Aurora menarik napas panjangnya yang dalam dan berat. Dia menggelengkan kepalanya seraya merubah ekspresi yang semula datat. Raut wajah Aurora kini berubah ramah kembali, dengan senyuman tipis yang menghiasi ujung bibirnya. "Nona Lusi, apakah pria seperti Xavier ... bisa menjadi milik anda seorang?" ujar Aurora bertanya dengan santai. Lusi mengerutkan dahinya, jelas dia tahu dengan pasti. Pria seperti Xavier yang selalu menjadi incaran para wanita, tidak akan cukup dengan satu wanita. Namum rasa ingin menguasai itu tidak bisa dia kendalikan. Xavier hanya boleh menjadi miliknya seorang. Aurora menyunggingkan kembali senyum tipisnya. "Sepertinya anda sadar akan hal itu. Kalau begitu jangan terlalu rakus, Nona." Aurora kembali mengingatkan. "Dasar jalang gila, berani sekali kau mengatakan aku rakus. Kau tidak tahu seberapa istimewa hubungan kami," ujarnya seraya mendelikkan bola matanya. "Ouw, lalu apakah Nona Lusi tahu seberapa istimewa hubungan kami?" jawab Aurora dengan melempark
"Tidak. Ibu ... kumohon bangunlah! jangan tinggalkan Aurora." Tangis Aurora pecah dalam sebuah kamar rumah sakit, tepat di mana sang ibu dilarikan. Ibunya yang mempunyai penyakit serangan jantung, tiba-tiba terjatuh saat mendengar perusahaannya akan bangkrut, dan mendapatkan kabar bahwa sang suami akan segera di penjara. Wanita itu segera di larikan ke rumah sakit terdekat tidak jauh dari rumahnya. Akan tetapi, sungguh naas, saat baru saja tiba, nyawanya sudah tidak dapat tertolong lagi. "Ibu bangun! jangan pergi bu! jangan tinggalkan aku. Apa yang harus aku lakukan jika tanpa ibu?" tangisnya kembali menyeruak, menggema dalam sebuah kamar rumah sakit, tepat di mana ibunya menghembuskan napas terakhir. "Nona, kuatkan dirimu. Nona harus kuat, supaya ibu anda tidak sedih melihatnya," ujar seorang wanita paruh baya yang menjadi kepala pengurus di rumahnya saat itu mencoba menenangkannya. "Tapi, Bi. Berita seperti apa yang telah ibu dapatkan, sehingga membuat penyakitnya kambuh, jelas
Aurora dan petugas penyelidik, membawa ayahnya ke rumah sakit terdekat.Mereka akhirnya sampai di sebuah rumah sakit di mana ibunya Aurora berada. Ayahnya langsung mendapat penanganan dari dokter. "Tolong semua menunggu di luar!" ucap salah satu dokter yang akan menangani ayahnya. "Tolong lakukan yang terbaik dokter." Ucap Aurora memohon. "Tentu saja Nona." Sahut dokter tersebut dan menutup pintu ruangan perawatan. ...........................................................................................................................Aurora menunggu dengan cemas, ia mondar mandir tidak bisa menenangkan dirinya. "Nona, apa yang harus kita lakukan?" ucap sekretaris Susan yang menemaninya bertanya. "Aku tidak tahu, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang." Ia memeluk Susan dengan erat dan penuh ketakutan. Susan mengelus kepala Aurora dengan lembut, berusaha untuk menenangkannya. "Tuan pasti baik-baik saja Nona." Ujar Susan
Beberapa saat kemudian, mobil untuk menjemput jenajah ibunya tiba di rumah sakit. "Nona, mobil sudah sampai, apa kita akan pergi sekarang untuk membawa Nyonya?" ujar Bibi pengurus rumah menghampiri Aurora dan Susan. "Apa tempat untuk pemakaman ibu sudah disiapkan?" tanya Aurora kepada Bibi pengurus rumah. "Tentu Nona, semua telah siap dan tinggal menunggu Nona." "Baiklah, ayo!" Aurora bergegas meninggalkan rumah sakit untuk segera melakukan pemakaman, karena hari juga sudah mulai sore. Sesampainya di rumah, mereka segera berganti pakaian dengan warna hitam, semua anggota keluarganya tidak ada yang hadir, pemakaman hanya dihadiri oleh orang-orang terdekatnya dan para pegawainya saja, beberapa karyawan ayahnya juga hadir untuk mengantar kepergian istri dari atasan mereka. ...........................................................................................................................Keadaan Aurora terlihat begitu lemah dan menyedihkan,
