"Agh! Kenapa kalian semua melakukan ini? Kenapa kami tidak boleh hidup bahagia? Kenapa kami yang lemah harus kalain siksa seperti ini? Dewa! Dimana kamu? Dimana kamu yang telah kami sembah selama ini? Kenapa kamu tidak muncul.. Kenapa?"
Sosok pria muda berusia sepuluh tahun tampak berlutut menghadap ke langit. Dia mengucapkan semua keluhannya ke langit dengan marah, dia mengeluh dengan ketidakadilan yang diterima oleh dia dan keluarganya.
"Benci! Aku benci kalian semua, aku akan membunuh kalian semua! Aku bersumpah akan membunuh kalian yang merenggut seluruh kebahagiaan yang dulu aku miliki!" Teriak anak itu dengan marah dan mengutuk langit yang tidak adil terhadap dirinya.
Tidak ada yang menjawab, tidak ada yang mendengarkan keluhannya, hanya hujan, petir dan kilat sebagai tanda betapa hancurnya hati sang anak itu sekarang. Tatapan yang penuh keputusasaan membuat si anak benar-benar jauh dari anak-anak seusianya, senyuman anak berumur sepuluh tahun itu pun tampak tidak ada lagi setelah kejadian yang menimpanya itu.
……
Di desa De, yang masih terletak di wilayah kerajaan Chu. Ada sosok anak laki-laki kecil berumur delapan tahun hidup bersama dengan ayah dan ibunya. Mereka hidup bahagia bersama dengan orang-orang desa yang juga bergaul akrab dengan mereka. Setiap hari di hiasi dengan senyuman, setiap pagi di awali dengan suara ayam dan berbagai binatang lain di desa itu yang menyambut datangnya mentari pagi.Dan saat matahari mulai terbenam, juga disambut dengan suara domba, sapi yang dibawa gembala kembali ke desa. Meski desa itu kecil, tapi seluruh orang desa tidak pernah kekurangan apapun, mereka selalu berkecukupan dan memiliki pakaian cukup. Hidup seperti itu saja sudah cukup memuaskan bagi mereka.
Dan Ini kejadian sebelum terjadinya malam berdarah yang merenggut semuanya dari seorang anak kecil berumur delapan tahun itu. Penderitaan yang membuatnya hidup dalam kegelapan selama bertahun-tahun, mengubahnya menjadi anak yang ceria menjadi anak pendiam berhati dingin.
Di dunia yang kejam, dimana yang kuat menjadi penguasa dan si lemah menjadi budak yang dapat di siksa, di bunuh sesuka hati si kuat. Dunia yang tidak akan pernah berubah dimanapun kita semua berada.
“Ibu, Aku ingin makan daging domba.” Ucap seorang anak laki-laki yang tampak sedang memeluk kaki ibunya. Anak kecil berwajah tampan dan memiliki aura unik sendiri padanya, sehingga membuat orang lain tidak dapat menolak kehadirannya.
“Hei, bukankah kemarin kita sudah makan daging? Tidak! Makan daging terus tidak baik untuk kesehatanmu, ibu akan membuat beberapa sayuran untukmu.” Jawab wanita berusia tiga puluh tahun yang tidak lain adalah ibu dari anak itu.
Wajah si anak berubah menjadi jelek saat mendengar ibunya tidak ingin memasak daging untuk dia. Padahal ayahnya sudah berburu dan membawa daging dari hutan tapi ibunya sangat ketat padanya dengan mengatasnamakan kesehatan.
Anak kecil itu melihat ayahnya yang baru pulang dari hutan, dia ingin ayahnya membantu agar ibunya dapat memasak daging. Tapi nyatanya si ayah memalingkan wajah ke arah lain agar tidak diganggu dengan permintaan si anak.
Si anak menyadari kalau ayahnya juga takut kepada si ibu jadi dia hanya dapat menghela nafas dan menyerah untuk meminta bantuan dari ayahnya tersebut.
“Sayang, apa kali ini tidak ada masalah di hutan? Aku dengar kemarin ada yang melihat beruang bertubuh besar sedang berkeliaran di hutan loh!” Tanya si ibu sambil memotong beberapa sayuran di dapur.
“Ah! Aku juga mendengar itu dari teman-temanku, ayah benarkah itu semua?” Si anak juga bertanya dengan rasa penasaran kepada sang ayah.Tampak pria tampan yang duduk itu berpikir sebentar sebelum mengangguk, benar jika ada beruang besar sebelumnya di hutan tapi setelah hari ini dia tidak menemukan apapun jejak mengenai beruang tersebut di dalam hutan.
Mendengar kalau tidak ada lagi jejak beruang di hutan, hari istrinya lebih lega. Memang desa mereka terbilang sangat kecil hanya ada delapan puluh keluarga hidup disini dan total hanya lebih dari dua ratus orang yang hidup disini. Meski mereka terbilang miskin di dunia luar tapi mereka sangat bahagia dapat hidup di desa kecil yang penuh orang-orang baik.
