Vote dan ramaikan komen di depan ya, soalnya masih kureng nih untuk komenya jadi disangkanya cerita ini sepi pembaca, padahal mah kan yang baca banyak hehe happy weekend dan selamat membaca
Malam semakin larut, suara burung-burung malam terdengar dengan sangat merdu. Membentuk sebuah melodi mistis yang bergema di dalam Gunung Sepuh pada malam itu. Sebuah mobil terparkir di ujung kebun teh yang terlihat sangat gelap gulita. Bersamaan dengan dua jejak langkah kaki yang terlihat dari jalanan setapak yang berlumpur menyusuri kebun teh hingga akhirnya masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh dari sebelah kiri. Gunung Sepuh sendiri adalah gunung yang mempunyai banyak pintu masuk, tidak hanya pintu masuk yang sering warga sebut gerbang. Namun juga banyak sekali pintu masuk hutan yang tersebar di kiri kanan hingga belakang gunung dengan rute yang berbeda-beda. Tampaknya, ada dua orang yang masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh pada saat itu. Dua orang dengan pakaian yang sangat berbeda antara satu dan lainnya. Salah satunya adalah bapak-bapak umur lima puluhan yang bernama Doni, dengan badan yang sedikit agak gemuk, dengan janggut panjang serta rambut yang terlihat rapi. Tangannya memak
Doni Suarsa, adalah salah satu pengusaha sukses di Ibu Kota. Dia mendapatkan sebuah warisan perusahaan yang bergerak dengan rezim, yang berkuasa pada saat itu. Orang tuanya memihak mereka dengan bantuan finansial ketika rezim pertama digulingkan dan diganti dengan rezim yang baru.Orang tua Doni sangat dekat dengan para pemimpin tersebut, sehingga melenggangkan perusahaannya ke beberapa tempat yang berada di Pulau Jawa. Cengkeh, gula, tembakau, juga properti. Semuanya mereka kuasai, sehingga keluarga Doni menjadi keluarga yang terpandang dan terkenal dimana-mana.Sehingga Doni tumbuh dengan bergelimang harta, tidak pernah sekalipun dia menginjak perkampungan penduduk yang kumuh dan bergaul dengan mereka. Otak Doni pada saat itu hanya bersenang-senang dan menghabiskan uang yang diberikan oleh bapaknya.Salah satu hal yang salah dan mungkin disesali oleh orang tuanya pada saat ini, Doni tidak di ajarkan untuk meneruskan perusahaan yang orang tuanya kelola. Dia tidak pernah menginjakan d
Suasana warung kini lebih ramai, Bapak tidak lagi sendirian menjaga warung dalam beberapa hari ini. Aku yang sudah mengetahui yang terjadi dengan warung dan kampung ini, kini lebih sering menemani Bapak di warung ini, menghabiskan waktu sembari menyerap ilmu yang Bapak di malam-malam tertentu di depan warung. “Kamu duduk disini, coba lampu minyak yang ada dinding di matikan Mat. ” Bapak yang kini bersamaku di warung untuk berjaga, tiba-tiba menyuruhku untuk duduk bersila. Dan mematikan satu-satunya penerangan warung yang cahayanya bisa menerangi jalan pada malam itu.Aku mengangguk, dan meniup lampu minyak yang menempel di dinding depan warung. Suasana yang awalnya terang kini mendadak gelap, lampu yang menyala kini hanya berada di dalam warung dan di ruangan belakang.Aku akhirnya duduk dan bersila, aku bingung apa yang akan aku lakukan sekarang. Karena biasanya bapak menyuruhku tanpa ada penjelasan apapun. Dan ketika hal itu selesai, baru lah bapak akan menjelaskan apa yang sedang
Sebuah asap putih tiba-tiba muncul di salah satu sudut hutan di Gunung Sepuh, asap putih tersebut melayang melewati pepohonan besar dengan dahan-dahannya yang rindang, sebelum nantinya asap putih tersebut menghilang di udara dan menyatu dengan gelapnya malam di Gunung Sepuh.Terlihat, Doni dan Ki Waluh terduduk di depan sebuah batu besar yang berdiri, batu yang dinamai batu nangtung. Tempat yang seringkali dipakai oleh para manusia yang melakukan ritual disana, dan menjadi tempat untuk bertemu dengan salah satu sosok yang menjadi penghuni makhluk tersebut, yaitu Dewi Neng Tiyas.Namun, tindakan Ki Waluh kali ini berbeda, dia tidak sedang memanggil makhluk itu kembali. Namun, kini sedang melakukan sesuatu yang dia lakukan untuk menjalankan suatu persyaratan yang akan dipersembahkan kepada makhluk yang menjadi penghuni dari batu besar itu.Ki Waluh dengan cekatan membakar beberapa dupa dan di tancapkan di depan batu besar tersebut, mulutnya komat kamit sambil menggelengkan kepalanya ke
