Makhluk itu tiba-tiba tertawa, bersamaan dengan asap hitam yang merangsak masuk kembali dan memakan aura biru milik bapak yang sedikit menerangi pandangannya sekarang, Bapak yang mempertahankan cahaya itu agar tidak pudar sekaligus membuat tubuhnya kembali bercahaya tipis agar tubuhnya tidak terhisap oleh asap hitam itu, hanya bisa berdiri dan tidak bergerak. Wajahnya terus-menerus bergumam membacakan sesuatu, tanpa perduli dengan omongan makhluk itu.HAHAHAHAHAHA….Makhluk itu terus-menerus tertawa, seperti sedang mempermainkan Bapak dengan asap putih yang dikeluarkan sekarang. Suara tertawanya menggema ke seluruh hutan, seperti tertawanya sesosok raksasa yang tinggi besar dengan suara yang sangat nyaring.“Darsa, Darsa. Kamu memang keturunan Ki Wisesa, Darsa. Baru kali ini aku melihat cahaya itu seperti layaknya Ki Wisesa dulu. Yang aku permainkan sehingga dia melakukan perjanjian denganku.”HahahahaHahahahaHA……..DUARGGGGGGGGGGSebuah suara ledakan tiba-tiba terdengar dengan sang
Guyuran hujan lebat yang membasahi Kampung Sepuh tampaknya belum mereda, hujan yang terus-menerus mengguyur pegunungan hingga tengah malam membuat jalanan yang berada di depan warung kini tergenang oleh air, jalanan yang hanya berupa batu-batu besar dan tanah merah yang jarang sekali dilalui oleh kendaraan. Kini berubah menjadi aliran air yang mengalir ke sisi jalan dan menghilang ke arah kebun dan sawah yang letaknya tak jauh dari sana. Namun, ada pemandangan yang lain sekarang. Seluruh lumpur jalan yang basah akibat hujan kini membasahi tubuhku, juga hujan yang terus-menerus turun dan menyentuh punggungku pada saat itu hanya bisa ku rasakan tanpa pernah sekalipun bisa menggerakan tubuhku pada saat ini. Seluruh tubuhku basah, rasa sakit akibat tulang-tulang yang bergeser, juga banyak sekali benda-benda tajam yang menyayat kulitku sehingga aku tersayat hingga berdarah membuatku tidak berdaya di tengah jalan depan warung. Rupanya, semua keilmuan yang bapak ajarkan padaku dalam sebu
Kampung Sepuh, yang seharusnya sunyi pada malam hari dengan suara rintik hujan yang membuat siapapun yang mendengarkannya akan tertidur pulas, kini justru sangat berbeda. Suara dari gaduhnya saat aku yang mencoba menahan mereka sekuat tenaga beberapa waktu yang lalu, rupanya terdengar hingga ke ujung kampung, sehingga membuat warga yang tidur lelap pun terbangun akibat bisingnya pada malam itu. Suara-suara dentuman yang terjadi di sekitar rumah dan warung, rupanya terdengar pula oleh para warga kampung yang sedang tertidur lelap, tanah yang mereka pijak pun bergetar dengan sangat hebat. Debu-debu yang berada di tiang-tiang penyangga rumah pun berjatuhan bersamaan dengan lampu-lampu minyak yang tiba-tiba padam dibuatnya.DummmDummmMang Yayat yang tertidur lelap sendirian, kini harus merasakan hal yang membuat dirinya tiba-tiba terbangun di tengah malam karena suara yang gaduh ini. Malam ini dia tidak ditemani oleh anak dan istrinya yang biasanya menemani dirinya tidur dirumah.Sang
Rupanya, para makhluk yang muncul secara tiba-tiba di depan warung, tidak serta merta meneror aku saja. Untuk memancing bapak agar menemui mereka pada malam ini, mereka sampai merangsak masuk ke tengah-tengah perkampungan untuk meneror para warga yang sedang terlelap tidur dengan suara hujan yang membuatnya terlelap.Mereka meneror dengan segala cara, mengganggu semua warga agar mereka terbangun dari tidurnya dan membuat mereka tidak nyaman berada di dalam rumah. Bukan hanya itu saja, sapi, ayam semua hewan-hewan ternak yang para warga pelihara pun terkena imbasnya, hewan-hewan tersebut tiba-tiba berbunyi ketakutan dan mencoba keluar dari kandangnya untuk menyelamatkan dirinya dengan sekuat tenaga.Insting hewan yang lebih sensitif dari manusia, membuat semua hewan-hewan ternak yang berada di Kampung Sepuh gusar, beberapa kali mereka menabrakan dirinya ke pintu kandang agar mereka bisa melarikan diri ke tempat yang lebih aman, bersamaan dengan suara-suara yang terdengar sedang ketakut
