“Iya… Paman, tampaknya mereka benar-benar bukan demon. Hm? Kalau begitu apa kita pergi saja? Sepertinya ibu Mingyue memintaku untuk pulang, dan entah kenapa perasaanku sangat tidak enak dengan panggilan tiba-tiba itu!” sahut Pemuda yang bernama Long Zhuting.
Dia telah berkelana selama beberapa abad melewati seluruh lorong ruang menuju ke semua dunia yang terhubung.
Ketiganya setuju untuk kembali, mereka terbang melewati ruang dan membiarkan kelompok yang tadi melawannya begitu saja. Tapi memang kelompok itu tidak berani mencegah atau marah, mereka bahkan hanya berani mengangkat kepala saat Long Zhuting benar-benar sudah menghilang dari pandangan mereka.
Setelah mereka benar-benar tidak lagi merasakan keberadaan anak itu, mereka baru melanjutkan perjalanan menuju dunia awan. Tempat yang menjadi tujuan akhir mereka, bahkan mereka harus segera pergi sebelum semua terlambat untuk mereka.
“Mereka itu benar-benar tidak tahu malu, tapi biarlah! Mereka juga tidak melanggar!”
Sebenarnya Long Zhuting tidak pergi jauh, dia hanya menghilang sesaat setelah melewati kelompok itu dan melihat apakah mereka akan memilih kembali setelah dinasehati atau tidak. Ternyata mereka tetap pergi ke arah yang mereka tuju dan tidak peduli dengannya nasehatnya, meski itu tidak masalah juga tapi pemuda tersebut tentu sedikit marah.
Ketiga pamannya memperingati Long Zhuting kalau dia harus kembali karena Hai Mingyue menunggu mereka di istana naga saat ini. Karena alasan itu dia tanpa pikir panjang terbang melalui ruang menuju ke tempat dimana keluarganya tinggal.
“Dunia awan kah? Itu akan segera berubah! Aku penasaran sosok seperti apa yang akan lahir di dunia kecil itu?”
……
Kembali ke desa De, milik kerajaan Chu dimana saat ini Tian Sen yang masih sibuk bermain disana. Tian Sen merasa kalau hidupnya bersama dengan orang desa sangat bahagia, ada ayah dan ibunya yang akan menyambut ia saat pulang. Dan disini ada teman-teman yang seusia dengannya bisa menjadi teman mainnya, tentu saja itu tidak jauh berbeda dengan orangtua Tian Sen.
Tapi pada saat ini, tiba-tiba ekspresi ayah Tian Sen menjadi sangat gelap saat dirinya merasakan sesuatu yang bergerak dari dua arah berlawanan.
“Sayang, bahaya! Aku akan membawa Shen’er kembali!” Ucapnya segera menghilang dari pandangan istrinya yang juga sudah memasang ekspresi sangat serius.
Istrinya segera membentuk segel dengan tangannya dengan suatu alasan, dan saat segel di tangannya selesai guncangan di formasi terjadi tepat di tempat yang jauh dari desa. Sesuatu terjadi, kabut yang aneh muncul dengan petir serta kilat menerkam siapapun yang berani mengganggu di tempat itu.
Ekspresi wajah Ibu Tian Sen sangat muram, “mereka benar-benar tidak melepaskan kami! Apakah mereka lupa kalau kamu telah di buang oleh mereka? Tampaknya aku harus melakukan sesuatu,”
Dia terpaksa harus turun tangan sendiri untuk melakukan sesuatu sampai suaminya kembali, tubuhnya perlahan menjadi ilusi dan menghilang dari rumahnya. Sedangkan suaminya berhasil membawa Tian Sen kembali tapi saat dia melihat istrinya tidak ada, wajah sang suami berubah menjadi sangat marah. Dia benar-benar sangat marah sampai auranya lepas meski sedang menggendong Tian Sen yang sedang tertidur itu.
“Huf… Aku harus membawa Shen’er ke tempat yang aman dulu, baru aku pergi membantu istriku! Nak, maafkan kami berdua mungkin setelah ini hidupmu bahkan kasih jauh lebih buruk. Tapi kami yakin kamu bisa menjalaninya, kamu akan selalu menjadi anak kebanggaan kami!” Ucap Ayah Tian Sen mengelus kepala anaknya yang tertidur itu lalu meletakan anaknya di tempat dimana dia menyimpan semua hartanya lalu pergi setelah memastikan tidak ada yang tahu tempat itu.
Swisshhh….
“Apa aku terlambat?” Tanya sang suami menatap istrinya yang sudah dikelilingi oleh dua kelompok.
Ibu Tian Sen menggelengkan kepala, suaminya tentu belum terlambat karena dia baru saja memecah ruang dan membuat kedua sisi bertemu di sisi yang sama.
Sekarang mereka berdua benar-benar menghadapi dua sisi yang berbeda, satu sisi masih tetap diam dan tidak mengatakan apapun tapi sisi lain jelas berbeda. Mereka memperlihatkan sikap yang membenci dan juga penuh niat membunuh kepada pasangan suami istri itu.