"Ibu, ayah, besok aku ingin bermain dengan teman-temanku ke danau. Apa boleh?" Tanya anak berumur delapan tahun itu meminta izin bermain kepada ayah dan ibunya.
Keduanya mengizinkan si anak untuk bermain tapi mereka tetap mengingatkan agar berhati-hati karena masih banyak binatang liar di luar sana yang berbahaya.
"Aku mengerti ayah, aku akan berhati-hati. Tapi besok pagi kita makan daging yah?"
"Tidak boleh!" Jawab ibunya langsung dengan tegas. Mendengar kata tidak boleh, wajah di anak agak sedih tapi dia juga tidak berdaya karena ayahnya saja tidak berani melawan singa betina di depannya ini.
"Sttt! Sini!" Si ayah memanggil anaknya dengan suara pelan. Dia mendekat ke ayahnya sambil bertanya-tanya kali ini apa yang ingin ayahnya lakukan.
"Jangan melawan ibumu. Besok pagi, sebelum ayah berburu ikutlah bersama ayah! Ayah akan membawamu ke suatu tempat yang bagus," bisik si ayah pada anaknya yang ingin mengajak keluar desa untuk memperlihatkan sesuatu.
"Benarkah? Kalau begitu aku akan menunggu ayah besok pagi di depan rumah!" Jawab si anak bahagia saat ayahnya ingin membawa ke suatu tempat. Si ayah tentu meyakinkan anaknya kalau yang dikatakan tidak ada kebohongan.
"Sudah! Ayo makan," setelah semua makanan siap. Keluarga yang berisi tiga anggota itu pun makan dengan penuh kebahagian di rumah kecil mereka.
Pada keesokan harinya, tepat seperti kata ayah si anak dia membawa ke suatu tempat yang jauh di luar desa. Keduanya berjalan menjauh dari desa tapi di wajah ayah dan anak itu tidak ada rasa takut sedikitpun. Padahal banyak yang bilang hitam berbahaya tapi keduanya seolah sudah terbiasa dengan semua itu.
Sampai di depan tebing, si ayah meletakan tangannya di depan tebing dan sebuah pintu terbuka dengan sendirinya. Anak itu terkejut tapi tidak mengatakan apapun kepada sang ayah. Dia terus mengikuti ayahnya dari belakang dengan mata penuh rasa takjub melihat seluruh isi dalam gua tersebut.
"Ayah, ini dimana? Kenapa banyak buku dan juga apa itu?" Ta ya si anak melihat berbagai macam buku serta ada banyak perak, emas di dalam gua.
"Ini adalah tempat rahasia ayah! Mulai sekarang ini juga tempat rahasiamu, suatu saat nanti tempat ini pasti berguna untukmu jadi ayah akan mengajarimu cara untuk masuk ke tempat ini!" Jawab si ayah yang akan mengajari anaknya cara untuk masuk ke dalam tempat penuh harta itu.
Anak umur delapan tahun itu pun mengangguk dan ayahnya dengan tenang mengajari anaknya itu seluruh yang dia ingin anaknya pelajari. Satu jam, dua jam, tiga jam pun berlalu, setelah merasa hari sudah mulai naik barulah keduanya pun keluar dari gua dan kembali ke desa. Ayah dari anak itu kembali ke rumah sedangkan anaknya pergi bermain ke danau yang sudah dijanjikan dengan teman-temannya, saat sang ayah sampai di rumah sosok istrinya sudah menunggu menatapnya dengan tatapan dingin.“Kenapa kamu membawa Shen’er kesana?” Tanya sang ibu dengan wajah murung menatap suaminya.“Huf.. Siapa yang tahu masa depan? Setidaknya aku memberikan anak kita pilihan untuk masa depannya! Apa kamu pikir dapat bersembunyi terus dari mereka?” Jawaban dari suaminya membuat sang istri merendahkan kepalanya. Dia paham apa yang dimaksud oleh suaminya itu, sangat paham sampai membuat hatinya sangat sakit memikirkan masalah yang sebenarnya mereka hadapi. Dia tidak masalah jika mati, tapi dia tidak akan terima ka
“Iya… Paman, tampaknya mereka benar-benar bukan demon. Hm? Kalau begitu apa kita pergi saja? Sepertinya ibu Mingyue memintaku untuk pulang, dan entah kenapa perasaanku sangat tidak enak dengan panggilan tiba-tiba itu!” sahut Pemuda yang bernama Long Zhuting. Dia telah berkelana selama beberapa abad melewati seluruh lorong ruang menuju ke semua dunia yang terhubung. Ketiganya setuju untuk kembali, mereka terbang melewati ruang dan membiarkan kelompok yang tadi melawannya begitu saja. Tapi memang kelompok itu tidak berani mencegah atau marah, mereka bahkan hanya berani mengangkat kepala saat Long Zhuting benar-benar sudah menghilang dari pandangan mereka. Setelah mereka benar-benar tidak lagi merasakan keberadaan anak itu, mereka baru melanjutkan perjalanan menuju dunia awan. Tempat yang menjadi tujuan akhir mereka, bahkan mereka harus segera pergi sebelum semua terlambat untuk mereka. “Mereka itu benar-benar tidak tahu malu, tapi biarlah! Mereka juga tidak melanggar!” Sebenarnya L
