Mohon maaf Seminggu kedepan saya hanya bisa upload satu bab saja dikarenakan saya harus melakukan perjalan ke jawa tengah dalam seminggu ini, sehingga saya hanya bisa menulis disela-sela kegiatan yang full dari senin hingga minggu jadi saya mohon maaf terima kasih sudah setia membaca dan jangan lupa vote dan komennya ya
Aku pernah diberitahu oleh Bapak, ketika warung pada malam hari, kita mau tidak mau harus menurunkan derajat kita kepada para makhluk yang datang ke warung. Karena, mereka yang datang ke warung pada malam hari butuh suatu pengakuan dari kita manusia yang menjaganya. Mereka harus kita layani dengan baik, meskipun terkadang raut wajah dan tubuh mereka semua membuat kita bergidik ketakutan. Karena itu adalah tanggung jawab yang harus kita jalankan sebagai keturunan dari Ki Wisesa. Ketika mereka sudah puas akan apa yang mereka minta, mereka akan pergi dengan sendirinya. Pulang ke arah Gunung Sepuh yang menjadi tempat untuk mereka tinggal. “Jangan pernah sekali-kali kamu mengabaikan apapun permintaan mereka, apabila mereka meminta yang aneh-aneh yang tidak ada diwarung, kamu harus bisa menolak mereka dengan halus. ” “Kita di warung ini adalah penjaga, penjaga dari para warga yang kini sedang tidur lelap di dalam rumah-rumah mereka. Karena kalau warung ini tidak ada, mungkin saja para ma
Jejak kaki yang kini tergenang oleh air yang turun dari dedaunan di tengah hutan. Jejak kaki seseorang yang berjalan di tengah hutan sendirian itu, terlihat mengarah ke suatu tempat yang sering kali dijadikan tempat oleh para manusia melakukan ritual-ritual tertentu di dalam sana. Namun, Tempat-tempat yang sebelumnya dilewati oleh jejak kaki itu terlihat sangat berantakan, pepohonan yang patah, batu-batunya yang retak, juga sesajen-sesajen yang berhamburan kemana-mana. Bersamaan dengan kain putih penutup suatu batu atau tempat yang sakral, yang dia lepaskan dan dia lempar sehingga kain tersebut kotor dan basah terkena air hujan dan bercampur lumpur. Gunung Sepuh, sekali lagi gaduh oleh satu orang. Satu orang yang melayani mereka di malam-malam sebelumnya ketika para makhluk gunung datang ke warung di setiap malamnya. Gerbang yang menjadi pintu masuk hutan kini terlihat kacau, karena akar-akar pohon yang menyambung menjadi satu sehingga membentuk sebuah gerbang pun terlihat terbelah
Terlihat dari atas, sebuah titik hitam di Gunung Sepuh membentuk sebuah lingkaran yang tertutup asap hitam pekat yang menutupi semua pandangan yang ada di dalamnya.Terlihat dari asap-asapnya yang menempel ke dalam pepohonan yang menjulang tinggi hingga ke atas, menutupi seluruh pohon di area tersebut sehingga hanya terlihat beberapa bagian dari atas pohon yang tinggi itu.Itupun, hanya sebagian kecil yang tidak tertutup oleh asap hitam pekat yang muncul secara tiba-tiba. sisanya, tertutup oleh asap tersebut dan membiarkan batang pohon dan dedaunan tersebut layu secara perlahan.Asap hitam itu rupanya membuat semua yang mereka sentuh berubah, dedaunan mendadak menjadi layu, dahan pohon mendadak menjadi kering kerontang, juga lumut-lumut hijau yang menempel di antara pepohonan tersebut pun berubah menjadi kering dan coklat, sebelum akhirnya jatuh karena sudah tidak ada lagi nutrisi yang bisa diserap dari dahan pohon yang ikut mengering bersamanya.Bahkan, hujan yang menutupi Gunung Sep
Makhluk itu tiba-tiba tertawa, bersamaan dengan asap hitam yang merangsak masuk kembali dan memakan aura biru milik bapak yang sedikit menerangi pandangannya sekarang, Bapak yang mempertahankan cahaya itu agar tidak pudar sekaligus membuat tubuhnya kembali bercahaya tipis agar tubuhnya tidak terhisap oleh asap hitam itu, hanya bisa berdiri dan tidak bergerak. Wajahnya terus-menerus bergumam membacakan sesuatu, tanpa perduli dengan omongan makhluk itu.HAHAHAHAHAHA….Makhluk itu terus-menerus tertawa, seperti sedang mempermainkan Bapak dengan asap putih yang dikeluarkan sekarang. Suara tertawanya menggema ke seluruh hutan, seperti tertawanya sesosok raksasa yang tinggi besar dengan suara yang sangat nyaring.“Darsa, Darsa. Kamu memang keturunan Ki Wisesa, Darsa. Baru kali ini aku melihat cahaya itu seperti layaknya Ki Wisesa dulu. Yang aku permainkan sehingga dia melakukan perjanjian denganku.”HahahahaHahahahaHA……..DUARGGGGGGGGGGSebuah suara ledakan tiba-tiba terdengar dengan sang
