“Apa ada masalah, Dad?” tanya Ansel saat menemui Langit di ruang kerja.“Duduklah!” Langit mempersilakan Ansel duduk di kursi depan meja.Ansel pun duduk menunggu Langit bicara sesuatu yang hendak dibahas.“Sebenarnya masalah ini ingin kami bicarakan sejak dua hari lalu, tapi mengingat kalian sedang liburan apalagi kamu selalu mencemaskan Emi, kami pun memilih untuk menunggu kalian pulang,” ujar Langit mengawali pembicaraan mereka.“Sebenarnya ada masalah apa?” tanya Ansel cemas meski terlihat tenang.“Dua hari lalu ada orang mencurigakan berkeliaran di depan rumah. Satpam yang menyadarinya, saat kamera Cctv dicek, ternyata orang itu hanya mondar-mandir di depan sesekali menoleh ke rumah,” ujar Langit menjelaskan.“Aku pikir orang itu sama dengan yang memantau Emi di rumah mamamu. Kami tidak memberitahu Emi, takutnya dia cemas. Jadi akhirnya kami tetap menjaga Emi di dalam rumah. Untung saja Emi sangat penurut dan tidak membangkang ketika diminta tetap di dalam,” ujar Langit menjelask
“Kalau siang nanti kalian tidak bisa jemput Emi, biar mommy yang jemput,” kata Bintang saat membantu Emily menyiapkan tas.“Aku belum masuk kerja kok, Mom. Nanti ke kantor hanya untuk mengecek saja, setelahnya aku akan menunggu di sekolah sampai Emi selesai dengan kelasnya,” balas Aruna sambil menyisir rambut Emily.“Ah … begitu, ya sudah,” ucap Bintang.Aruna menoleh sekilas ke Bintang, lantas kembali fokus menyisir kemudian memakaikan jepit kupu-kupu yang dibelinya di Paris.“Sudah, cantikkan?” Aruna menatap Emily yang duduk tenang saat rambutnya dirapikan.“Iya, cantik,” ucap Emily menatap bayangannya dari pantulan cermin.Aruna memulas senyum mendengar ucapan Emily. Mereka pun keluar kamar dan siap berangkat sekolah.“Kenapa tidak bareng sekalian?” tanya Ansel.“Nanti aku ke kantor sebentar, terus balik ke sekolah Emi. Jadi lebih mudah kalau pakai mobil sendiri,” jawab Aruna menjelaskan, “lagian kamu harus fokus dengan pekerjaanmu, jadi lebih baik pakai mobil sendiri-sendiri.”“Ta
“Siapa?”Aruna sangat terkejut mendengar guru Emily menceritakan yang tadi terjadi. Dia datang setelah mengecek pekerjaan, hingga begitu terkejut saat mendengar perkataan guru soal kedatangan wanita asing.“Wanita itu bilang kalau teman almarhum maminya Emily. Karena Emily pun tak takut, saya pun tadi hanya menemani menemui wanita itu,” ujar guru menjelaskan lagi.Aruna pun terdiam mendengar ucapan guru. Mungkinkah benar jika yang datang teman Citra karena dia pun tak tahu.“Terima kasih karena mau menemani Emi saat ada orang yang menemuinya,” ucap Aruna ke guru. Dia tak mungkin menyalahkan guru karena bagaimanapun guru sudah melakukan yang terbaik untuk menjaga Emily.Guru itu mengangguk, lantas meninggalkan Aruna karena harus mengurus anak-anak.Saat sore hari. Ansel baru saja pulang dari kantor. Saat masuk kamar, Ansel disambut Aruna yang langsung mengambil jas dari tangannya.“Bagaimana tadi di kantor?” tanya Aruna lantas membantu Ansel melepas dasi.“Banyak pekerjaan menumpuk,” j
“Emi, nanti Bibi akan ke sini nungguin Emi sekolah. Mami harus ke kantor, tapi nanti waktu Emi pulang. Mami akan menjemput,” ucap Aruna sambil memakaikan tas ke punggung Emily.“Iya, Mami hati-hati di jalan,” balas Emily.Aruna berjongkok di depan Emily, lantas menatap putri tirinya itu dengan seulas senyum.“Ingat, kalau ada yang datang dan mau kasih Emi sesuatu. Emi harus izin Papi atau mami,” ucap Aruna mengingatkan.“Mami tenang saja. Pesan Mami dan Papi sudah ada di kepalaku. Di sini,” balas Emily sambil menunjuk pelipis.Aruna tersenyum mendengar balasan Emily. Dia mencium kedua pipi gadis kecil itu lantas meminta Emily segera masuk.Aruna masih berdiri di sana sampai Emily hilang dari pandangan. Dia menghela napas kasar, lantas pergi meninggalkan tempat itu.**Ansel sudah sampai kantor. Dia disambut Rio yang sudah menunggunya datang.“Saya sudah mendapatkan informasi pria yang terus mengawasi Nona Emi, Pak.”Ansel langsung menatap Rio yang baru saja bicara.“Kamu sudah memasti
