Dalam waktu yang bersamaan. Hamaz terus memanggil Raisa berulang-ulang. Sedari tadi dia tak melihat jejak Raisa sama sekali. Bahkan pintu yang menurut penglihatan Raisa tadi terbuka lebar. Menurut penglihatan Hamaz tak sama. Pintu tak pernah terbuka sama sekali. Bahkan segelas teh yang dibilang Bu Aminah berada di teras. Pun tak dilihat Hamaz.
"Gawat! kenapa aku merasa Mbak Raisa masuk ke rumah ini?"
Tok tok tok!
Di bawah guyuran hujan deras. Hamaz terus mencoba berbagai cara agar bisa membuka pintu itu.
"Apa benar Raisa di dalam sini ya?" bisik Hamaz gelisah. "Ini cewek kalau dibilangin bebal juga ternyata."
Sangat terlihat jelas bila Hamaz kecewa dengan apa yang dilakukan Raisa saat ini. Sedangkan di dalam rumah. Raisa pun berusaha membuka pintu agar segera terbuka. Dia menarik handle dengan sangat kuat. Namun, usahanya sia-sia.
Raisa tau dirinya dalam keadaan bahaya. Berada di dalam rumah, yang ada makhluk kasat mata. Dengan dendam
"Iya, Mas. Kayak Mbak Raisa itu ngomong-ngomong sendiri. Habis itu hujan tambah lebat, dia duduk di teras depan rumah. Setelah itu saya masuk. Pintu saya tutup. Lalu. Saya ngintip lagi. Tapi, Mbak Raisa udah enggak ada.""Hemmm ... aneh. Kenapa saya mikirnya Bu Aminah ini aneh ya Bu?""Saya juga gitu kok Mas. Kadang dia tampak terlihat. Kadang juga enggak. Soalnya orang sini enggak ada yang berani tanya sama wanita itu. Pada takut. Kita di sini udah enggak mau urusan lagi dengan rumah itu, Mas!"Hamaz terdiam sembari pandangan mata tak lepas dari rumah itu."Apalagi sudah dua minggu ini. Banyak yang sering dengar suara-suara yang menjerit Mas.""Dari dalam rumah itu, Bu?""Iya, Mas. Banyak yang suka dengar. Dan yang aneh lagi. Beberapa tetangga di sini itu. Ada yang rumahnya diketuk pintu atau jendelanya. Terus tau enggak Mas, siapa yang muncul?"Hamaz menggeleng."Banyak yang lihat dua gadis paling seumuran anak SM
"Ini bekas kamar Mbok Yumna?" bisik Hamaz. Seraya pandangannya terus berpendar. Ada juga nama Mariyati dan Mariana di dinding itu. Perlahan Hamaz membuka pintu lemari. Terdengar derit yang tak lirih. Membuat lelaki itu, bergerak pelan-pelan. Dia tak ingin ada yang mendengar. Walaupun rumah ini tampaknya sepi tak berpenghuni. Hamaz tahu ada makhluk yang mengendalikan rumah ini. Sosok jahat yang menjadi sumber kesalahan. Yang mengikat keluarga Mariman."Apa ini?"Hamaz mengeluarkan sesuatu yang ada di dalam lemari. Seperti sebuah bungkusan kecil yang dibungkus tas kantong plastik hitam. Buru-buru Hamaz membukanya. Sebuah kalung emas bertuliskan Mariyati. Lalu ada kertas yang diberi tulisan.*Mungkin suatu saat Mbak Yumna datang ke kamar ini lagi. Ini ada kenang-kenangan dari aku. Yang dulu ingin aku sampaikan, tapi belum sempat.Selama hidupku. Aku berharap Mbak Yumna masih hidup dan kita bisa bertemu. Ternyata aku salah. Sampai detik aku me
Hamaz melepaskan Dekapan pada tubuh Raisa. Dan menarik lengan gadis itu, agar bersembunyi di belakang dirinya."Siapa dia, Raisa? Apa Bu Aminah?""Sepertinya bukan Mas. Aku juga enggak tau.""Apa kamu yang menyalakan semua lampu?"Raisa mengangguk."Memangnya kenapa Mas?""Kalau bukan nyala itu, mungkin aku gamang kalau Mbak Raisa ada di dalam rumah ini."Saat mereka saling berbisik. Ranjang yang ada di hadapan mereka berderit pelan. Membuat Raisa terbelalak. Begitu juga dengan Hamaz. Dia pun mulai merasa aura yang kini berbeda. Tak seperti pertama tadi dia berada di dalam kamar ini."Suasananya sudah mulai aneh, Mbak. Jangan lupa berdoa!""I-iya, Mas. Ta-tapi aku lagi dapet. Gimana Mas?""Terus baca sholawat jangan henti. Serta berdizikir."Raisa pun mengikuti apa yang dikatakan Hamaz. walau sebenarnya pikiran Raisa sudah mulai kalut. Serasa penuh. Hingga dia selalu terbalik-balik saat hendak membaca doa a