Guyuran hujan lebat yang membasahi Kampung Sepuh tampaknya belum mereda, hujan yang terus-menerus mengguyur pegunungan hingga tengah malam membuat jalanan yang berada di depan warung kini tergenang oleh air, jalanan yang hanya berupa batu-batu besar dan tanah merah yang jarang sekali dilalui oleh kendaraan. Kini berubah menjadi aliran air yang mengalir ke sisi jalan dan menghilang ke arah kebun dan sawah yang letaknya tak jauh dari sana. Namun, ada pemandangan yang lain sekarang. Seluruh lumpur jalan yang basah akibat hujan kini membasahi tubuhku, juga hujan yang terus-menerus turun dan menyentuh punggungku pada saat itu hanya bisa ku rasakan tanpa pernah sekalipun bisa menggerakan tubuhku pada saat ini. Seluruh tubuhku basah, rasa sakit akibat tulang-tulang yang bergeser, juga banyak sekali benda-benda tajam yang menyayat kulitku sehingga aku tersayat hingga berdarah membuatku tidak berdaya di tengah jalan depan warung. Rupanya, semua keilmuan yang bapak ajarkan padaku dalam sebu
Kampung Sepuh, yang seharusnya sunyi pada malam hari dengan suara rintik hujan yang membuat siapapun yang mendengarkannya akan tertidur pulas, kini justru sangat berbeda. Suara dari gaduhnya saat aku yang mencoba menahan mereka sekuat tenaga beberapa waktu yang lalu, rupanya terdengar hingga ke ujung kampung, sehingga membuat warga yang tidur lelap pun terbangun akibat bisingnya pada malam itu. Suara-suara dentuman yang terjadi di sekitar rumah dan warung, rupanya terdengar pula oleh para warga kampung yang sedang tertidur lelap, tanah yang mereka pijak pun bergetar dengan sangat hebat. Debu-debu yang berada di tiang-tiang penyangga rumah pun berjatuhan bersamaan dengan lampu-lampu minyak yang tiba-tiba padam dibuatnya.DummmDummmMang Yayat yang tertidur lelap sendirian, kini harus merasakan hal yang membuat dirinya tiba-tiba terbangun di tengah malam karena suara yang gaduh ini. Malam ini dia tidak ditemani oleh anak dan istrinya yang biasanya menemani dirinya tidur dirumah.Sang
Rupanya, para makhluk yang muncul secara tiba-tiba di depan warung, tidak serta merta meneror aku saja. Untuk memancing bapak agar menemui mereka pada malam ini, mereka sampai merangsak masuk ke tengah-tengah perkampungan untuk meneror para warga yang sedang terlelap tidur dengan suara hujan yang membuatnya terlelap.Mereka meneror dengan segala cara, mengganggu semua warga agar mereka terbangun dari tidurnya dan membuat mereka tidak nyaman berada di dalam rumah. Bukan hanya itu saja, sapi, ayam semua hewan-hewan ternak yang para warga pelihara pun terkena imbasnya, hewan-hewan tersebut tiba-tiba berbunyi ketakutan dan mencoba keluar dari kandangnya untuk menyelamatkan dirinya dengan sekuat tenaga.Insting hewan yang lebih sensitif dari manusia, membuat semua hewan-hewan ternak yang berada di Kampung Sepuh gusar, beberapa kali mereka menabrakan dirinya ke pintu kandang agar mereka bisa melarikan diri ke tempat yang lebih aman, bersamaan dengan suara-suara yang terdengar sedang ketakut
Mata Mang Mumu tiba-tiba melotot ke arah kamar, dengan cahaya lampu yang menyinari kamar yang gelap itu dengan sinarnya yang kuning dan redup. Apa yang dia lihat sama sekali susah dipercaya oleh hatinya sendiri, karena di atas kasurnya, terdapat sosok lain selain istrinya yang masih tertidur pulas di bawah sana. Dia menggantung di atas langit-langit dengan mulut yang terbuka lebar, mulut yang terbuka hingga ke pipi dan hampir membelah telinga tersebut. Membuat mulutnya menganga dengan posisi tepat di atas istrinya yang sedang tertidur di bawahnya. Gigi-gigi tajam yang putih berbalut dengan urat-urat gigi dan gusi berwarna merah kini terlihat, bersamaan dengan warna merah dari kulit mulut yang terbelah membuatnya terlihat sangat menakutkan. Baru kali ini Mang Mumu melihat makhluk ini dalam seumur hidupnya, makhluk yang tidak pernah dia temukan atau pernah dia dengar dari cerita-cerita para warga yang sering mengobrol bersama di warung bapak setiap sorenya. Juga, perasaan takut dan t