“Kalian berdua benar-benar bersembunyi disini yah? Dimana benda itu?” Tanya sosok pria tua menatap ke pasangan tersebut dengan dingin.
Ayah Tian Sen hanya tersenyum, melambaikan tangannya ribuan pedang muncul di langit. Melihat ribuan pedang yang muncul wajah dari kedua sisi langsung berubah menjadi menakutkan.
Mereka segera menggunakan qi untuk mempertahankan diri dari seribu pedang yang muncul tersebut. Ibu Tian Sen juga ikut membentuk segel dengan tangannya lalu sebuah pagoda ungu muncul di langit, sembilan tingkat pagoda ungu langsung menyatukan qi dengan seratus pedang milik suaminya.
“Teknik gabungan, Hundred Swords of death pagoda!” Keduanya langsung menghantam kedua sisi dengan serangan gabungan mereka tanpa perlu bicara alasan kenapa kedua kelompok itu datang kepada mereka.
“Bajingan sialan!”
BOOOOOMMM….
BOOOOOMMM….
Ledakan demi ledakan terjadi di luar desa dan Tian Sen tidak tahu kalau orangtuanya sedang bertarung dengan musuh. Saat ini anak kecil itu hanya terbaring pulas di ranjang dimana ayahnya meletakan dirinya. Dan tentu itu juga karena sang ayah memberikan obat tidur kepada Tian Sen sehingga anaknya tidak akan sadar meski sesuatu terjadi di luar.
Semua mereka lakukan agar anak mereka bisa selamat Meski mereka mungkin tidak bisa bersama dengan anak mereka lagi. Serangkaian ledakan masih terjadi di desa dan bahkan itu hanya berhenti setelah beberapa hari besoknya, dimana hari itu juga Tian Sen bangun dari tidurnya.
Saat Tian Sen baru bangun, hal pertama yang ia cari adalah orangtuanya tapi tidak ada jejak dimana orangtuanya dan lagi saat ini dia berada di ruangan penyimpanan harta milik sang ayah.
Hatinya menjadi sangat cemas dan ia segera menggunakan cara yang pernah di ajari ayahnya untuk keluar dari tempat itu. Saat ia keluar, pemandangan mengerikan muncul di depan mata Tian Sen dimana seluruh desanya benar-benar sudah hancur.
Asap dan api masih ada di tempat itu meski semua terjadi sudah beberapa hari terlebih Tian Sen bisa melihat serangkaian tangan hangus atau tubuh dari tumpukan rumah yang sbel ada di desa.
Tian Sen mencoba melihat ke rumahnya tapi yang ada hanyalah tumpukan bahan rumahnya yang sudah habis di lahap oleh api.
“Hiks..Hiks… Apa semua ini?” Tanyanya berlutut di tanah menghadap ke rumahnya yang hancur sambil menangis.
Dia tidak tahu bagaimana bisa desanya hancur dan dia juga tidak bisa mencari orang lain untuk bertanya karena sekarang semuanya sudah hancur dilalap api.
“Apa… Yang terjadi? Dimana ayah? Dimana ibu? Kenapa desa hancur? Kenapa? Siapa yang melakukan ini? Kenapa semuanya mati? Kenapa?”
Tian Sen terus berjalan mencari petunjuk, meskipun tubuhnya masih kecil dan umurnya juga belum sepuluh tahun. Tapi hatinya benar-benar kuat bahkan jika melihat mayat yang hangus di dalam lautan api pun tidak membuatnya menjadi takut dengan semua itu. Dia terus melangkah, satu demi langkah terus dia lalui dan setiap dia melangkah akan ada mayat hangus atau bagian tubuh yang terlihat di matanya. Dan semakin dia terus melangkah, Tian Sen menemukan beberapa sosok yang di ikat dengan tubuh penuh luka dan di tengah-tengah beberapa sosok itu ada satu orang tua yang masih tampak bernafas. Saat melihat orang tua itu Tian Sen langsung mempercepat langkahnya, setelah lama melangkah di desa akhirnya Tian Sen menemukan satu orang hidup. Meski hanya satu dia ingin menyelamatkan satu orang itu apapun yang terjadi apalagi sosok itu adalah kepala desa tua yang sering berkunjung ke rumahnya.“Kepala desa, kakek!” Tian Sen berhasil menurunkan pria tua itu dengan susah payah. Dia juga mencoba mengikat
Tujuh tahun berlalu sejak hari dimana desa tempat tinggal Tian Sen di hancurkan, sekarang anak yang tadi belum berumur sepuluh tahun telah menjadi pemuda berumur lima belas tahun. Dia bekerja di sebuah restoran pada kota yang berukuran cukup besar dengan posisi tingkat menengah dalam kerajaan Chu. Kehidupan kecilnya kembali dengan kebahagian tapi hatinya masih tetap dalam kesedihan, meskipun di luar dia melayani banyak tamu dengan senyuman kadang ada hari dimana Tian Sen akan diam dan tampak murung sendiri. Nyonya pemilik restoran yang membawa Tian Sen bekerja di restorannya pun sadar kebiasaan Tian Sen itu tapi dia tidak mengatakan apapun karena yakin ada alasan Tian Sen bersikap aneh. “Tian Sen, setelah kamu mengurus yang Disana cobalah untuk membantu kakak Mu di dapur!” Ucap nyonya yang baru saja meletakan pesanan tamu di meja. “Baik bibi!” Tian Sen dengan senang hati pergi ke dapur dan membantu seorang wanita yang lebih tua darinya membersihkan tempat makan kotor. Wanita muda
