Info : tanggal 26 Mei hingga 29 Mei saya beserta keluarga akan touring ke yogya untuk liburan. jadi mohon maaf apabila di tanggal tersebut, saya akan telat untuk upload. dan kemungkinan hanya bisa upload satu bab, karena saya nulisnya di sela-sela waktu kosong ketika di yogya jadi harap maklum ya tetap vote dan komen ya ramaikan halaman depan, agar cerita ini ramai dan bisa menyaring banyak pembaca baru Terima kasih
Pagi menyambut, dengan suara kokok ayam pertama terdengar di seluruh penjuru kampung. Bapak yang kini terlihat baru sampai ke warung dari Gunung Sepuh, langsung menyuruhku untuk membersihkan diri dan segera berganti pakaian dengan pakaian yang bersih. Tubuhku pada saat itu mulai kembali pulih, aku sudah bisa kembali berjalan meskipun masih tertatih-tatih pada pagi itu, mungkin karena aku beristirahat dengan memakai sarung yang diberikan bapak ketika malam tiba. Sehingga aku bisa kembali ke rumah untuk membersihkan diri ketika pagi tiba. Bapak datang dengan kondisi yang lelah dan lemas, bajunya yang putih kini terlihat kotor dan berlumpur. Apalagi di salah satu tangannya terlihat sebuah noda darah yang sudah mengering. Entah apa yang Bapak lakukan semalam, tapi aku yakin, getaran-getaran yang aku rasakan semalam yang membuat lampu minyak di seluruh warung padam pada saat yang bersamaan.Juga suara-suara benturan dan teriakan yang terdengar hingga sampai di warung, Itu semua pasti ada
“Perjanjian?” Kataku dengan nada yang kaget. “Bukannya Ki Wisesa sengaja datang untuk melepaskan perjanjian yang terjadi antara warga kampung dengan para makhluk yang ada di Gunung Sepuh Pak?” Bapak hanya terdiam, rokok yang dia pegang kembali dia hisap beberapa kali sehingga asap yang dikeluarkan memenuhi depan warung sebelum akhirnya menghilang kembali. “Itu yang membuat bingung Mat, aku awalnya hanya berasumsi kalau tindakan Ki Wisesa untuk membantu warga kampung adalah alasan terciptanya kutukan ini.” “Namun, aku kaget ketika alasan tersebut adalah perjanjian dengan salah satu makhluk yang ada di dalam gunung.” “Bapak tahu, kata itu terucap oleh si Gimbal, salah satu makhluk yang perkataannya penuh dengan tipu daya dan muslihat.” “Bentar, bentar, bentar.” Aku langsung memotong perkataan Bapak, karena aku bingung atas apa yang Bapak katakan kepadaku pada saat itu. “Berarti, tulisan di belakang foto yang Bapak berikan padaku adalah benar?” “Foto yang berisi tiga orang di depa
Hari ini adalah hari di mana masa panen telah usai, dan sawah-sawah yang berada di Kampung Sepuh sementara digenangi air yang ditebar bibit ikan dalam beberapa waktu untuk menyuburkan tanahnya kembali yang biasa kita sebut tandur, untuk nantinya sawah tersebut kembali di garap, dicangkul, dibajak dengan kerbau, dan ditanami kembali oleh bibit-bibit padi yang baru. Beberapa dari petani yang ada di Kampung Sepuh malah masih memakai tradisi lama, mereka hanya menanam padi dalam setahun sekali. Padi yang bisa dipanen dalam enam bulan, hanya mereka tanam satu kali dalam setahun. Selebihnya, mereka membiarkan sawah-sawah mereka begitu saja setelah panen berakhir, dan akan ditanam kembali ketika enam bulan kemudian. Ada filosofi khusus atas hal itu, filosofi bahwa enam bulan setelah mereka panen. Sawah sepenuhnya milik hewan-hewan, hewan-hewan yang selama ini dianggap oleh kita sebagai hama. Akan menempati sawah tersebut karena sudah waktunya mereka berkembang biak di sana. Dan ketika seles
Sinar matahari yang awalnya terik, kini berubah dengan drastis menjadi awan hujan yang menghitam menutupi langit di Kampung Sepuh pada sore itu, disertai angin yang sangat kencang yang berhembus dari arah gunung ke arah kampung. Membuat sebagian warga yang ada disana harus bersiap-siap pada malam hari. Karena mungkin saja akan ada hujan yang turun dengan sangat deras ketika malam tiba, dan membasahi Kampung Sepuh dengan airnya yang jernih dan dingin yang turun dari atas sana. Tes Tes Tes Saaaaa Rupanya, anggapan mereka meleset. Hujan datang lebih cepat dari perkiraan, para warga yang berkumpul di depan warung pun mau tidak mau terjebak hujan dan harus berdiam lebih lama di depan warung sambil menikmati hujan pertama di bulan itu. Hujan pertama pasti mempunyai ciri khas, air hujan yang pertama kali turun dan membasahi kampung pasti mengeluarkan bau khas yang bisa kita cium, bau tanah yang tiba-tiba terbang di udara dan berhembus ke arah semua warga yang sedang berkumpul di depan