Mata Mang Mumu tiba-tiba melotot ke arah kamar, dengan cahaya lampu yang menyinari kamar yang gelap itu dengan sinarnya yang kuning dan redup. Apa yang dia lihat sama sekali susah dipercaya oleh hatinya sendiri, karena di atas kasurnya, terdapat sosok lain selain istrinya yang masih tertidur pulas di bawah sana. Dia menggantung di atas langit-langit dengan mulut yang terbuka lebar, mulut yang terbuka hingga ke pipi dan hampir membelah telinga tersebut. Membuat mulutnya menganga dengan posisi tepat di atas istrinya yang sedang tertidur di bawahnya. Gigi-gigi tajam yang putih berbalut dengan urat-urat gigi dan gusi berwarna merah kini terlihat, bersamaan dengan warna merah dari kulit mulut yang terbelah membuatnya terlihat sangat menakutkan. Baru kali ini Mang Mumu melihat makhluk ini dalam seumur hidupnya, makhluk yang tidak pernah dia temukan atau pernah dia dengar dari cerita-cerita para warga yang sering mengobrol bersama di warung bapak setiap sorenya. Juga, perasaan takut dan t
Tatapan mata tidak berdaya Mang Mumu tidak bisa lepas dari pandangannya ke arah langit-langit rumah pada malam itu, detak jantungnya yang berdetak sangat kencang dengan tubuhnya yang bergetar hanya bisa membuat tubuhnya kaku dan terdiam sesaat, meskipun kini makhluk tersebut menghilang kembali secara perlahan-lahan dengan wajahnya yang menyeringai ke arah langit-langit rumahnya. Brug Tiba-tiba, Mang Mumu terjatuh secara tiba-tiba ke tanah, tubuhnya sendiri tidak kuat lagi menopang dirinya sehingga kini dia terduduk tidak berdaya di tengah rumah. Lampu minyak yang masih dia pegang menyinari dirinya dan ruangannya yang kini kosong kembali, hanya tersisa suara hujan yang masih saja terus-menerus mengguyur rumahnya dan terdengar oleh kedua telinganya sekarang. Dia hanya bisa menoleh ke sekeliling rumah, karena takut akan makhluk itu yang muncul kembali dan mengagetkan Mang Mumu yang tampaknya masih ketakutan sekarang. Butuh waktu lima belas menit untuk memastikan bahwa makhluk itu tid
Pada tahun delapan puluhan, seseorang yang ingin mencelakakan orang lain, memakai hal-hal seperti ini adalah hal yang lumrah, masyarakat yang masih erat dengan hal-hal gaib dan diluar nalar, seringkali menjadi buah bibir masyarakat dengan cerita-ceritanya yang beragam. Mulai dari teluh, santet, pelet, babi ngepet, tuyul, juga hal-hal yang lainnya yang seringkali diceritakan banyak orang di setiap kesempatannya. Santet dan pelet juga termasuk hal yang lumrah pada tahun tersebut. Tak jarang, apabila mata kita terbuka dan bisa melihat hal-hal yang ada diluar nalar, seringkali kita bisa melihat benda-benda yang terbang dan berseliweran menutupi langit malam. Benda-benda yang dikirimkan dengan tujuan mencelakakan orang yang ingin sekali mereka singkirkan dengan cepat. Sehingga, masyarakat pada zaman tersebut. Terkadang mempunyai suatu kebiasaan tertentu, untuk menghindari ancaman dari bahaya tersebut. Yang biasanya mereka akan pakai kan di tubuh mereka, atau mereka akan simpan di sekita
Waktu sudah mulai menuju pagi, hanya tinggal kurang dari empat jam lagi hingga kokok ayam pertama terdengar di seluruh kampung. Namun, kegaduhan masih terasa, hujan yang turun di Kampung Sepuh tampaknya sengaja diturunkan sepanjang malam untuk meredam kegaduhan ini agar suaranya tidak sampai ke kampung sebelah.Aku masih terkapar tidak berdaya di tengah jalan depan warung, hujan yang mengguyur tubuhku hanya bisa aku terima tanpa bisa berteduh dibawah atap warung yang kini hancur berantakan di ujung sana.Lumpur yang membasahi dan mengotori wajahku, hanya bisa aku biarkan begitu saja. bersamaan dengan suara-suara dentuman keras yang terjadi di rumahku pada saat itu.Mungkin, sebagian dari manusia yang hidup di masa itu, tidak akan percaya akan apa yang terjadi. Mereka akan lebih percaya akan hujan yang membasahi kampung mereka dari sore hingga malam tiba. Dan membuat air di sekitar kampung meluap dengan derasnya.Namun, semua hal yang warga kampung rasakan pada malam ini, hanya bisa me