"Aku harus bisa merebut kembali Mariyati. Kalau tidak aku pasti sangat bersalah pada Bu Marsinah."
Kini dia berdiri tepat di depan pintu. Hanya berjarak sejengkal. Degup jantungnya semakin berdetak kencang. Peluh membasahi wajah dan tubuhnya yang kian bergetar hebat.
Dia membuang semua rasa ketakutannya. Dalam hati Yumna saat ini. Dia harus bisa menolong Mariyati. Apa pun resiko yang akan dia hadapi.
Tok tok tok!
Yumna terus menahan napas. Dia sudah pasrah atas apa yang nanti akan menimpa dirinya. Dia memberanikan hatidan pikiran.
Dia mengulang mengetuk pintu dengan lirih. Sekian detik berlalu, tak ada yang terjadi. Pintu kamar itu tetap tertutup.
"Maaar ... Mariyati. Apa kamu di dalam sana, Mar?"
Hening dan sunyi. Tak terdengar suara apa pun juga. Yumna semakin ketakutan. Dia semakin kalut. Tak tahu lagi apa yang harus dia lakukan.
"A-aku harus bilang pada tetangga. Aku harus minta bantuan mereka."
Segera Yumna be
Langkahnya semakin bergerak maju, perlahan. Dia pun merasakan bila telapak kakinya menginjak kumpulan debu yang sangat tebal. Hingga dia mendengar suara yang aneh. Seperti suara yang bergesekan di lantai."Su-suara apa itu?"Dia masih terhenti di depan kamar yang terbuka. Pandangannya pun berpendar. Mencari tahu apa yang ada di sekitar ruangan ini.Semakin lama suara yang terdengar bergesekan dengan lantai terdengar nyata. Membuat Yumna waspada. Dia mundur dua langkah.Sesaat aroma anyir tercium di rongga hidungnya. Seiringan dengan suara aneh yang terdengar. Seperti sesuatu yang diseret pelan-pelan. Sampai suara yang dia kenal memanggilnya.“Mbaaaak Yumnaaa!”Sontak bulu kuduknya semakin tegak berdiri. Dia sudah tak bisa merasakan apa-apa lagi. Selain keinginan menemukan Mariyati.“Mariyati … kah?”“Kemarilah, Mbak Yumna!”Suaranya terdengar menden
Terdengar suara Mariyati yang terus memanggilnya. Dari arah luar kamar. Membuat Yumna terhenyak. "Mar ... tolong aku!" Suranyabya terdengar lemah. Yumna terduduk dengan kedua lutut yang dia tekuk. Lalu memeluk erat, hingga punggungnya menempel dinding. Yumna bisa melihat sorot mata yang merah menyala. Sosok itu bergerak mendekatinya. Dan tanpa dia sadari. Kedua ujung kakinya telah ditarik paksa oleh Mariman. Sontak Yumna berteriak kencang. Namun, sangat malang. Suaranya bagai tercekat di tenggorokan yang kering. Buuugh! Tubuh dan kepalanya menghantam lantai keramik. Membentur keras. Sampai Yumna berasa ingin muntah. Dia merasakan kegelapan di sekelilingnya saat ini. Langit kamar yang dia lihat tak tampak jelas. "Eeerghhh! Sakiiit," ucapnya lirih. Lalu, entah bagaimana. Dan siapa yang melakukannya. Tubuhnya kembali terlempar ke dinding kamar. "Aaaarghhh!" Yumna berteriak keras. Tubuhnya tersungkur kesakitan. Dara
Saat dia berdiri di depan pintu luar kamar. Mariyati berteriak kencang ke arahnya."Mbaaaak! Kenapa Mbak Yum seperti ini?"Belum sampai Yumna menjawab. Tubuhnya ambruk. Melihat hal itu, Mariyati berlari menghampirinya."Mbak Yum! Bangun, Mbak!"Mariyati semakin ketakutan. Dia tak tahu harus berbuat apa, terhadap Yumna. Gadis itu hanya bisa menangis dengan terus mengguncang tubuh Yumna.Antara sadar dan tidak. Yumna masih bisa mendengar isak tangis Mariyati."Pergiiii! Kamu harus pergi!" ucap Yumna berbisik tanpa bersuara."Aku maunya sama Mbak Yum!""Mar!!!"Tiba-tiba terdengar suara Mariman yang sudah berada di samping Mariyati. Membuat gadis itu tersentak. Dia sangat terkejut. Tak menyangka kalau sang bapak sudah berdiri di dekatnya."Mariyati, kamu ikut Bapak sekarang!""Mau ke mana Pak?""Enggak usah banyak tanya! Ayo ikut Bapak sekarang!"Mariyati terus menggeleng. Dia tak mau mengi
"Lalu, Mbok. Setelah Mariyati kembali. Apa yang terjadi?" Raisa terus mengejar wanita tua itu. Yang kembali terdiam sesaat."Dia terlihat aneh. Lebih pendiam, tak banyak omong. Kadang apa yang aku bicarakan, dia enggak nyambung sama sekali.""Mungkin dia trauma, Mbok?" sahut Delon.Mbok Yumna hanya menggeleng."Sampai sekarang aku enggak tau alasannya. Mungkin saja dia trauma dengan berbagai peristiwa. Cuman bagi aku dia aneh dan terlihat asing buatku.""Apa dia tidak menceritakan, apa yang terjadi selama dia menghilang dan tiba-tiba dia datang lagi?" tanya Hamaz."Sama sekali. Dia menjadi lebih tertutup. Walau begitu aku masih selalu menemani dan menjaga dia. Sesuai yang dikatakan Bu Marsinah. Aku mulai sembunyi-sembunyi pergi ke musholla dekat rumah. Pergiku menyelinap, tanpa siapa pun yang tau.""Termasuk Mariyati?""Iya. Karena pernah suatu hari aku mengajak dia. Dan mengingatkan kembali pesan Ibunya. Dia tetap saja menggel