Di sisi lain, Xavier yang tengah berada dalam mobil miliknya, dia terpikir untuk menuju rumah sakit, di mana ayahnya Aurora tengan dirawat saat ini."Tuan, kita akan pergi kemana?" tanya Lucas seraya sedikit melirik Xavier dari kaca spion mobil."Pergi ke rumah sakit!" jawab Xavier tenang dan datar. "Baik Tuan." Lucas menjawan dan tetap pokus dengan kemudi mobil. "Hei Lucas, menurut kamu ... apa yang akan dilakukan wanita itu?" tanya Xavier kepada Lucas mengenai Aurora. "Mungkin seperti yang anda inginkan, Tuan." Lucas bisa menebak apa yang akan terjadi, karena pada awalnya, Xavier tidak bermaksud untuk menyita rumah mereka. Tidak lain dia hanya ingin kalau Aurora memohon pertolongan kepadanya, karena wanita itu secara berani menghindari tuannya.Bagi Xavier, itu adalah sebuah penghinaan, tidak pernah ada wanita yang berani mengabaikannya dengan status dia saat ini.Wanita itu bahkan berani menjawab setiap pertanyaan darinya dengan enteng. Tanpa di suruh, wanita lain akan melempark
Lucas yang sebagai asisten pribadinya, ia meninggalkan tempat parkir mobil milik Tuannya, bergegas masuk kelantai rumah sakit, dimana ayah Aurora akan melakukan operasi. Ia segera mengurus mengenai segala hal pembayaran untuk perawatan ayah Aurora. "Tuan, Nona Aurora?" ujar Susan bertanya kepada Lucas, yang saat itu menghampiri mereka. "Dia sedang berbicara dengan tuan Xavier, tidak perlu khawatir!" Sahut Lucas penuh peringatan. Ia bahkan langsung pergi untuk menemui dokter, agar segera melakukan operasi kepada ayah Aurora. "Dok, lakukan yang terbaik, ini perintah tuan Xavier!" Tegas Lucas dengan nada serius. "Baik Tuan, kami akan berusaha." Sahut dokter tersebut. "Kalian boleh kembali, tuan Xavier telah mengutus anak buahnya untuk berjaga disini." Tegas Lucas kepada kepala penyidik kasus Ayahnya Aurora. "Masalah ini, biar nanti Tuan Xavier yang mengurusnya setelah keadaan Tuan Jordy stabil!" Semua mengerti bahwa ucapan Lucas itu, mengandung peringatan dan perintah mutlak dari s
Aurora yang merasa sangat lelah dengan apa yang telah terjadi kepadanya, ia memutuskan untuk membersihkan dirinya terlebih dulu, namun betapa terkejutnya, setelah ia selesai mandi dan akan berganti pakaian, ia mengerutkan dahinya bingung, melihat isi lemari, yang ada hanya tersedia beberapa pakaian tidur sexi, bahkan sangat menggoda. "Apa-apaan semua baju tidur ini? Apa aku harus memakai baju sexi seperti ini?" Ucap Aurora yang tertegun bingung, ia bingung memilih baju tidur mana yang akan ia kenakan. "Aku harus membawa baju aku yang lain dari rumah." Tegasnya seraya menghela napas dalam. Ia memberanikan diri untuk bertanya kepada Lucas. Ia berjalan keluar dari kamarnya, dan segera bergegas menghampiri arah kamar tidur Lucas. Tok...tok...tok. "Tuan, apa anda sudah tidur?" tanya Aurora setelah mengetuk pintu kamar Lucas. Mendengar sebuah ketukan pintu, Lucas bergegas bangkit dari tempat duduknya dan segera membukakan pintu kamar, "Apa ada yang bisa saya bantu nona?" "Itu, Tuan, a
Kehidupan indah yang ia jalani selama ini, kebanggaan terhadap dirinya sendiri harus musnah begitu saja, ia meratapi nasibnya sendiri dalam keheningan malam yang sunyi sepi. Di sebuah kamar yang sangat luas, sebuah kediaman megah bak istana kerajaan, tanpa seseorang yang ia sayangi, tanpa keluarga terkasihnya, semua telah sirna begitu saja dari hidupnya. Setelah ia selesai membaca semua aturan yang terdapat dalam isi kontrak tersebut. Inilah sebuah awal kehidupan, dimana penderitaannya akan dimulai, akan ia jalani dengan menundukkan kepala, tanpa penenang, tanpa penyemangat sang ibu yang selama ini menemaninya, ia hanya bisa pasrah dengan jalan hidup yang ditakdirkan tuhan kepadanya. Ditengah malam yang panjang dalam tangisnya, ia membuka sebuah jendela kamar, menatap langit yang dipenuhi oleh bintang, ia menatap betapa indahnya malam saat ini, seolah-olah tengah menertawakan dirinya yang tengah rapuh. "Langit malam yang sangat indah, ditemani bintang yang berkelip,