“Runa! Ada apa? Kenapa kamu diam?” tanya Ansel yang panik karena Aruna tak menjawabnya. Ansel pun mengetuk pintu, bahkan bertekad mendobrak jika Aruna tak kunjung keluar. “Runa!” Ansel kembali memanggil karena sangat cemas. Suara kunci dibuka terdengar, Ansel menunggu sampai akhirnya pintu terbuka meski hanya sedikit. “Ada apa?” tanya Ansel dengan wajah panik. Aruna menyembulkan kepala dari dalam. Dia menggigit bibir bawah, lantas menjawab, “Ans, aku dapet.” Ansel menaikkan satu sudut alis mendengar ucapan Aruna. “Dapet apa?” tanya Ansel yang tak paham. Aruna benar-benar malu harus mengatakan itu ke Ansel. “Panggilin Kak Sashi saja,” ujar Aruna. “Kenapa harus Kak Sashi kalau ada aku di sini? Katakan saja, dapet apa maksudmu? Aku benar-benar tidak paham,” ucap Ansel. Aruna menggigit bibir bawah, hingga akhirnya menjelaskan. “Aku datang bulan, Ans. Aku butuh pembalut dan pakaian ganti,” ujar Aruna menjelaskan dengan wajah malu. Ini hari pernikahan mereka, Aruna malah lupa k
Ansel dan Aruna pulang ke rumah Bintang saat pagi hari. Mereka disambut pelukan Emily yang berlari menghampiri begitu melihat keduanya datang. “Apa Emi semalam tidur nyenyak?” tanya Ansel yang langsung menggendong putrinya itu. “Nyenyak,” jawab Emily, “semalam aku tidur sama Archie,” ucap Emily kemudian. “Tidur sama Archie?” tanya Ansel terkejut. “Iya, semalam Archie rewel karena minta tidur sama Emily, jadi aku biarkan mereka tidur berdua,” jawab Sashi yang juga ada di sana karena semalam menginap di rumah Bintang. Ansel mengangguk-angguk mendengar jawaban Sashi. Mereka pergi ke ruang makan untuk sarapan bersama. “Kalian jadi pergi bulan madu besok?” tanya Bintang sambil menatap Aruna dan Ansel bergantian. Bukan tanpa sebab Bintang memastikan, itu karena dia sudah mendengar cerita dari Sashi kalau Aruna malah kedatangan tamu bulanan saat pesta kemarin. Ansel dan Aruna saling tatap mendengar pertanyaan Bintang. “Mungkin diundur saja, Mom.” Aruna yang menjawab. Dia merasa perc
Aruna dan Ansel akhirnya sampai di hotel tempat yang Bintang pesan. Bangunan tinggi itu berada di tengah kota, hingga menyajikan indahnya pemandangan kota Paris dari tempat mereka berada sekarang. “Dari sini semuanya terlihat indah,” ucap Aruna sambil menatap hamparan lampu yang menyala menghias kota Paris begitu indah. Aruna berdiri di dekat pintu kaca balkon. Dia melihat malam berhias ribuan lampu yang menerangi kota. Ansel baru saja memberi tips ke pelayan yang membantu membawa koper. Dia menutup pintu, hingga melihat Aruna yang berdiri sambil mengagumi keindahan kota Paris. “Bukankah kamu bilang pernah ke sini?” tanya Ansel sambil mendekat, lantas memeluk Aruna dari belakang. Dia menghidu dalam-dalam aroma tubuh istrinya itu. Aruna melirik sekilas ke Ansel, lantas kembali menatap ke hamparan lampu yang menghias kota itu. “Iya pernah sekali karena urusan bisnis. Itu juga hanya dua hari, lalu aku harus menempuh perjalanan panjang untuk kembali ke perusahaan,” jawab Aruna lanta
Aruna berbaring di ranjang sambil menatap Ansel yang kini berada di atasnya. Napasnya sedikit tersengal karena durasi ciuman mereka yang cukup lama, membuat paru-parunya kekurangan stok oksigen.“Harus malam ini?” tanya Aruna karena gugup.Ansel mengukung tubuh Aruna di bawahnya. Dia menatap Aruna yang terlihat gelisah.“Kamu belum siap?” tanya Ansel memastikan karena tak ingin Aruna merasa tak nyaman.Aruna menggelengkan kepala, entah apa maksud dari gelengan kepalanya.“Tidak apa jika tak siap, kita bisa melakukannya lain waktu,” ucap Ansel yang tak mau memaksa Aruna.Ansel hendak menyingkir dari atas tubuh Aruna, tapi ternyata istrinya itu langsung menahan lengannya.“Maksudku, aku siap dan bukannya tak siap. Hanya sedikit gugup. Kamu tahu ini pertama untukku,” ujar Aruna mencoba mengakui meski malu.Ansel tersenyum mendengar ucapan Aruna. Dia membelai wajah istrinya itu dengan lembut, lantas mengecup kening Aruna penuh kasih sayang.“Ini juga yang pertama untukku,” balas Ansel tan
Aruna membuka mata saat matahari mulai menyapa. Hal pertama yang dilihatnya saat bangun adalah wajah suaminya yang mampu membuatnya tersenyum. “Selamat pagi,” ucap Aruna saat melihat Ansel mulai membuka mata. “Pagi,” balas Ansel dengan seulas senyum menyambut pagi bersama wanita yang dicintainya. Aruna tersenyum menatap Ansel yang terlihat masih mengantuk. “Ans, aku lapar,” ucap Aruna sambil memainkan rambut depan Ansel. Ansel langsung bangun mendengar ucapan Aruna. Dia menengok ke jam dinding dan melihat waktu menunjukkan pukul enam pagi. “Ayo cari sarapan sambil jalan-jalan,” ajak Ansel lantas mencium pipi Aruna sebelum akhirnya turun dari ranjang untuk berganti pakaian. Aruna mengulum senyum, lantas ikut turun agar bisa segera sarapan. Ansel dan Aruna sarapan di restoran hotel, sebelum kemudian pergi jalan-jalan sesuai dengan jadwal mereka. “Ini cocok untuk Emi, kan?” Aruna memegang sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Dia memandang jepit itu sambil tersenyum bahagia.
