Setelah pertemuan dengan Turgen, Wijaya langsung menghubungi para Raja bawahan dan penguasa daerah yang masih loyal pada Kertanegara. Namun ketika Wijaya mengemukakan rencananya bekerjasama dengan pasukan Mongol, beberapa orang diantaranya menolak.“Gusti Wijaya, mohon maaf jika harus bekerjasama dengan pasukan Mongol kami menolak. Kami tidak bersedia menjadi negara jajahan bangsa Mongol!”“Benar,apa tidak bisa kita berperang dengan kekuatan sendiri!”Situasi untuk sesaat menjadi ramai, para raja bawahan dan penguasa daerah ada yang setuju ada yang menolak. Wijaya segera menenangkan mereka“Tenang saudara saudara, kita tidak benar-benar takluk pada bangsa Mongol, kita hanya memanfaatkan mereka saja untuk menghancurkan Jayakatwang. Perlu anda ketahui bahwa saat ini kekuatan militer Jayakatwang semakin besar, tidak semua Raja bawahan masih loyal pada Prabu Kertanegara. Tanpa bantuan pasukan Mongol, sulit bagi kita menghancurkan Jayakatwang. Nanti setelah kita berhasil memenangkan peper
Telik sandi itu terkejut dan berusaha lari namun Wirota sudah berkelebat mengejarnya lalu kembali mencengkeram bahunya, menangkap dan mengunci tangannya.“Pengawal, tangkap orang ini, dia mata-mata Daha!”Beberapa prajurit berkelebat menangkap telik sandi itu, dikeroyok oleh banyak prajurit mambuat mata-mata itu hanya bisa pasrah dan membiarkan dirinya dibawa ke penjara. Terbayang sudah siksaan yang akan dialaminya jika dia tidak memberikan informasi yang diketahuinya kepada pihak Wijaya.Sementara itu Jalak Katengeng telah menyelidiki situasi di hutan Alas Tarik. Sebagai seorang telik sandi berpengalaman, dia telah menyelidiki keberadaan Alas Tarik secara mendalam. Di sana telik sandinya telah melaporkan adanya sebuah desa tersembunyi di dalam Alas Tarik, dia masih menunggu laporan lebih lanjut dari telik sandinya yang menyamar sebagai pendatang dari Singasari dan menjadi warga desa Majapahit.Di pesanggrahan sementaranya di desa Wirasabha, Jalak Katengeng menunggu telik sandinya y
“Kalau begitu kita harus segera menyiapkan pasukan ke Tegal Bobotsari untuk menghalau pasukan Madura,” kata Kebo Mudarang.Jayakatwang langsung menukasnya“Tidak, jangan terkecoh dengan serangan Wiraraja, aku tahu persis gaya perangnya, dia akan memecah pasukan kita, mengalihkan sebagian kekuatan kita ke tempat lain. Kalau kita mengerahkan pasukan ke Tegal Bobotsari, kita akan terjebak dalam tipuan Wiraraja.”“Lalu mana yang akan kita serang dulu? Mereka sudah mengepung dari segala penjuru,” kata Jalak Katengeng.“Pasukan Mongol itu, mereka datang dengan menggunakan kapal, pasti saat ini mereka sedang berada di pelabuhan sungai bersama kapal mereka yang mengangkut prajuritnya untuk dapat menjangkau Daha. Kita kerahkan pasukan ke Kali Mas untuk menghadang pasukan Mongol agar tidak masuk ke benteng kota dan sebagian menjaga benteng kota !”“Baik Gusti Prabu,”Kebo Mudarang segera pergi menyiapkan pasukan.Sebanyak 100 kapal perang Daha dengan dekorasi kepala raksasa menyerang pasukan Mo
Sementara itu Wijaya dan pasukannya segera mencari lokasi keputren. Mereka masuk dari arah belakang komplek istana“Gusti Wijaya, jangan sampai orang-orang Mongol itu lebih dulu menemukan keputren. Habislah mereka buat bancakan pasukan Mongol itu. Jumlah mereka kan tinggal sedikit, apalagi Gusti Gayatri masih di dalam,” ujar Wirota.“Tenang saja Wiro, denah Keputren itu sudah kuhapus, kuganti dengan nama ruangan beribadah,” ujar Wjaya dengan tenang.Wirota pun merasa lega mendengar keterangan Wijaya.Setelah menembus pertahanan pasukan Daha, akhirnya mereka menemukan keputren dan segera membuka gerbangnya setelah melumpuhkan penjaga keputren.Namun di sana mereka hanya menemukan jasad Ratna Kesari dan ibunya Turuk Bali. Mereka bunuh diri dengan menggunakan cundrik (keris kecil). Gayatri bersimpuh di dekat jasad Turuk Bali dan Ratna Kesari sambil menangis.“Kangmas Wijaya, tolong rawat jenazah mereka dengan baik, biarpun mereka adalah musuh politikmu, tetapi bagaimanapun juga, Bibi
