Chough Chough Hoeeeeeekkkkk Aku tiba-tiba batuk dan muntah secara bersamaan, membuat kayu yang menjadi tempat duduk warung dikotori oleh darah segar berwarna merah yang keluar dari mulutku pada saat itu. Aku yang duduk pun kini tersungkur, karena rasa sakit yang aku rasakan secara tiba-tiba ketika aku duduk di depan warung pada saat tubuhku sedang fokus melihat lilin yang tepat berada di depanku pada saat itu. “Apakah ini salah satu gangguan yang Bapak Katakan?” “Tapi kenapa sampe seperti ini,” Pikirku. Hoeeekkk Aku kembali muntah, darah segar kembali keluar dari mulutku pada saat itu. Rasa sakit yang luar biasa yang membuat tubuhku seperti di tusuk-tusuk oleh jarum kecil dari dalam tubuhku membuatku ingin muntah dan mengeluarkan semua isinya yang ada dalam tubuhku pada saat itu. Rupanya, Bapak yang terpejam di dalam warung pun merasakan hal yang aneh pada diriku, dan dengan sigap membuka matanya dan berlari dengan sekencang-kencangnya ke arah ku dari dalam warung. “KAMU JAN
Sraaak Sraaaaak Terdengar dengan jelas, sebuah suara seseorang kini sedang menyeret sesuatu di dalam hutan Gunung Sepuh. Terlihat tanah dan daun-daun kering yang ikut terseret dan meninggalkan bekas di jalanan setapak yang orang tersebut lalui. Hutan Gunung Sepuh yang gelap dan penuh dengan para makhluk yang pasti akan muncul dan mengganggu setiap manusia yang masuk ke dalam nya ketika malam tiba, kini terlihat sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda bahwa makhluk itu akan muncul secara dan menampakan dirinya untuk mengganggu manusia yang kini terlihat sedang berjalan di tengah hutan. Karena apabila mereka berani menampakan dirinya kepada manusia yang sedang berjalan di jalanan setapak itu sekarang, sama saja dengan menyerahkan tubuhnya untuk dia musnahkan dan akan menghilang selamanya tanpa pernah bisa menampakan kembali wujudnya yang menyeramkan itu. *** Bapak hanya berjalan secara perlahan, memasuki kembali hutan Gunung Sepuh yang tampak gelap tanpa penerangan sama sekali ketika ma
“KI WALUHHHHH...!!!” Doni berteriak sekencang-kencangnya ke arah Ki Waluh yang sedang menderita karena tercekik oleh sesuatu yang tidak terlihat olehnya. Dia tidak menyangka, ritual yang terjadi pada malam ini menjadi bencana yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Sebagai pebisnis, Doni tidak pernah menyentuh hal-hal seperti ini dalam hidupnya, bahkan ketika dia kenal Ki Waluh pun, dia selalu menyerahkan semua keperluannya untuk Ki Waluh urus, dan dia hanya tahu beres tanpa melakukan apa pun. Namun, karena ini adalah permintaan yang menyangkut uang dan harta, maka mau tidak mau Doni harus ikut Ki Waluh ke Gunung Sepuh. Meskipun, apa yang Doni ucapkan atas permintaannya yang berlebihan dan persyaratan yang diminta makhluk berambut gimbal itu, malah mengakibatkan hal yang sama sekali tidak terpikir olehnya. “CICING MANEH!! IEU URUSAN ANTARA AING, JELEMA ETA, JEUNG MAKHLUK ANU CICING DI BATU ETA, MANEH ULAH PIPILUEUN, SAKALINA MANEH PIPILUEUN JEUNG URUSAN AING, NASIB MANEH BAKAL JA
Bapak membenturkan tubuh Ki Waluh beberapa kali, tubuhnya yang awalnya sehat dan bugar mendadak lemas karena dia merasa ada beberapa bagian tubuhnya yang patah karena benturan hebat yang Bapak lakukan pada malam itu. “Ampuun Ki, ampuuun, Mbah ampuun, maafin aku, aku salah telah menyentuh anak Mbah, ampuuun!” Ki Waluh yang kondisinya sudah parah, tiba-tiba meminta ampunan ke arah Bapak. Seluruh badan dan mulutnya terlihat berdarah-darah, dia seperti tidak sanggup lagi untuk melawan Bapak dengan kondisi ini. Sosok yang menurut Doni adalah sosok yang sangat sakti, karena bisa menyingkirkan semua saingan bisnisnya yang dia guna-guna dengan santet dan teluh yang Ki Waluh keluarkan. Kini terlihat tidak berkutik di hadapan Bapak. Ada suatu penyesalan dari hati Doni sekarang, sebuah penyesalan yang mendalam karena apa yang dia lakukan pada malam ini dia tidak mendapatkan apa-apa, malah dia harus menyaksikan sesuatu hal yang tidak bisa dia percayai dalam hidupnya. Ki Waluh pun berpikiran s
