Mohon maaf, karena ada suatu urusan, hari ini saya upload bab terlebih dahulu terima kasih
DrttttttDrttttttSuara-suara gemuruh dari Gunung Sepuh tampaknya akan terus terdengar dan menemani malam ini, entah apa yang terjadi kepada ku, Esih, Yoga juga kedua jiwa yang hilang di dalam sana, Yuyun, Parman, Mas Parto dan Mang Yayat terus memikirkan kita yang sedang ada di Gunung Sepuh dan belum kembali.Pepohonan yang tumbuh di sekitar gunung tampak bergetar hebat sehingga beberapa dari pepohonan itu menjatuhkan daun-daun yang tampak sedikit layu dan tidak mampu menahan getaran dari apa yang terjadi di bawahnya.Semua warga Kampung Sepuh tampaknya tahu hal ini akan terjadi kembali, kejadian-kejadian besar yang bisa membuat Gunung Sepuh kembali bergemuruh.Mang Yayat yang mengetahui penyebab akan suara tersebut tampaknya tidak bisa tidur, dia masih tetap terbangun dan kini malah ikut menginap di rumah Mas Parto, bersamaan dengan para mahasiswa KKN yang tertidur di sana.Mang Yayat dan Mas Parto memastikan mereka aman, Tama yang sudah lelah dengan kejadian-kejadian seperti ini ki
Yuyun, Mas Parto, dan Mang Yayat tampak kaget dengan sosok yang sedang berdiri di depan pintu. Mereka terdiam sesaat, karena mereka tidak tahu siapa sosok yang ada disana. Namun, Mas Parto yang berpikir cepat langsung bergerak. Berusaha menutup pintu kembali karena menyangka bahwa itu adalah salah satu makhluk gunung yang memang sudah menunggu mereka di depan rumah. Dag Pintu rumah yang akan Mas Parto tutup mendadak terhenti ketika salah satu tangan dari sosok itu menahannya. Bahkan sosok itu tiba-tiba berjalan untuk masuk ke dalam rumah Mas Parto pada saat itu, sehingga Mas Parto, Mang Yayat bahkan Yuyun sendiri pun secara mendadak mundur ketika sosok itu berjalan masuk ke dalam rumahnya. “Gak usah ketakutan begitu, aku adalah manusia kok sama seperti kalian, tuh buktinya aku napak gini di tanah.” Wajah dan tubuhnya yang awalnya gelap kini mulai terlihat dengan jelas ketika dirinya berjalan secara perlahan masuk ke dalam rumah. Dia hanya memakai kaos oblong bergambar merk semen
Suara gemuruh-gemuruh yang terjadi di dalam Gunung Sepuh, rupanya tidak membuat Parman ketakutan. Dia masih duduk terdiam di dekat Epul dan Omes yang masih terbujur kaku dengan wajahnya yang tampak pucat, seakan-akan Parman sedang menunggu dua mayat yang tergeletak di tengah rumah pada malam itu. Hanya satu lampu minyak yang menjadi penerangan satu-satunya bagi Parman disana. Sebuah lampu minyak kecil tanpa penutup kaca yang dia simpan di dekatnya ketika sedang duduk menghadap pintu rumah. Pandangannya terlihat sangat waspada, meskipun Parman adalah orang yang paling kecil di antara kita berempat, namun Parman adalah orang yang paling berani, karena mungkin ada nasehat-nasehat dari Mas Parto agar tidak terlalu takut akan hal-hal aneh yang muncul pada malam hari. Beberapa kali api yang menyala di lampu minyak itu bergerak seperti tertiup angin yang tiba-tiba muncul entah darimana, Parman yang duduk hanya menatap sebentar lampu minyak itu dan kembali menatap pintu rumah dengan kewaspa
Sebuah keilmuan yang membuat tubuh seseorang bergerak sendiri, itu memang bisa dipelajari oleh siapapun, meskipun itu tampaknya tidak mudah.Ilmu nyurup, itulah yang biasa mereka kenal di tanah sunda. Nyurup memang berbeda dengan kesurupan, meskipun pada dasarnya kedua kata tersebut sama, yaitu surup dan nyurup, namun dalam prakteknya dua kata tersebut adalah dua kata yang jauh berbeda.Ilmu nyurup, adalah suatu ilmu yang mirip dengan suatu keilmuan yang ada di tanah Toraja, yaitu sebuah keilmuan yang membuat orang yang sudah meninggal bisa bergerak karena ada sesuatu yang mengambil alih mayatnya dan membuatnya bisa berjalan hingga ke pemakamannya.Sehingga, ilmu nyurup adalah sebuah ilmu yang membiarkan tubuh kita dikendalikan oleh makhluk yang ada. Namun, dia masih bisa mengontrol tubuhnya dan tidak membiarkan tubuhnya diambil alih oleh makhluk tersebut layaknya orang yang sedang kesurupan. Sehingga, orang-orang yang nyurup, bisa dengan mudah memasukan dan mengeluarkan semua makhluk