Pada akhirnya TIan Sen tidak punya pilihan selain ikut pergi ke esokan harinya dengan kakaknya untuk mendaftar, mereka sampai di depan tempat pendaftaran yang dibuka pada tempat rumah wali kota. Saat mereka berjalan Tian Sen melihat beberapa orang yang dia kenal, itu adalah orang-orang yang dipukul olehnya, meski orang-orang itu marah tapi tidak ada yang berani mendekati Tian Sen setelah apa yang mereka alami sebelumnya. “Tidak ada yang menarik disitu, mereka berasal dari luar kota kita dan tampaknya memang berasal dari keluarga bangsawan tapi tidak besar!” Jelas kakak TIan Sen mengatakan asal usul dari pemuda yang merusak restoran mereka saat itu, dia tahu hal tersebut setelah penjaga kota membicarakan mereka dengan ibunya. Penjaga kota menjelaskan kalau sebenarnya sudah ada peraturan yang melarang peserta membuat masalah di kota mereka tapi kadang anak-anak muda itu merasa diri mereka lebih baik dari yang lain dan karena kota mereka juga tidak pernah ada perwakilan menuju akademi
Kalung pemberian sang ibu yang memiliki arti besar meski hanya setengah dari kalung itu ada pada Tian Sen, dia yakin kalau orangtuanya masih hidup meskipun dia sendiri tidak tahu dimana mereka sekarang berada. Tian Sen membuka buku teknik seni beladiri dan mencoba beberapa teknik yang berhubungan dengan pukulan dan gerakan, itu dia lakukan karena memang dia sendiri tidak cukup cocok menggunakan senjata saat ini dan lagi memang Tian Sen memang tidak punya senjata padanya. “Teknik tinju singa api? Hm, ini sepertinya cocok dan ada lagi langkah bayangan, sepertinya ini teknik umum jadi tidak masalah bukan? Dan lagi ini hanya di Class menengah jadi tidak akan mungkin menjadi masalah selama tes! Yah.. itupun jika aku lulus sih,” Tian Sen dengan tenang membaca buku teknik itu di dalam kamarnya, dia benar-benar jatuh dalam diri sendiri selama mempelajari teknik tinju api. Di dalam buku teknik seni beladiri, ada tiga tingkat dalam setiap dilatih tingkat dasar, menengah dan sempurna. Tian S
"Agh! Kenapa kalian semua melakukan ini? Kenapa kami tidak boleh hidup bahagia? Kenapa kami yang lemah harus kalain siksa seperti ini? Dewa! Dimana kamu? Dimana kamu yang telah kami sembah selama ini? Kenapa kamu tidak muncul.. Kenapa?" Sosok pria muda berusia sepuluh tahun tampak berlutut menghadap ke langit. Dia mengucapkan semua keluhannya ke langit dengan marah, dia mengeluh dengan ketidakadilan yang diterima oleh dia dan keluarganya. "Benci! Aku benci kalian semua, aku akan membunuh kalian semua! Aku bersumpah akan membunuh kalian yang merenggut seluruh kebahagiaan yang dulu aku miliki!" Teriak anak itu dengan marah dan mengutuk langit yang tidak adil terhadap dirinya. Tidak ada yang menjawab, tidak ada yang mendengarkan keluhannya, hanya hujan, petir dan kilat sebagai tanda betapa hancurnya hati sang anak itu sekarang. Tatapan yang penuh keputusasaan membuat si anak benar-benar jauh dari anak-anak seusianya, senyuman anak berumur sepuluh tahun itu pun tampak tidak ada lagi se
Anak umur delapan tahun itu pun mengangguk dan ayahnya dengan tenang mengajari anaknya itu seluruh yang dia ingin anaknya pelajari. Satu jam, dua jam, tiga jam pun berlalu, setelah merasa hari sudah mulai naik barulah keduanya pun keluar dari gua dan kembali ke desa. Ayah dari anak itu kembali ke rumah sedangkan anaknya pergi bermain ke danau yang sudah dijanjikan dengan teman-temannya, saat sang ayah sampai di rumah sosok istrinya sudah menunggu menatapnya dengan tatapan dingin.“Kenapa kamu membawa Shen’er kesana?” Tanya sang ibu dengan wajah murung menatap suaminya.“Huf.. Siapa yang tahu masa depan? Setidaknya aku memberikan anak kita pilihan untuk masa depannya! Apa kamu pikir dapat bersembunyi terus dari mereka?” Jawaban dari suaminya membuat sang istri merendahkan kepalanya. Dia paham apa yang dimaksud oleh suaminya itu, sangat paham sampai membuat hatinya sangat sakit memikirkan masalah yang sebenarnya mereka hadapi. Dia tidak masalah jika mati, tapi dia tidak akan terima ka