Chough Chough Hoeeeeeekkkkk Aku tiba-tiba batuk dan muntah secara bersamaan, membuat kayu yang menjadi tempat duduk warung dikotori oleh darah segar berwarna merah yang keluar dari mulutku pada saat itu. Aku yang duduk pun kini tersungkur, karena rasa sakit yang aku rasakan secara tiba-tiba ketika aku duduk di depan warung pada saat tubuhku sedang fokus melihat lilin yang tepat berada di depanku pada saat itu. “Apakah ini salah satu gangguan yang Bapak Katakan?” “Tapi kenapa sampe seperti ini,” Pikirku. Hoeeekkk Aku kembali muntah, darah segar kembali keluar dari mulutku pada saat itu. Rasa sakit yang luar biasa yang membuat tubuhku seperti di tusuk-tusuk oleh jarum kecil dari dalam tubuhku membuatku ingin muntah dan mengeluarkan semua isinya yang ada dalam tubuhku pada saat itu. Rupanya, Bapak yang terpejam di dalam warung pun merasakan hal yang aneh pada diriku, dan dengan sigap membuka matanya dan berlari dengan sekencang-kencangnya ke arah ku dari dalam warung. “KAMU JAN
Sraaak Sraaaaak Terdengar dengan jelas, sebuah suara seseorang kini sedang menyeret sesuatu di dalam hutan Gunung Sepuh. Terlihat tanah dan daun-daun kering yang ikut terseret dan meninggalkan bekas di jalanan setapak yang orang tersebut lalui. Hutan Gunung Sepuh yang gelap dan penuh dengan para makhluk yang pasti akan muncul dan mengganggu setiap manusia yang masuk ke dalam nya ketika malam tiba, kini terlihat sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda bahwa makhluk itu akan muncul secara dan menampakan dirinya untuk mengganggu manusia yang kini terlihat sedang berjalan di tengah hutan. Karena apabila mereka berani menampakan dirinya kepada manusia yang sedang berjalan di jalanan setapak itu sekarang, sama saja dengan menyerahkan tubuhnya untuk dia musnahkan dan akan menghilang selamanya tanpa pernah bisa menampakan kembali wujudnya yang menyeramkan itu. *** Bapak hanya berjalan secara perlahan, memasuki kembali hutan Gunung Sepuh yang tampak gelap tanpa penerangan sama sekali ketika ma
“KI WALUHHHHH...!!!” Doni berteriak sekencang-kencangnya ke arah Ki Waluh yang sedang menderita karena tercekik oleh sesuatu yang tidak terlihat olehnya. Dia tidak menyangka, ritual yang terjadi pada malam ini menjadi bencana yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Sebagai pebisnis, Doni tidak pernah menyentuh hal-hal seperti ini dalam hidupnya, bahkan ketika dia kenal Ki Waluh pun, dia selalu menyerahkan semua keperluannya untuk Ki Waluh urus, dan dia hanya tahu beres tanpa melakukan apa pun. Namun, karena ini adalah permintaan yang menyangkut uang dan harta, maka mau tidak mau Doni harus ikut Ki Waluh ke Gunung Sepuh. Meskipun, apa yang Doni ucapkan atas permintaannya yang berlebihan dan persyaratan yang diminta makhluk berambut gimbal itu, malah mengakibatkan hal yang sama sekali tidak terpikir olehnya. “CICING MANEH!! IEU URUSAN ANTARA AING, JELEMA ETA, JEUNG MAKHLUK ANU CICING DI BATU ETA, MANEH ULAH PIPILUEUN, SAKALINA MANEH PIPILUEUN JEUNG URUSAN AING, NASIB MANEH BAKAL JA
Bapak membenturkan tubuh Ki Waluh beberapa kali, tubuhnya yang awalnya sehat dan bugar mendadak lemas karena dia merasa ada beberapa bagian tubuhnya yang patah karena benturan hebat yang Bapak lakukan pada malam itu. “Ampuun Ki, ampuuun, Mbah ampuun, maafin aku, aku salah telah menyentuh anak Mbah, ampuuun!” Ki Waluh yang kondisinya sudah parah, tiba-tiba meminta ampunan ke arah Bapak. Seluruh badan dan mulutnya terlihat berdarah-darah, dia seperti tidak sanggup lagi untuk melawan Bapak dengan kondisi ini. Sosok yang menurut Doni adalah sosok yang sangat sakti, karena bisa menyingkirkan semua saingan bisnisnya yang dia guna-guna dengan santet dan teluh yang Ki Waluh keluarkan. Kini terlihat tidak berkutik di hadapan Bapak. Ada suatu penyesalan dari hati Doni sekarang, sebuah penyesalan yang mendalam karena apa yang dia lakukan pada malam ini dia tidak mendapatkan apa-apa, malah dia harus menyaksikan sesuatu hal yang tidak bisa dia percayai dalam hidupnya. Ki Waluh pun berpikiran s