“Mengapa kau begitu curiga kepada dia? Pasukan kita jauh lebih kuat daripada mereka, apa lagi yang kau kuatirkan?” Tanya Shih Pi.Namun Kao Hsing tetap bersikukuh pada pendapatnya“Aku hanya ingin melindungi kepentingan kita. Jangan sampai kita tertipu orang ini, kalau untuk mengambil upeti saja besok juga bisa diambil lagipula jarak kota Daha ke desa Majapahit tidak terlalu jauh. Kami bangsa China sudah ratusan tahun bergaul dan berhubungan dengan bangsa Jawa lewat perdagangan jadi kami tahu persis watak mereka. Kalian bangsa Mongol belum pernah sekalipun bergaul dengan bangsa Jawa, jadi kalian belum pernah kena batunya ketika mereka tiba-tiba menipu dan mengkhianati kalian.”“Baiklah, terserah kau sajalah!” Kao Hsing kembali minum arak dan menikmati hidangan di depannya.Kao Hsing kemudian menyuruh 200 prajurit Mongol untuk mengawal Wijaya kembali ke desa Majapahit malam itu. Dalam perjalanan ke desa Majapahit, Wirota, Jaran Bangkal dan beberapa prajurit lainnya ikut mendampingi Wi
Jayakatwang telah di tahan di Hujung Galuh bersama Ardharaja dan para pembesar Singasari. Mereka semua dipenjara di sebuah pulau di tengah kolam yang disektiarnya banyak terdapat buaya muara sungai yang saat itu banyak terdapat di Jawa. Sulit bagi Jayakatwang dan pengikutnya untuk lari dari pulau itu. Kalaupun mereka berhasil keluar dari penjara dan berenang menyeberang danau, mereka harus berhadapan dengan sekawanan buaya lapar yang sengaja dipiara di tempat itu. Jika beruntung bisa lolos dari serangan buaya, mereka masih harus berhadapan dengan pasukan Mongol yang berjaga di tepi kolam. Kecil kemungkinan untuk dapat menembus penjagaan Mongol karena seluruh lingkungan di pulau itu dijaga oleh para prajurit Mongol dengan pengamanan berlapis. Di tempat pengasingannya, Jayakatwang masih sempat menulis sebuah karya sastra ‘Kidung Wukir Polaman’. Warang seorang Senopati kerajaan Daha, anak dari Jalak Katengeng Kepala Telik Sandi Daha ingin membebaskan ayahnya dan juga Prabu Jayakatwa
Prajurit Mongol yang berhasil meloloskan diri dari sergapan pasukan Warang telah melaporkan adanya penyusup yang mencoba membebaskan Jayakatwang dari penjara. Pasukan Mongol segera berdatangan mengepung kolam. Perahu yang membawa Jayakatwang dan Warang dicegat di tengah jalan.“Celaka, upaya kita ketahuan, prajurit kita yang berjaga di tepi sungai telah berhasil disingkirkan, cepat lindungi prabu Jayakatwang, kita lawan pasukan Mongol itu!”Pasukan Mongol telah menyalakan obor menerangi tepian sungai lalu menghujani perahu Warang dan pasukannya yang sedang berlayar menuju saluran sungai dengan panah. Beberapa prajurit serentak menutupi tubuh Jayakatwang dan Ardharaja dengan perisai. Namun sial bagi Ardharaja, dia terkena panah tepat di dadanya. Sebagian dari prajurit Warang menceburkan diri ke sungai berenang menyelamatkan diri. Beruntung buaya-buaya itu sudah kelenger karena racun sehingga mereka tidak mendapatkan perlawanan yang berarti dari hewan-hewan reptil itu.“Warang, selam
Sungguh malang nasib Jayakatwang dari Raja yang dihormati kini menjadi orang yang paling hina. Pakaiannya kumal dan kotor, rambutnya yang panjang sudah tak pernah disentuh sisir dibiarkannya terurai dan kusut. Namun dia sudah tak peduli dengan nasibnya lagi. Lebih baik mati secara ksatria daripada terus menerus di hina musuh. Kehilangan anak, isteri, harta dan jabatan sekaligus dalam waktu bersamaan adalah hal yang sangat berat dan menyakitkan baginya. Kalaupun dia masih bertahan hidup pun juga percuma saja karena dia sudah kehilangan segalanya.Prajurit yang membawanya kemudian menghempaskannya di hadapan Jenderal Shih Pi yang telah menunggu di pelabuhan. Jenderal Utama ekspedisi Mongol ke Jawa itu benar-benar terlihat marah. Dia telah mengalami kekalahan dari Wijaya, prajuritnya banyak yang mati, maka dia melampiaskan kekesalannya pada Jayakatwang.“Kalian orang-orang Jawa yang licik, kau mencoba lari dari penjara dan membunuh prajurit kami. Sekarang kau harus menerima huku