Tian Sen terus berjalan mencari petunjuk, meskipun tubuhnya masih kecil dan umurnya juga belum sepuluh tahun. Tapi hatinya benar-benar kuat bahkan jika melihat mayat yang hangus di dalam lautan api pun tidak membuatnya menjadi takut dengan semua itu. Dia terus melangkah, satu demi langkah terus dia lalui dan setiap dia melangkah akan ada mayat hangus atau bagian tubuh yang terlihat di matanya. Dan semakin dia terus melangkah, Tian Sen menemukan beberapa sosok yang di ikat dengan tubuh penuh luka dan di tengah-tengah beberapa sosok itu ada satu orang tua yang masih tampak bernafas. Saat melihat orang tua itu Tian Sen langsung mempercepat langkahnya, setelah lama melangkah di desa akhirnya Tian Sen menemukan satu orang hidup. Meski hanya satu dia ingin menyelamatkan satu orang itu apapun yang terjadi apalagi sosok itu adalah kepala desa tua yang sering berkunjung ke rumahnya.“Kepala desa, kakek!” Tian Sen berhasil menurunkan pria tua itu dengan susah payah. Dia juga mencoba mengikat
Tujuh tahun berlalu sejak hari dimana desa tempat tinggal Tian Sen di hancurkan, sekarang anak yang tadi belum berumur sepuluh tahun telah menjadi pemuda berumur lima belas tahun. Dia bekerja di sebuah restoran pada kota yang berukuran cukup besar dengan posisi tingkat menengah dalam kerajaan Chu. Kehidupan kecilnya kembali dengan kebahagian tapi hatinya masih tetap dalam kesedihan, meskipun di luar dia melayani banyak tamu dengan senyuman kadang ada hari dimana Tian Sen akan diam dan tampak murung sendiri. Nyonya pemilik restoran yang membawa Tian Sen bekerja di restorannya pun sadar kebiasaan Tian Sen itu tapi dia tidak mengatakan apapun karena yakin ada alasan Tian Sen bersikap aneh. “Tian Sen, setelah kamu mengurus yang Disana cobalah untuk membantu kakak Mu di dapur!” Ucap nyonya yang baru saja meletakan pesanan tamu di meja. “Baik bibi!” Tian Sen dengan senang hati pergi ke dapur dan membantu seorang wanita yang lebih tua darinya membersihkan tempat makan kotor. Wanita muda
Pada akhirnya TIan Sen tidak punya pilihan selain ikut pergi ke esokan harinya dengan kakaknya untuk mendaftar, mereka sampai di depan tempat pendaftaran yang dibuka pada tempat rumah wali kota. Saat mereka berjalan Tian Sen melihat beberapa orang yang dia kenal, itu adalah orang-orang yang dipukul olehnya, meski orang-orang itu marah tapi tidak ada yang berani mendekati Tian Sen setelah apa yang mereka alami sebelumnya. “Tidak ada yang menarik disitu, mereka berasal dari luar kota kita dan tampaknya memang berasal dari keluarga bangsawan tapi tidak besar!” Jelas kakak TIan Sen mengatakan asal usul dari pemuda yang merusak restoran mereka saat itu, dia tahu hal tersebut setelah penjaga kota membicarakan mereka dengan ibunya. Penjaga kota menjelaskan kalau sebenarnya sudah ada peraturan yang melarang peserta membuat masalah di kota mereka tapi kadang anak-anak muda itu merasa diri mereka lebih baik dari yang lain dan karena kota mereka juga tidak pernah ada perwakilan menuju akademi
Kalung pemberian sang ibu yang memiliki arti besar meski hanya setengah dari kalung itu ada pada Tian Sen, dia yakin kalau orangtuanya masih hidup meskipun dia sendiri tidak tahu dimana mereka sekarang berada. Tian Sen membuka buku teknik seni beladiri dan mencoba beberapa teknik yang berhubungan dengan pukulan dan gerakan, itu dia lakukan karena memang dia sendiri tidak cukup cocok menggunakan senjata saat ini dan lagi memang Tian Sen memang tidak punya senjata padanya. “Teknik tinju singa api? Hm, ini sepertinya cocok dan ada lagi langkah bayangan, sepertinya ini teknik umum jadi tidak masalah bukan? Dan lagi ini hanya di Class menengah jadi tidak akan mungkin menjadi masalah selama tes! Yah.. itupun jika aku lulus sih,” Tian Sen dengan tenang membaca buku teknik itu di dalam kamarnya, dia benar-benar jatuh dalam diri sendiri selama mempelajari teknik tinju api. Di dalam buku teknik seni beladiri, ada tiga tingkat dalam setiap dilatih tingkat dasar, menengah dan sempurna. Tian S