"Diam kamu!" bentak Mariman. "Mulai kapan kamu berani memberontak sama Bapak?! Jawab, Mariyati!!!"
"Mar, bukannya berontak sama Bapak. Tapi, tolong hentikan semua ini Pak. Jangan lakukan pada aku mau pun Mariana!"
"Diaaaam!!!"
Suasana langsung hening seketika. Yumna hanya bisa menggigit bibir dan meremas kedua tangannya sendiri. Air mata menetes tanpa tau apa yang telah terjadi pada Mariyati.
Dia hanya bisa mendengar isak tangis Mariyati yang kian lama semakin kencang.
"Diam kamu!" sentak Mariman kasar pada anaknya.
"Katanya Bapak sayang sama keluarga. Mana???!" teriak Mariyati lemah.
"Ikti perintah Bapak!"
"Jangan, Pak! Aku eggak mau. Tolong, Pak."
Yumna yang penasaran. Memberanikan diri membuka daun jendela lebih lebar. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Pelan-pelan dia berusaha agar jemarinya tak sampai menimbulkan bunyi yang keras. Kini daun jendela mulai terbuka lebih lebar dari sebelumnya.
Masih terdengar isak tangis Mariyati yang kesakitan. Dia mengerang lirih. Bola matanya nanar memandang sang Bapak."Ba-baik, Pak! Aku akan jadi penerus Bapak." Suaranya terdengar serak parau. Dan Mariman hanya pedulikan kesanggupan Mariyati untuk jadi penerusnya."Bagus. Tapi kalau kau sampai berbohong, berontak atau membelot. Aku pastikan Yumna akan aku jadi tumbal berikutnya.""Paaaak! Kenapa sekarang Bapak jadi orang yang jahat? Kenapa Bapak enggak kayak dulu lagi?""Mulai lagi kamu Mariyati!"Seketika gadis itu terdiam. Dia sadar saat ini tak bisa melawan Mariman. Dia tak berdaya saat ini.Akhirnya, pintu perlahan terbuka dengan sendirinya."Ingat, Mariyati! Kamu jangan kebanyakan polah. Jangan macam-macam. Ikuti semua apa yang Bapak bilang!"Mariyati berusaha berjalan walau dengan tubuh yang terhuyung. Dengan cepat, Yumna berlari kecil menyongsong tubuhnya."Maaar!"Yumna memeluk tubuh gadis itu. Dia melihat
"Ayo masuk!"Hanya saja Yumna merasakan sesuatu yang aneh. Aura rumah ini sungguh terasa gelap baginya.'Kenapa aku merasa seperti menginjak rumah yang sama? Seperti milik Bapak.'Tiba-tiba, Naning menepuk bahunya cukup keras. Sampai Yumna berjingkat. Karena terkejut."Loh, kok sampai kaget gitu toh?" tanya Naning tersenyum lebar."Aku ini udah sering kaget, Mbak. Jangan dibikin kaget lagi.""Emang kaget karena apa sih?""Masa sampean ini enggak tau. Gimana santernya kasak kusuk tentang keluarga Mariman toh?"Naning memalingkan muka. Seperti tidak berminat untuk mendengarkan cerita Yumna."Sampean tau enggak? Di kampung aku itu. Keluarga Mariman sudah terkenal kaya karena menggunakan pesugihan. Mosok enggak tahu?"Tak ada tanggapan sama sekali. Naning menyibukkan diri mengambil beberapa minuman air mineral."Kamu mau kopi, Yum?""Mau, Mbak.""Ayo masuk! Ikut ke belakang."
Setelah kepergian Naning. Marian mengajaknya ke kamar yang berada di lantai dua. Saat melewati jalan menuju tangga. Sepintas dia kembali melihat kamar pengantin itu."Mar, Mbak Naning habis menikah?"Gadis itu kembali menggeleng."Ka-kamu kenapa kok diam saja sama aku, Mar. Kamu enggak suka dengan kedatangan aku sekarang?"Mendengar perkataan Yumna yang heran dan seperti sedih. Mariana langsung menarik pergelangan tangannya. Untuk mengikuti masuk kamar.Saat mereka berdua sudah berada di dalam. Mariana memeluk erat Yumna yang terkesiap. Mendapat perlakuan Mariana yang tak biasa."Ka-kamu kenapa, Mar?"Gadis itu menggeleng. Dan semakin merapatkan pelukannya pada Yumna. Membuat wanita itu kebingungan."Katakan sama aku, Mar. Ada apa?""Maaf, kalau aku enggak bisa menjaga Ibu. Maaf!""Bukan itu.""Lalu apa?"Kali ini, Yumna menatap tajam pada gadis itu. Yang masih memeluk tubuhnya."Kamu dapat su