Dari wajah yang tergambar. Terlihat sosok wanita ini, berkepribadian sangat dingin dan kaku. Senyumnya menyeringai tipis. Dengan kedua bola mata lebar yang seakan melihat ke arah mereka."Kita geser jangan di sini, Mas!""Kenapa?"Wajah di lukisan itu. Matanya seperti melihat kita. Aku takut!""Ayo kita bersembunyi!" ajak Hamaz."Lalu, gimana Mas Delon dan Mbok Yumna?""Kita bersembunyi hanya karena menunggu mereka. Aku juga akan bilang biar Mas Delon bawa bawa sedikit bensin sama korek api.""Untuk apa Mas?""Membakar semua perabotan yang ada di dalam kamar itu!"Raisa pun terdiam. Dia merasa bulu kuduknya semakin berdiri dan merinding. Raisa merasa banyak mata yang tengah memandang dirinya saat ini."Mas apa senggak sebaiknya kita sembunyi dulu? Cari tempat sambil menunggu Mas Delon.""Sebenarnya tempat teraman di luar, Mbak Raisa. Tapi, kita harus kembali ke kamar Mbok Yumna lagi.""Kamar yang tad
"Lah, kok ke rumah ini lagi?""Hanya mengantar Ibu ini. Dulunya tinggal di sini, Pak. Prihatin aja kok banyak kejadian yang mengerikan berhubungan dengan rumah ini.""Ohhhh! Harusnya kalian laporan ke saya Mas. Jadi kalau ada apa-apa kita juga bisa bantuin.""Terima kasih banyak, Pak RT. Mungkin kalau sampai larut malam kita belum keluar. Minta tolong untuk dicari Pak."Lelaki itu langsung bergidik, ngeri."Bu-bukannya enggak mau Mas. Tapi kalau malam, kita juga takut. Rumah ini terlalu seram kalau malam. Wong siang aja ngeri. Ya udah kalau gitu. Saya bantu doa aja, Mas."Langkahnya tergopoh meninggalkan rumah Bu Sapto. Delon tersenyum sembari geleng-geleng. Lalu, membantu Mbok Yumna untuk menapaki dua anak tangga. Dan menggandeng lengannya menuju pintu utama.Saat Delon hendak mengetuk pintu. Dengan sendirinya pintu terbuka lebar diiringi suaranya yang berderit. Menimbulkan kengerian tersendiri.Raisa langsung berteriak senang
Kembali terdengar sesuatu dari kaca yang pecah di lantai. Membuat ketiganya tersentak. Tapi tidak untuk Mbok Yumna. Yang sepertinya sudah mengerti akan rumah ini. "Bawa aku ke kamar Ibu!" "Kamar Ibu?" ulang Raisa dan Delon bersamaan. "Mungkin maksud Mbok Yumna itu kamar Bu Marsinah." "Iya," sahut Mbok Yumna. Langsung berdiri dan segera berjalan memasuki rumah Bu Sapto. Kemudian tampak dia sedikit kebingungan. "Kenapa Mbok?" tanya Raisa. "Harusnya kamar Ibu ada di sebelah sini. Kok sekarang pintunya udah enggak ada?" "Jangan ... jangan, kamar yang di maksud itu kamar Bu Sapto?" bisik Raisa. "Bisa jadi!" sahut Delon. Raisa dan Delon berjalan terlebih dahulu. Dia ingin menunjukkan kamar Bu Sapto kepada Yumna. "Mari, Bu!" Hamaz mengajaknya untuk mengikuti mereka. "Sekarang kamar yang dulu dipakai Bu Marsinah, sudah dipakai Bu Sapto atau Bu Mariana." Mbok Yumna hanya diam tak memberikan respon
"Loh, Mas Hamaz. Kok cepet?""Aku enggak jadi keluar. Ambil di dapur aja, Mas Delon. Aku mikirnya bakal lama. Kasihan Mbok Yumna. Dia berniat menolong malah celaka.""Bagus, Mas!" sahut Raisa.Bergantian antara Delon dan Hamaz. Mulai memukul engsel pintu kamar. Namun entah kenapa terasa sulit. Sampai mereka mendengar suara orang yang berteriak dari arah dalam kamar."Mbok Yumna!" teriak mereka bersamaan."Bagaimana ini, Mas? Kita masih belum juga bisa masuk?" Raisa mulai panik. Sedangkan Delon dan Hamaz masih berusaha untuk merusak kunci pintu.Hingga Raisa mulai merasa aura di sekitar mereka semakin aneh dan serasa menunjukkan aktivitas negatifnya. Dia meringsek pada Hamaz."Mas ... Mas! Aku mulai ngerasa enggak beneran ini," bisik Raisa."Ada apa, Mbak?""Aku ngerasanya kek ada yang lihat dan pintu kamar belakang itu kayak kebuka enggak sih? coba Mas Hamaz lihat deh!"Lelaki itu pun ikut menoleh begi
"Mbak Raisa! Perhatikan Mbok Yumna untuk jangan melamun. Kalau sekiranya enggak memungkinkan. kIta harus bawa Mbok Yumna segera keluar dari tempat ini.""Jangan!" Tiba-tiba Mbok Yumna berteriak kencang. "Aku masih ingin di sini!"Sesaat Mbok Yumna mulai memperhatikan kamar ini, yang jauh lebih luas dan besar. Dari kamar semula dulu. Pencahayaan kamar yang sangat terang, tetap terlihat redup di matanya. Lalu dia menunjuk ke arah lampu bohlam, yang terus berkedip-kedip. Membuat penglihatannya semakin kurang jelas.Lalu pandangan matanya bergerak memperhatikan dua buah lemari yang sangat besar. Di sisi kanan ranjang berjajar. Bau apek dan lembab mulai tercium Yumna. Hingga dia mendengar suara yang aneh. Pandangan matanya mulai berpendar. Mencari asal suara."Kursi goyang itu? Kenapa ada di sini?" Suaranya berbisik.Raisa, Delon, dan Hamaz hanya diam melihat Mbok Yumna yang mulai terlihat aneh. Sambil memandang ke arah mereka. Dia mencoba u