Terima kasih ya sudah menjadi pembaca setia KUTUKAN LELUHUR Sehingga per hari ini, KUTUKAN LELUHUR muncul di kolom terbaru di kategori trending Vote dan ramaikan komen di halaman depan ya agar saya bisa terus semangat mengupload bab-bab terbaru setiap harinya Terima kasih
“KI WALUHHHHH...!!!” Doni berteriak sekencang-kencangnya ke arah Ki Waluh yang sedang menderita karena tercekik oleh sesuatu yang tidak terlihat olehnya. Dia tidak menyangka, ritual yang terjadi pada malam ini menjadi bencana yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Sebagai pebisnis, Doni tidak pernah menyentuh hal-hal seperti ini dalam hidupnya, bahkan ketika dia kenal Ki Waluh pun, dia selalu menyerahkan semua keperluannya untuk Ki Waluh urus, dan dia hanya tahu beres tanpa melakukan apa pun. Namun, karena ini adalah permintaan yang menyangkut uang dan harta, maka mau tidak mau Doni harus ikut Ki Waluh ke Gunung Sepuh. Meskipun, apa yang Doni ucapkan atas permintaannya yang berlebihan dan persyaratan yang diminta makhluk berambut gimbal itu, malah mengakibatkan hal yang sama sekali tidak terpikir olehnya. “CICING MANEH!! IEU URUSAN ANTARA AING, JELEMA ETA, JEUNG MAKHLUK ANU CICING DI BATU ETA, MANEH ULAH PIPILUEUN, SAKALINA MANEH PIPILUEUN JEUNG URUSAN AING, NASIB MANEH BAKAL JA
Bapak membenturkan tubuh Ki Waluh beberapa kali, tubuhnya yang awalnya sehat dan bugar mendadak lemas karena dia merasa ada beberapa bagian tubuhnya yang patah karena benturan hebat yang Bapak lakukan pada malam itu. “Ampuun Ki, ampuuun, Mbah ampuun, maafin aku, aku salah telah menyentuh anak Mbah, ampuuun!” Ki Waluh yang kondisinya sudah parah, tiba-tiba meminta ampunan ke arah Bapak. Seluruh badan dan mulutnya terlihat berdarah-darah, dia seperti tidak sanggup lagi untuk melawan Bapak dengan kondisi ini. Sosok yang menurut Doni adalah sosok yang sangat sakti, karena bisa menyingkirkan semua saingan bisnisnya yang dia guna-guna dengan santet dan teluh yang Ki Waluh keluarkan. Kini terlihat tidak berkutik di hadapan Bapak. Ada suatu penyesalan dari hati Doni sekarang, sebuah penyesalan yang mendalam karena apa yang dia lakukan pada malam ini dia tidak mendapatkan apa-apa, malah dia harus menyaksikan sesuatu hal yang tidak bisa dia percayai dalam hidupnya. Ki Waluh pun berpikiran s
Malam hari ini, warung terasa sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda ada makhluk yang akan muncul di depan warung seperti malam-malam sebelumnya. Tidak ada hembusan angin kencang yang tiba-tiba berhembus ke arah warung, tidak ada kabut malam yang tiba-tiba turun dan menutupi warung dengan warnanya yang putih. Semuanya tampak seperti malam biasa yang bertabur bintang dan bulan yang seringkali muncul dan menyinari kampung dengan sinarnya yang sudah beberapa hari ini redup karena tertutup awan. Lampu minyak yang menempel di dinding warung menyinariku dengan sinarnya yang berwarna kuning, menyinari seluruh tubuhku dan keheningan jalan di depan warung yang sepi dan sunyi ini. Aku hanya duduk sambil menyenderkan badanku di dinding depan warung, darah merah segar yang bercampur dengan potongan jarum juga pecahan kaca yang berhamburan keluar dari dalam mulutku yang aku biarkan begitu saja. Mengotori lantai tempat para pembeli duduk dan bersantai ketika siang tiba. Bahkan, beberapa noda darah y
Di dalam Gunung Sepuh yang gelap yang terlihat sepi itu, kini tampak gaduh. Sebuah hutan hujan yang seharusnya sunyi pada malam hari, kini banyak sekali terdengar benturan dua belah benda yang saling beradu satu sama lain. Bahkan terdengar juga, suara-suara dari pepohonan dan ranting-ranting yang roboh karena terkena oleh sesuatu yang menabraknya dengan cukup keras. Kuak kuak kuak Gleber gleber Burung-burung malam yang membuat sarang di dalam hutan mendadak keluar dari sarangnya untuk menyelamatkan diri, juga hewan-hewan lain seperti babi hutan, ular, landak, kucing hutan. Mereka semua menjauh ke belakang gunung untuk menjauhi sesuatu yang membuat mereka takut. Mereka semua takut atas apa yang terjadi di salah satu tempat di dalam hutan Gunung Sepuh pada saat itu, karena tempat yang awalnya sepi dan sunyi mendadak menjadi sangat gaduh. Dan penyebab dari apa yang terjadi di sana adalah Bapak, yang kini berdiri di depan batu nangtung yang terlihat retak dari atas hingga bawah. Bapak