Lantas dia menarik lengan Naning. Menuju kamar itu. Lalu menunjuk ke arah kembang yang bertaburan."Mbak Naning habis nikah? Jadi pengantin?"Wanita itu hanya tersenyum."Kok enggak bilang-bilang? Sama orang mana?""Orang jauh.""Mariana kok enggak tau kalau sudah menikah?""Pernikahan kita enggak rame-rame kok Yum. Yang penting sah.""Jadi nikah siri, gitu?"Kembali Naning tersenyum penuh makna. Namun, Yumna tak tahu artinya. Dia merasa orang-orang rumah ini sama anehnya.'Kenapa Mbak Naning terkesan menutupi pernikahannya? Aneh sekali. Aku harus mencari tahu.'Tampak di meja makan. Sudah tersedia hidangan yang sangat lengkap dan mewah. Membuat Yumna sumringah dan terpana atas sambutan yang diberikan Naning."Wahhh, makanannya kayak menyambut orang penting, Mbak.""Loh, memang sangat penting toh, Yum."Mariana yang melihat sajian itu langsung terbelalak. Dia berusaha untuk bers
"Enggak tau juga. Aku merasa Mariana ada menyimpan sesuatu yang dia rahasiakan. Apa benar Mariana?" Gadis itu menggeleng. "Makanlah Yum. Habiskan semua hidangan ini." "Iya, Mbak. Ini sudah aku makan." Dengan lahap Yumna menyantap hidangan yang telah disajikan. Mariana terus memperhatikan tanpa berkedip sama sekali. Manik matanya begitu lekat memandanga. Mmebuat Yumna sampai menghentikan makannya. Lalu mengambil segelas air putih. "Kenapa Yum?" tanya Naning yang juga turut memperhatikan Yumna. Merasa diperhatikan dengan oleh Mariana dan Naniung. Yumna menghentikan suapannya. "A-apa aku salah?" "Enggak! Malah aku senang kalau kau habiskan!" Yumna pun kembali menikmati hidangannya. Namun, dia mendengar suara kursi yang terbanting cukup keras. Membuat Yumna mengangkat kepala. Mariana terlihat beranjak dari tempat dia duduk. "Mariana, duduk!" teriak Naning. Namun gadis itu tak mendengarkan. Dia
Yumna masih menarik napas berulang-ulang. Dia masih syok dengan setiap cerita dari Mariana. Kepalanya pun terasa ikut nyut-nyut."Kalau yang aku makan tadi hidangan buat tumbal gimana, Mar?""Aku juga enggak tau, Mbak.""Terus, yang dimaksud Naning tadi kalau dia sudah menikah. Gimana itu?""Setauku, dia enggak pernah menikah Mbak. Aku enggak pernah lihat siapa suaminya. Cuman--"Mariana terdiam beberapa detik. Lalu menraik tangan Yumna agar duduk di lantai didekatnya."Cuman apa?"Suara mereka masih berbisik."Setiap malam aku mendengar suara aneh dari kamar Bulek.""Suara aneh? Seperti apa Mar?""Aku juga enggak paham, Mbak. Suara seperti mendesah dan mengerang. Seperti kesakitan ... ehhhm, tapi kayak bukan sedang kesakitan. Aku juga enggak tahu, Mbak Yum.""Seperti orang lagi berhubungan?""Aku enggak pernah tahu orang yang berhubungan, Mbak.""Ya, laki-laki sama perempuan, Mar."Gad
Terdengar suara petir yang menggelegar. Angin di luar tampak bertiup sangat kencang. Yumna langsung mengintip di jendela."Kayaknya mau hujan ini, Mar. Wahhh aku harus buru-buru pulang.""Tidurlah di sini, Mbak. Sesekali menemani aku."Saat melihat wajah Mariana penuh harap dia merasa tidak tega."Belum tentu boleh sama Bulek kamu, Mar. Lagian kasihan Mariyati sendirian."Tampak Yumna berjalan menuju pintu kamar."Mbak Yum mau ke mana?""Ke kamar mandi dulu. Aku mau sholat dhuhur. Pasti kan sudah masuk ya?""Di sini jauh dari masjid Mbak. Karena Bulek enggak suka kalau mendengar suara adzan.""Ohhh.""Mbak Yum, kamar mandinya di kanan tangga. Dekat kamar Bulek.""Kamar pengantin?""Iya, Mbak Yum."Sejenak Yumna terdiam di tempat dia berdiri. Mengambil napas panjang. Lalu melangkah ke luar kamar.Rumah mewah ini terlihat cukup gelap karena mendung. Dia mencari saklar lampu untuk penerang
Dia menghela napas panjang berulang-ulang. Hingga memutuskan untuk masuk kamar itu. Yumna memberanikan diri menjejakkan ujung kakinya. Memasuki lantai kamar yang gelap.Saat kedua kakinya sudah berada di dalam kamar. Pintu perlahan tertutup kembali tanpa dia sadari."Apa tadi yang aku lihat ya?"Yumna mulai melayangkan pandangannya pada seisi kamar. Sinar mentari yang terhalang mendung. Cukup memberikan cahaya walau tetap saja terlihat gelap bagi Yumna."Ohhh, ternyata kursi ini. Aku tadi ngelihatnya kayak goyang-goyang. Aneh juga ruangan ini.Enggak ada kasur, lemari atau meja. Malah cuman ada kursi goyang."Merasa tak ada yang menarik. Yumna pun berniat keluar dari kamar itu. Namun baru beberapa langkah dia berjalan.Dug dug dug!Segera Yumna menghentikan langkahnya."Suara apa itu?"Dia langsung berbalik. Tak terlihat apa pun di sana. Hanya sebuah kursi goyang yang tak bergerak sama sekali."Apa aku tadi s