahnya besar, mungkin butuh beberapa jam lagi masuk ke rekening perusahaanmu.”Mata Alzard membulat melihat angka investasi yang diberikan sang kakak pada perusahaannya. Seketika, wajah memberengutnya kini berseri-seri.“Terima kasih, Kakak Zack terbaik.” Alzard langsung memeluk Zack.“Dasar lelaki mata duitan!” Zack mengumpat kala melihat perubahan suasana ekspresi Alzard saat mengetahui ia berinvestasi besar untuk perusahaan sang adik.Namun begitu,
Pesawat pribadi Zack sudah menunggu. Zack harus lebih bersabar melihat istrinya masih saja berpamitan dengan banyak orang yang mengantar.Sedikit menyesal, kenapa ia membiarkan orang-orang itu ikut ke bandara. Walaupun ia mengerti ini kali pertama Aurora pergi lama karena ia akan mengajak istrinya keliling dunia."Kalau kangen, Kakek akan menyempatkan diri mengunjungimu."Zack memgerutkan kening mendengar pernyataan Kakek Viscout. Ada-ada saja lelaki tua itu, masa mau mengunjungi pasangan yang sedang bulan madu.Dan jika diperhatikan, Zack baru sadar, Aurora kini senang sekali memeluk orang. Semuanya ia peluk dengan akrab sebelum akhirnya berdiri di samping Zack."Selamat bulan madu." Akhirnya kalimat itu diucapkan para pengantar sambil melambai-lambaikan tangan.Zack mengembuskan napas lega saat mereka telah duduk di kursi pesawat. Aurora masih sibuk menatap haru keluarga yang mengantar melalui jendela.Hingga akhirnya, pesawat benar-benar terbang dan mereka kini hanya berduaan."Z
Zack berdiri. Menangkup wajah Aurora dengan kedua tangannya. lalu, mengecup bibir sang istri.“Oke, kita makan dulu.”Setelahnya, Zack mengambil mantel handuk lalu memakaikannya ke tubuh Aurora. Ia juga meraih mantel handuknya dan menggunakannya kemudian menggandeng tangan Aurora keluar kamar.Aurora tersenyum salah tingkah. Ternyata kesabaran Zack sangat tebal, setebal rekening bank-nya. Aurora merasa bersalah sekaligus beruntung.“Well, tadi aku terlanjur mengatakan pada petugas resort untuk tidak mengganggu kita. Jadi, mereka tidak akan mengirimkan makanan apa pun. Kita lihat ada apa saja di kulkas yang bisa dimakan.” Zack mendudukkan Aurora di kursi.Sementara itu, Zack membuka kulkas. Ia mengeluarkan susu, jus, coklat, buah-buahan, yogurt, cereal dan meletakkannya di meja kitchen island. Kemudian memberikan Aurora peralatan makan.“Tidak masalah.” Aurora lalu menyingkirkan susu dan coklat dari meja, lalu mengambil mangkuk yang disiapkan Zack.Dengan cekatan, Aurora memotong buah-
“Selamat pagi, istriku. Kau milikku dan aku milikmu.” Kata-kata itu kini selalu diucapkan Zack saat ia membuka mata di pagi hari.Apa yang diucapkan para sahabat Zack memang benar. Pengantin baru tidak akan mudah keluar kamar. Pekerjaan mereka hanya saling berpelukan dan membicarakan hal-hal random.“Kita sudah membuang waktu tiga hari dengan menghabiskan waktu di ranjang saja.” Zack terkekeh seraya mengelus punggung halus Aurora yang berbaring tanpa busana.“Oh ya?” gumam Aurora. Sungguh, ia tak perduli. Ia sedang hanyut dengan kebahagiaan menjadi milik Zack seutuhnya.Zack terkekeh. Tangannya terjulur merapikan rambut Aurora.“Kamu lapar, Sayang?”“Umm … haus.”Lelaki itu segera bangkit dari ranjang, mencium dahi istrinya dan berkata, “Sebentar, aku ambilkan minum.”Keluar dari kamar dengan hanya menggunakan boxer, Zack melangkah ke dapur. Saat sedang menunduk untuk melihat isi kulkas, Zack merasa ada yang memperhatikannya.Dengan cepat ia menoleh. Dua wanita yang terlihat masih mud