ZRAAAAAS Hujan sepanjang malam, membasahi Kampung Sepuh kali ini. Kampung Sepuh yang sudah beberapa bulan kemarau, kini basah oleh hujan untuk pertama kalinya. Tak, tak, tak, Suara hujan yang mengenai genteng warung kini terdengar olehku. Aku yang awalnya duduk di depan warung pun kembali masuk untuk menghangatkan diriku dengan di duduk kursi kecil di belakang etalase warung. Di sana hanya ada tempat duduk kecil, yang bisa dipakai untuk duduk atau tidur dengan menyandarkan badan ke arah dinding yang ada dibelakangnya. Juga, ada sebuah lemari kecil di sebelahnya, tempat ibu dan Bapak menyimpan uang dari para pembeli. Di atasnya juga terdapat dua buku yang keduanya penuh dengan coretan tangan Bapak dan ibu. Salah satunya adalah buku catatan hutang, buku yang isinya bon dari hampir semua warga Kampung Sepuh dengan tulisan tanggal dan nominal dari barang-barang yang mereka ambil untuk dibayar nanti. Ibu dan Bapak biasa memberi hutang kepada mereka. Karena Bapak dan ibu tahu, beberapa
Aku pernah diberitahu oleh Bapak, ketika warung pada malam hari, kita mau tidak mau harus menurunkan derajat kita kepada para makhluk yang datang ke warung. Karena, mereka yang datang ke warung pada malam hari butuh suatu pengakuan dari kita manusia yang menjaganya. Mereka harus kita layani dengan baik, meskipun terkadang raut wajah dan tubuh mereka semua membuat kita bergidik ketakutan. Karena itu adalah tanggung jawab yang harus kita jalankan sebagai keturunan dari Ki Wisesa. Ketika mereka sudah puas akan apa yang mereka minta, mereka akan pergi dengan sendirinya. Pulang ke arah Gunung Sepuh yang menjadi tempat untuk mereka tinggal. “Jangan pernah sekali-kali kamu mengabaikan apapun permintaan mereka, apabila mereka meminta yang aneh-aneh yang tidak ada diwarung, kamu harus bisa menolak mereka dengan halus. ” “Kita di warung ini adalah penjaga, penjaga dari para warga yang kini sedang tidur lelap di dalam rumah-rumah mereka. Karena kalau warung ini tidak ada, mungkin saja para ma
Jejak kaki yang kini tergenang oleh air yang turun dari dedaunan di tengah hutan. Jejak kaki seseorang yang berjalan di tengah hutan sendirian itu, terlihat mengarah ke suatu tempat yang sering kali dijadikan tempat oleh para manusia melakukan ritual-ritual tertentu di dalam sana. Namun, Tempat-tempat yang sebelumnya dilewati oleh jejak kaki itu terlihat sangat berantakan, pepohonan yang patah, batu-batunya yang retak, juga sesajen-sesajen yang berhamburan kemana-mana. Bersamaan dengan kain putih penutup suatu batu atau tempat yang sakral, yang dia lepaskan dan dia lempar sehingga kain tersebut kotor dan basah terkena air hujan dan bercampur lumpur. Gunung Sepuh, sekali lagi gaduh oleh satu orang. Satu orang yang melayani mereka di malam-malam sebelumnya ketika para makhluk gunung datang ke warung di setiap malamnya. Gerbang yang menjadi pintu masuk hutan kini terlihat kacau, karena akar-akar pohon yang menyambung menjadi satu sehingga membentuk sebuah gerbang pun terlihat terbelah
Terlihat dari atas, sebuah titik hitam di Gunung Sepuh membentuk sebuah lingkaran yang tertutup asap hitam pekat yang menutupi semua pandangan yang ada di dalamnya.Terlihat dari asap-asapnya yang menempel ke dalam pepohonan yang menjulang tinggi hingga ke atas, menutupi seluruh pohon di area tersebut sehingga hanya terlihat beberapa bagian dari atas pohon yang tinggi itu.Itupun, hanya sebagian kecil yang tidak tertutup oleh asap hitam pekat yang muncul secara tiba-tiba. sisanya, tertutup oleh asap tersebut dan membiarkan batang pohon dan dedaunan tersebut layu secara perlahan.Asap hitam itu rupanya membuat semua yang mereka sentuh berubah, dedaunan mendadak menjadi layu, dahan pohon mendadak menjadi kering kerontang, juga lumut-lumut hijau yang menempel di antara pepohonan tersebut pun berubah menjadi kering dan coklat, sebelum akhirnya jatuh karena sudah tidak ada lagi nutrisi yang bisa diserap dari dahan pohon yang ikut mengering bersamanya.Bahkan, hujan yang menutupi Gunung Sep