Sepulangnya dari rumah Mas Delon, aku mengantar Mbok Rah dan juga suaminya dulu pulang ke rumah. Aku bisa melihat kesedihan di raut kedua orang tua itu.
Aku juga tak habis pikir, bisa-bisanya Rara tak mengakui mereka. Padahal, meskipun bukan orang tua kandung, tapi Mbok Rah memiliki andil penting dalam kehidupan Rara.
"Yang sabar ya, Mbok," ucapku sambil mengelus lengan Mbok Rah saat sampai di depan rumah.
"Mbok nggak nyangka, Neng, kalau Rara tak mau mengakui kita. Bisa-bisanya, dia menikah malah tak memberitahu kami. Awalnya kami nggak percaya sama omongan Neng, tapi karena Bapak terus meyakinkan, jadi kami ikut, dan ternyata benar, Rara betul-betul menikah, tanpa restu dan izin dari kami," ucap Mbok Rah sambil tergugu.
Mang Ujang masuk ke
Sebuah tepukan tangan hinggap di bahu kiriku, saat menoleh ternyata Bunda. Beliau menyunggingkan sebuah senyum, lalu duduk di sampingku."Rin, jangan memendam kebencian yang berlebihan. Allah tak suka hambanya menjadi seorang pendendam. Cukup do'akan saja Delon mendapat hidayahnya.""Bunda...""Apa yang Bunda katakan itu benar, Rin. Ayah juga nggak suka kamu begini."Akhirnya, terpaksa aku mengangguk, tapi mengirimkan kode lewat mata untuk Rio tetap melakukan pekerjaan yang kusuruh."Oh iya, Ri, kok kamu belum nikah? Usiamu sudah mau tiga puluh tahun, loh," ucap Bunda."Belum kepikiran, Tante. Lagipula, kasihan Mama jika nanti Rio tinggal
Kak Caca berteriak, ditariknya rambutku seakan ia kesetanan. Aku pun berteriak karena sakit. Baik Mama ataupun Mas Delon tak ada yang membantu, bahkan Rara hanya menatapku dengan sebuah senyuman samar.S*aln!Wanita itu, mau mempermainkan aku? Lihat saja jika hasil telusuran Rio sudah keluar, m*ti kamu!"Lepas!" teriakku."Tidak akan! Seenaknya kamu memfitnah Mas Reza! Dia tak mungkin mengkhianatiku! Dia itu cinta mati sama aku!" teriaknya."Dasar b*d*h! Kalau dia cinta mati sama Kak Caca, dia bakal berusaha untuk mendapat pekerjaan. Bukan malah berpangku tangan dan mengharap uang dari adik ipar yang juga sudah menikah. Apa kalian gak kasihan sama Mas Delon, hah?!""Alah b*lshit! Bilang aja kalau kamu mau kembali sama dia, kan? Bilang kamu! Nyesel kan, sudah cerai sama Delon?""Tidak mungkin!" Aku meringis karena ja
"Apakah kantor Mas Delon tahu tau dia nikah lagi?" tanya Novia. Mendengar pertanyaaannya, membuat aku yang tadinya duduk bersandar, langsung tegap sekali. Ah, Novia! Saranghae! "Nggak! Makasih, Nov. Aku lagi bingung ngasih pelajaran lagi pada Mas Delon, dan pertanyaanmu barusan bagai angin sejuk," ucapku sambil tersenyum. "Alah lebay! Jadi, kamu mau melaporkannya?" "Nggak salah, tapi nggak benar juga. Aku bakal meminta Pak Yosep untuk mengganti Mas Delon. Kemarin ini memang dari perusahaannya sudah mengirimkan proposal dengan bukan atas nama Mas Delon, melainkan dari orang lain. Tapi, untuk memastikannya, aku bakal mengajukan syarat untuk meng-acc permintaan mereka, asal mereka tak pernah lagi memberikan proyek pada Mas Delon." "Emang bisa?" tanya Novia. "Harus. Aku tau banget, perusahaan itu susah mendapat kain sebaik kain perusahaanku.