“Non Emi tunggu di sini sebentar. Bibi ke kamar kecil bentar,” kata pengasuh Emily karena tiba-tiba ingin buang air kecil.“Iya, sana Bibi ke kamar mandi.” Emily mengangguk lalu meminta pengasuhnya buru-buru pergi.Emily duduk di bangku depan gedung sekolah sambil melihat teman-temannya dijemput. Dia sendiri menunggu Aruna datang sesuai janji ibunya itu.Gadis kecil itu duduk sambil mengayunkan kedua kaki ke depan dan belakang, hingga dia melihat seorang pria yang berdiri menatapnya. Emily menoleh ke kanan dan kiri, berpikir jika pria itu mungkin sedang menatap orang lain.Emilio datang ke sekolah Emily, tentu saja untuk memastikan apakah Emily memang putrinya yang tak dianggap enam tahun lalu. Dia terus memperhatikan, hingga sebuah mobil menghalangi pandangan.Emily tak melihat pria itu lagi. Dia lantas menatap ke mobil yang ternyata milik Aruna.“Mami!” teriak Emily sambil melompat dari bangku.Emily berlari menghampiri Aruna yang baru saja keluar dari mobil.“Di mana Bibi?” tanya A
“Emi, apa Bibi yang menemuimu adalah wanita ini?” tanya Ansel sambil memperlihatkan foto Grace. Emily memperhatikan foto itu, lantas menganggukkan kepala. “Iya itu,” jawab Emily setelah memastikan. Ansel terdiam mendengar jawaban Emily, ada rasa kesal dan amarah yang terpancar dari tatapan matanya. “Emi main dulu di luar, ya,” kata Aruna saat melihat Ansel diam. Emily mengangguk lantas keluar dari kamar orang tuanya. Aruna menatap Ansel yang hanya diam. Dia pun duduk di samping suaminya, lantas menggenggam telapak tangan Ansel. “Apa wanita dan pria itu ada hubungannya dengan Citra? Kenapa kamu diam sejak tadi, Ans?” tanya Aruna penasaran. Setelah membaca detail data yang diberikan Rio. Ansel diam lantas mengajak Aruna pulang untuk menanyai Emily. Kini suaminya pun kembali diam setelah mendapat jawaban Emily, membuat Aruna bingung. Ansel menoleh Aruna, tatapan matanya masih menunjukkan rasa kesal. Dia menghela napas kasar, lantas mengguyar rambut ke belakang. “Cerita saja, aga
“Bagaimana? Kamu sudah menemuinya?” tanya Grace saat melihat suaminya pulang di sore hari. Emilio hanya menatap Grace yang menghadang langkahnya. “Kenapa kamu diam? Jawab!” bentak Grace kesal melihat Emilio yang hanya diam. “Aku sudah melihatnya, tapi tidak menemuinya,” ucap Emilio karena Grace memaksa. “Dia sangat cantikkan? Dia tinggal bersama pria yang tak berstatus apa pun dengannya. Mana mungkin kamu tidak bisa mengambilnya. Bawa dia, aku janji akan menyayanginya seperti anakku sendiri.” Grace menatap penuh harap ke Emilio agar mau membawa Emily bersama mereka. Emilio menatap Grace yang berharap banyak. “Kenapa kamu menatapku seperti itu? Kenapa kamu diam?” Grace terlihat kembali kesal karena tatapan Emilio. “Aku hanya berpikir kita bisa melakukan cara lain jika kamu menginginkan anak, Grace.” Emilio mencoba membujuk agar Grace tak meminta Emily. Raut wajah Grace berubah menjadi garang dan penuh amarah. Tampak jelas tatapan matanya yang membenci bujukan dari pria itu. “A
Aruna memperhatikan mobil itu, hingga dia melihat seorang pria turun dari mobil. Aruna mencoba memperhatikan wajah pria itu sampai dia mengingat di mana pernah melihat pria itu. “Banmu kempes? Kamu butuh tumpangan?” tanya pria yang tak lain Emilio. Aruna mengenali pria itu dari foto yang diberikan Rio. Dia pun langsung memberikan tatapan tak senang ke pria itu. Namun, karena Emilio tak mengenalnya, membuat Aruna hanya menjaga jarak saja. “Tidak perlu, aku sudah menghubungi suamiku,” jawab Aruna lantas melirik Emily yang masih di dalam mobil. Aruna sendiri berpura-pura tak mengenal pria itu agar Emilio tidak secara tiba-tiba mengakui Emily. Emilio mengangguk-angguk mendengar jawaban Aruna. Dia menoleh ke mobil, hingga melihat Emily yang turun dari mobil. Emily turun dari mobil lantas berlari ke belakang kaki Aruna, dia bersembunyi di belakang kaki tapi mengintip ke Emilio. Emilio menatap Emily yang bersembunyi, baru kali ini dia melihat Emily dari jarak dekat. “Dia putrimu?” ta