Pagi menyambut, dengan suara kokok ayam pertama terdengar di seluruh penjuru kampung. Bapak yang kini terlihat baru sampai ke warung dari Gunung Sepuh, langsung menyuruhku untuk membersihkan diri dan segera berganti pakaian dengan pakaian yang bersih. Tubuhku pada saat itu mulai kembali pulih, aku sudah bisa kembali berjalan meskipun masih tertatih-tatih pada pagi itu, mungkin karena aku beristirahat dengan memakai sarung yang diberikan bapak ketika malam tiba. Sehingga aku bisa kembali ke rumah untuk membersihkan diri ketika pagi tiba. Bapak datang dengan kondisi yang lelah dan lemas, bajunya yang putih kini terlihat kotor dan berlumpur. Apalagi di salah satu tangannya terlihat sebuah noda darah yang sudah mengering. Entah apa yang Bapak lakukan semalam, tapi aku yakin, getaran-getaran yang aku rasakan semalam yang membuat lampu minyak di seluruh warung padam pada saat yang bersamaan.Juga suara-suara benturan dan teriakan yang terdengar hingga sampai di warung, Itu semua pasti ada
“Perjanjian?” Kataku dengan nada yang kaget. “Bukannya Ki Wisesa sengaja datang untuk melepaskan perjanjian yang terjadi antara warga kampung dengan para makhluk yang ada di Gunung Sepuh Pak?” Bapak hanya terdiam, rokok yang dia pegang kembali dia hisap beberapa kali sehingga asap yang dikeluarkan memenuhi depan warung sebelum akhirnya menghilang kembali. “Itu yang membuat bingung Mat, aku awalnya hanya berasumsi kalau tindakan Ki Wisesa untuk membantu warga kampung adalah alasan terciptanya kutukan ini.” “Namun, aku kaget ketika alasan tersebut adalah perjanjian dengan salah satu makhluk yang ada di dalam gunung.” “Bapak tahu, kata itu terucap oleh si Gimbal, salah satu makhluk yang perkataannya penuh dengan tipu daya dan muslihat.” “Bentar, bentar, bentar.” Aku langsung memotong perkataan Bapak, karena aku bingung atas apa yang Bapak katakan kepadaku pada saat itu. “Berarti, tulisan di belakang foto yang Bapak berikan padaku adalah benar?” “Foto yang berisi tiga orang di depa
Hari ini adalah hari di mana masa panen telah usai, dan sawah-sawah yang berada di Kampung Sepuh sementara digenangi air yang ditebar bibit ikan dalam beberapa waktu untuk menyuburkan tanahnya kembali yang biasa kita sebut tandur, untuk nantinya sawah tersebut kembali di garap, dicangkul, dibajak dengan kerbau, dan ditanami kembali oleh bibit-bibit padi yang baru. Beberapa dari petani yang ada di Kampung Sepuh malah masih memakai tradisi lama, mereka hanya menanam padi dalam setahun sekali. Padi yang bisa dipanen dalam enam bulan, hanya mereka tanam satu kali dalam setahun. Selebihnya, mereka membiarkan sawah-sawah mereka begitu saja setelah panen berakhir, dan akan ditanam kembali ketika enam bulan kemudian. Ada filosofi khusus atas hal itu, filosofi bahwa enam bulan setelah mereka panen. Sawah sepenuhnya milik hewan-hewan, hewan-hewan yang selama ini dianggap oleh kita sebagai hama. Akan menempati sawah tersebut karena sudah waktunya mereka berkembang biak di sana. Dan ketika seles
Sinar matahari yang awalnya terik, kini berubah dengan drastis menjadi awan hujan yang menghitam menutupi langit di Kampung Sepuh pada sore itu, disertai angin yang sangat kencang yang berhembus dari arah gunung ke arah kampung. Membuat sebagian warga yang ada disana harus bersiap-siap pada malam hari. Karena mungkin saja akan ada hujan yang turun dengan sangat deras ketika malam tiba, dan membasahi Kampung Sepuh dengan airnya yang jernih dan dingin yang turun dari atas sana. Tes Tes Tes Saaaaa Rupanya, anggapan mereka meleset. Hujan datang lebih cepat dari perkiraan, para warga yang berkumpul di depan warung pun mau tidak mau terjebak hujan dan harus berdiam lebih lama di depan warung sambil menikmati hujan pertama di bulan itu. Hujan pertama pasti mempunyai ciri khas, air hujan yang pertama kali turun dan membasahi kampung pasti mengeluarkan bau khas yang bisa kita cium, bau tanah yang tiba-tiba terbang di udara dan berhembus ke arah semua warga yang sedang berkumpul di depan