"Ibu boleh memeriksanya sendiri."Bu Kenanga langsung membuka map itu, seketika matanya membulat saat mengeluarkan poto yang ada di dalamnya. Ya, itu adalah foto Pak Hendra dengan Rara dengan kualitas foto bagus yang diberikan oleh Rio. Sementara foto yang kuambil sebagai bahan penyelidikan Rio kemarin ini hanyalah foto dari samping, sehingga tak jelas wajah keduanya."Papa?""Ya, itu adalah Pak Hendra, sementara wanita di sampingnya adalah Rara. Dia, wanita yang menghancurkan rumah tangga saya dan suami."Memang betul, kan? Selain sifat sombong mertua, Rara adalah alasan nomor dua aku dan Mas Delon bercerai."Ini gak bohong, kan?"
Aku menggeser badan, lalu membiarkan Bu Kenanga yang tengah menyeret Pak Hendra untuk masuk ke dalam rumah. Rara yang melihat Pak Hendra dijewer sama istrinya, merasa kasihan dan keceplosan."Heh, siapa kamu jewer daddyku? Sayang, nggak papa, kan?"Aku terkejut melihat sikapnya. Apakah ia tak menyadari bahwa ia ada di rumah suaminya? Dan apa dia tak tahu jika di hadapannya ini adalah istri sah dari daddy-nya itu?"Apa? Sayang? Kamu panggil suamiku sayang? Dasar perempuan j*l*ng!"Bu Kenanga merangsek maju, melepaskan Pak Hendra dan menampar Rara. Suaranya begitu keras hingga aku pun meringis. Dari dalam, keluar Mama dan juga Kak Caca.
"Maaf, Mbak Arina, maaf menyela. Saya pamit pulang dulu. Karena sepertinya ini urusan keluarga Mbak Arin," ucap Bu Kenanga, tangan kanannya menjewer telinga Pak Hendra."Oh, baik, Bu. Silakan, hati-hati di jalan, ya!"Mereka pun mengangguk. Sebelum pergi, Bu Kenanga sempat meludahi Rara. Hal itu membuat ia berteriak, sementara aku mengulum senyum."Ra, ayo jawab! Itu nggak benar, kan?" tanya Mama sekali lagi, namun Rara sepertinya enggan menjawab, ia malah menoleh ke arah Mas Delon, sepertinya meminta bantuan pada lelaki itu.Yah, pasti dibelain. Aku jadi teringat kembali sewaktu acara pernikahan mereka. Membawa Mbok Rah ke sini, tak membuat Arina mengakui mereka, apalagi sekarang?&n
"Nggak, kalian kan pacaran aja tiga tahun, menikah sebulan, masa rasa itu bisa lenyap begitu saja?""Ya bisa. Perasaanku saat ini lebih dari benci untuknya. Aku tak sadar, selama ini telah menghamburkan banyak uang untuknya. Kupikir karena memang ia orang tak punya, tapi nyatanya memang aku saja yang buta. Buta oleh cinta.""Akhirnya, lu nyadar juga," ucap Rio.Aku menoleh, keningku berkerut sambil menatapnya."Gue udah memperhatikan dari lama, dia hanya morotin lu aja. Apalagi saat dia meminta ke elu buat dibeliin jam-""Tunggu, kok lu tau? Gue kan ga pernah cerita ke elu?"
Segera kutelan saliva. Bagaimana, ya? Rasa sakitku tidak akan sembuh hanya dengan kata maaf saja, semuanya harus menerima akibat dari perbuatannya sendiri. Sayangnya, orang tuaku terlalu baik sehingga kadang tak memikirkan perasaan anaknya."Nggak kok, Yah. Tadi hanya pergi dengan Rio."Ayah mengangguk, kemudian kami melanjutkan makan.--Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Akhirnya, statusku sudah resmi berubah menjadi janda. Tak apalah janda, asal janda terhormat. Aku sendiri sangat senang karena sudah bisa lepas darinya."Ri, antarkan aku ke rumah Mas Delon," ucapku pada Rio.