Malam hari ini, warung terasa sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda ada makhluk yang akan muncul di depan warung seperti malam-malam sebelumnya. Tidak ada hembusan angin kencang yang tiba-tiba berhembus ke arah warung, tidak ada kabut malam yang tiba-tiba turun dan menutupi warung dengan warnanya yang putih. Semuanya tampak seperti malam biasa yang bertabur bintang dan bulan yang seringkali muncul dan menyinari kampung dengan sinarnya yang sudah beberapa hari ini redup karena tertutup awan. Lampu minyak yang menempel di dinding warung menyinariku dengan sinarnya yang berwarna kuning, menyinari seluruh tubuhku dan keheningan jalan di depan warung yang sepi dan sunyi ini. Aku hanya duduk sambil menyenderkan badanku di dinding depan warung, darah merah segar yang bercampur dengan potongan jarum juga pecahan kaca yang berhamburan keluar dari dalam mulutku yang aku biarkan begitu saja. Mengotori lantai tempat para pembeli duduk dan bersantai ketika siang tiba. Bahkan, beberapa noda darah y
Di dalam Gunung Sepuh yang gelap yang terlihat sepi itu, kini tampak gaduh. Sebuah hutan hujan yang seharusnya sunyi pada malam hari, kini banyak sekali terdengar benturan dua belah benda yang saling beradu satu sama lain. Bahkan terdengar juga, suara-suara dari pepohonan dan ranting-ranting yang roboh karena terkena oleh sesuatu yang menabraknya dengan cukup keras. Kuak kuak kuak Gleber gleber Burung-burung malam yang membuat sarang di dalam hutan mendadak keluar dari sarangnya untuk menyelamatkan diri, juga hewan-hewan lain seperti babi hutan, ular, landak, kucing hutan. Mereka semua menjauh ke belakang gunung untuk menjauhi sesuatu yang membuat mereka takut. Mereka semua takut atas apa yang terjadi di salah satu tempat di dalam hutan Gunung Sepuh pada saat itu, karena tempat yang awalnya sepi dan sunyi mendadak menjadi sangat gaduh. Dan penyebab dari apa yang terjadi di sana adalah Bapak, yang kini berdiri di depan batu nangtung yang terlihat retak dari atas hingga bawah. Bapak
Pagi menyambut, dengan suara kokok ayam pertama terdengar di seluruh penjuru kampung. Bapak yang kini terlihat baru sampai ke warung dari Gunung Sepuh, langsung menyuruhku untuk membersihkan diri dan segera berganti pakaian dengan pakaian yang bersih. Tubuhku pada saat itu mulai kembali pulih, aku sudah bisa kembali berjalan meskipun masih tertatih-tatih pada pagi itu, mungkin karena aku beristirahat dengan memakai sarung yang diberikan bapak ketika malam tiba. Sehingga aku bisa kembali ke rumah untuk membersihkan diri ketika pagi tiba. Bapak datang dengan kondisi yang lelah dan lemas, bajunya yang putih kini terlihat kotor dan berlumpur. Apalagi di salah satu tangannya terlihat sebuah noda darah yang sudah mengering. Entah apa yang Bapak lakukan semalam, tapi aku yakin, getaran-getaran yang aku rasakan semalam yang membuat lampu minyak di seluruh warung padam pada saat yang bersamaan.Juga suara-suara benturan dan teriakan yang terdengar hingga sampai di warung, Itu semua pasti ada
“Perjanjian?” Kataku dengan nada yang kaget. “Bukannya Ki Wisesa sengaja datang untuk melepaskan perjanjian yang terjadi antara warga kampung dengan para makhluk yang ada di Gunung Sepuh Pak?” Bapak hanya terdiam, rokok yang dia pegang kembali dia hisap beberapa kali sehingga asap yang dikeluarkan memenuhi depan warung sebelum akhirnya menghilang kembali. “Itu yang membuat bingung Mat, aku awalnya hanya berasumsi kalau tindakan Ki Wisesa untuk membantu warga kampung adalah alasan terciptanya kutukan ini.” “Namun, aku kaget ketika alasan tersebut adalah perjanjian dengan salah satu makhluk yang ada di dalam gunung.” “Bapak tahu, kata itu terucap oleh si Gimbal, salah satu makhluk yang perkataannya penuh dengan tipu daya dan muslihat.” “Bentar, bentar, bentar.” Aku langsung memotong perkataan Bapak, karena aku bingung atas apa yang Bapak katakan kepadaku pada saat itu. “Berarti, tulisan di belakang foto yang Bapak berikan padaku adalah benar?” “Foto yang berisi tiga orang di depa
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men