Suasana Gunung Sepuh pada malam itu benar-benar mencekam, Mang Ba'a yang sedang melakukan sesuatu agar dirinya bisa menarik kedua jiwa yang masih terjebak di dalam gunung kini harus bertemu dengan sosok yang tidak ingin dia temui ketika berada disana. Salah satu sosok yang paling Mang Ba'a hindari, dia tidak menyangka sosok itu akan turun untuk menemuinya di depan gerbang, karena sangat jarang bagi dirinya untuk turun dari puncak gunung hingga bertemu manusia seperti ini. Auranya sangat hitam pekat, bahkan saking pekatnya membuat daun-daun yang ada di sekitarnya mendadak kering dan layu lalu kemudian mati dan tidak bernyawa lagi. Salah satu sosok yang paling ditakuti, dihormati, dan paling dijunjung tinggi oleh semua makhluk yang ada di Gunung Sepuh. Juga, sosok yang menjadi penyebab dari kutukan yang membelenggu Kampung Sepuh dalam waktu yang lama. Sosok yang bernama Kala tersebut tampak lebih kecil sekarang, tubuhnya menyesuaikan diri dengan jalan setapak, yang atasnya dipenuhi o
Mang Ba'a memang sosok yang lebih kuat, seumur hidupnya dia habiskan untuk berlatih, bahkan masa mudanya dia habiskan dengan mengembara ke Selatan dan menantang semua preman-preman yang kini menjadi murid-murid di padepokannya.Sepertinya itu adalah gambaran dari sosok Mang Ba'a yang menjadi bapak asuh ketika Esih kecil, Mang Ba'a yang seumur hidupnya dihabiskan untuk mempelajari keilmuan yang diturunkan secara turun-temurun dari keluarganya, kini bertambah kuat dengan menjadi sosok yang paling dihormati di daerah Selatan.Daerah yang awalnya menjadi rumah bagi ilmu-ilmu hitam seperti teluh yang bisa melukai orang hanya dengan boneka khusus yang diritualkan dengan mantra-mantra tertentu. Kini mulai berubah ketika Mang Ba’a datang, karena mereka seringkali ditantang oleh Mang Ba’a yang tidak mau praktek itu menyebar di daerah selatan.Bahkan, semua preman-preman pasar, preman pelabuhan dia tantang satu persatu, preman yang mempunyai ilmu kebal dan ilmu-ilmu lainnya yang bisa memperkuat
Haaaaaaaaahhhhh Haaaaaaaaahhhhh “Astaga,dimana ini?” “Bukannya tadi kita sedang ada di depan gerbang?” “Ini sebenarnya apa yang sedang terjadi?” Mas Parto, Mang Yayat, Yuyun, serta Parman tiba-tiba terbangun di dalam warung. Entah apa yang terjadi, mereka seperti tiba-tiba dipindahkan begitu saja ke dalam warung oleh sesuatu. “Bukannya, ki-kita tadi disuruh tutup mata?” “Terus?” Arggggghhh Mang Yayat yang baru tersadar kembali mengingat kejadian yang menimpanya, namun ketika otaknya yang berusaha untuk mengingat kejadian itu, tiba-tiba dia merasa pusing sehingga tangannya dia letakan di atas kepalanya. Yuyun dan Parman pun merasa bingung, kenapa dia berada disini. Namun, Yuyun yang tahu bahwa Mang Ba'a, Epul dan Omes masih belum ada di warung, kini langsung berlari kembali ke sekitar warung. Mencoba mencari tahu keberadaan mereka sekarang. Meskipun, Wussssshhhhhh Ketika pertama kali dia menginjakan kakinya di luar warung, tiba-tiba muncul sebuah angin yang kencang, yang be
Srak, Srak, Srak, Terlihat dua orang sedang berjalan melewati jalan setapak bersama dengan diterangi oleh sinar dari bulan purnama yang muncul di antara pepohonan yang rindang di kedua sisi jalan. Meskipun jalan setapak itu disinari oleh sinar bulan tapi mereka tetap ditemani cahaya dari lampu sebagai penerang jalan. Mengingat jalan setapak yang mereka lalui itu berbatu dan tak jarang berlumpur. Kedua orang itu adalah Esih dan Yoga berjalan bersama pada malam itu, Yoga yang tidak tahu kenapa dirinya tiba-tiba ada di hutan masih merasa kebingungan atas apa yang terjadi pada malam ini. Meskipun, ada perasaan aneh yang kini terasa olehnya ketika mereka berjalan berdua. Semuanya terasa tenang seolah-olah ada yang sedang menjaga mereka malam itu yang bisa membuatnya tidak ketakutan lagi. Meskipun, Yoga merasa bahwa di belakangnya seperti ada yang mengikuti, karena terlihat beberapa kali ketika Yoga melihat ke dalam hutan yang gelap gulita, dia melihat beberapa pasang mata dari sela-sel
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men