“Mami mengirimkan foto jepit rambut, apa kamu suka?” tanya Aruna saat menghubungi Emily. “Iya, aku suka. Makasih Mami Runa.” Suara Emily terdengar begitu bersemangat dari seberang panggilan. Aruna tersenyum mendengar Emily menyukai apa yang diberikannya. “Emi, bisa tidak kalau manggilnya mami saja? Kalau manggilnya Mami Runa, seperti mami bukan maminya Emi,” ucap Aruna. Ansel yang mendengar itu langsung tersenyum. Dia memeluk Aruna dari belakang, padahal istrinya itu sedang bicara di telepon. Aruna mendengar suara Emily tertawa dari seberang panggilan, membuatnya begitu bahagia bisa melihat tawa gadis kecil itu. “Mami, tadi ada wanita bantu ambilin bolanya Archie. Tapi aku tidak suka melihatnya,” ucap Emily dari seberang panggilan. “Wanita? Wanita siapa?” tanya Aruna terkejut. Ansel pun ikut terkejut hingga melepas pelukan dari Aruna, lantas meminta istrinya menyalakan pengeras suara agar bisa lebih jelas mendengar cerita Emily. “Wanita siapa, Emi?” tanya Ansel. “Tidak tahu,
“Apa ada masalah, Dad?” tanya Ansel saat menemui Langit di ruang kerja.“Duduklah!” Langit mempersilakan Ansel duduk di kursi depan meja.Ansel pun duduk menunggu Langit bicara sesuatu yang hendak dibahas.“Sebenarnya masalah ini ingin kami bicarakan sejak dua hari lalu, tapi mengingat kalian sedang liburan apalagi kamu selalu mencemaskan Emi, kami pun memilih untuk menunggu kalian pulang,” ujar Langit mengawali pembicaraan mereka.“Sebenarnya ada masalah apa?” tanya Ansel cemas meski terlihat tenang.“Dua hari lalu ada orang mencurigakan berkeliaran di depan rumah. Satpam yang menyadarinya, saat kamera Cctv dicek, ternyata orang itu hanya mondar-mandir di depan sesekali menoleh ke rumah,” ujar Langit menjelaskan.“Aku pikir orang itu sama dengan yang memantau Emi di rumah mamamu. Kami tidak memberitahu Emi, takutnya dia cemas. Jadi akhirnya kami tetap menjaga Emi di dalam rumah. Untung saja Emi sangat penurut dan tidak membangkang ketika diminta tetap di dalam,” ujar Langit menjelask
“Kalau siang nanti kalian tidak bisa jemput Emi, biar mommy yang jemput,” kata Bintang saat membantu Emily menyiapkan tas.“Aku belum masuk kerja kok, Mom. Nanti ke kantor hanya untuk mengecek saja, setelahnya aku akan menunggu di sekolah sampai Emi selesai dengan kelasnya,” balas Aruna sambil menyisir rambut Emily.“Ah … begitu, ya sudah,” ucap Bintang.Aruna menoleh sekilas ke Bintang, lantas kembali fokus menyisir kemudian memakaikan jepit kupu-kupu yang dibelinya di Paris.“Sudah, cantikkan?” Aruna menatap Emily yang duduk tenang saat rambutnya dirapikan.“Iya, cantik,” ucap Emily menatap bayangannya dari pantulan cermin.Aruna memulas senyum mendengar ucapan Emily. Mereka pun keluar kamar dan siap berangkat sekolah.“Kenapa tidak bareng sekalian?” tanya Ansel.“Nanti aku ke kantor sebentar, terus balik ke sekolah Emi. Jadi lebih mudah kalau pakai mobil sendiri,” jawab Aruna menjelaskan, “lagian kamu harus fokus dengan pekerjaanmu, jadi lebih baik pakai mobil sendiri-sendiri.”“Ta