"Katakan, Mar! Ceritakan sama Mbak. Apa yang kamu alami saat kamu pergi dari rumah ini?!" desak Yumna.Namun, gadis itu kembali menggeleng."Ini sebuah rahasia, Mbak. Mungkin bila saat itu tiba, Mbak Yum akan mengerti."Kali ini, Yumna benar-benar dibuat terbelalak dan terbengong. Baru saja dia mendengar perkataan Mariyati yang penuh teka teki dan rahasia."Kenapa menjadi sebuah Rahasia, Mar? Ini aku Yumna. Orang yang bisa kamu percaya!" tegas Yumna masih berbisik.Kemudian Yumna mengambil sesuatu dari balik bajunya. Sehelai pita berwarna biru. Dia bentangkan di hadapan gadis itu."Kamu tahu arti pita ini untukku?"Mariyati menggeleng."Ibumu yang memberikan, jauh sebelum beliau sakit. Pita ini, perlambang kalau Ibu mempercayakan kamu sama aku. Tak ada rahasia di antara aku, kamu atau mendiang Ibu. Bu Marsinah memberikan pita kamu di waktu kecil ini. Sebagai janji aku melakukan amanah yang diberikannya, Mar. Tapi, kenapa
Ingin hati bersikeras. Namun Yumna tak kuasa melarang Mariyati, yang semakin bersikeras. Akhirnya dia membiarkan gadis itu membuka pintu.Kriiiieeet!Pintu berderit, seiring dengan Mariyati menarik handle pintu. Yang kini mulai terbuka perlahan."Bapak ...!""Ikuti Bapak, Mar!""Ke-kemana, Pak?""Enggak usah banyak tanya kamu!"Sekilas Mariyati melirik ke arah Yumna. Yang ikut terpaku saat mendengar ajakan Mariman pada anak gadisnya.'Mau diajak ke mana dia?' batin Yumna."Ayok, Mar!" tegas Mariman.Sorot matanya terlihat tajam bagai elang yang siap menyambar mangsa. Saat Yumna bangkit dan hendak beranjak dari ranjang."Berhenti kamu!" bentak Mariman.Seketika Yumna terpaku dalam diam. Dia hanya berdiri di samping ranjang."Jangan pernah sekali-kali kau ikut campur!"Yumna tak berani bicara atau hanya bergarak. Diam adalah pilihan terbaik saat ini, bagi Yumna. Hanya panda
"Diam kamu!" bentak Mariman. "Mulai kapan kamu berani memberontak sama Bapak?! Jawab, Mariyati!!!" "Mar, bukannya berontak sama Bapak. Tapi, tolong hentikan semua ini Pak. Jangan lakukan pada aku mau pun Mariana!" "Diaaaam!!!" Suasana langsung hening seketika. Yumna hanya bisa menggigit bibir dan meremas kedua tangannya sendiri. Air mata menetes tanpa tau apa yang telah terjadi pada Mariyati. Dia hanya bisa mendengar isak tangis Mariyati yang kian lama semakin kencang. "Diam kamu!" sentak Mariman kasar pada anaknya. "Katanya Bapak sayang sama keluarga. Mana???!" teriak Mariyati lemah. "Ikti perintah Bapak!" "Jangan, Pak! Aku eggak mau. Tolong, Pak." Yumna yang penasaran. Memberanikan diri membuka daun jendela lebih lebar. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pelan-pelan dia berusaha agar jemarinya tak sampai menimbulkan bunyi yang keras. Kini daun jendela mulai terbuka lebih lebar dari sebelumnya.
Masih terdengar isak tangis Mariyati yang kesakitan. Dia mengerang lirih. Bola matanya nanar memandang sang Bapak."Ba-baik, Pak! Aku akan jadi penerus Bapak." Suaranya terdengar serak parau. Dan Mariman hanya pedulikan kesanggupan Mariyati untuk jadi penerusnya."Bagus. Tapi kalau kau sampai berbohong, berontak atau membelot. Aku pastikan Yumna akan aku jadi tumbal berikutnya.""Paaaak! Kenapa sekarang Bapak jadi orang yang jahat? Kenapa Bapak enggak kayak dulu lagi?""Mulai lagi kamu Mariyati!"Seketika gadis itu terdiam. Dia sadar saat ini tak bisa melawan Mariman. Dia tak berdaya saat ini.Akhirnya, pintu perlahan terbuka dengan sendirinya."Ingat, Mariyati! Kamu jangan kebanyakan polah. Jangan macam-macam. Ikuti semua apa yang Bapak bilang!"Mariyati berusaha berjalan walau dengan tubuh yang terhuyung. Dengan cepat, Yumna berlari kecil menyongsong tubuhnya."Maaar!"Yumna memeluk tubuh gadis itu. Dia melihat