"Saya ...." Cassandra tampak gugup.Melihat sikap tidak nyaman Cassandra, Andrian segera menggeser kursi sedikit ke belakang dan meminta wanita itu duduk. "Terima kasih," ucap Cassandra sangat lirih.Andrian segera menggenggam jemari tangan Cassandra dan meletakkan di atas pangkuannya. Dia bisa merasakan telapak tangan wanita itu berkeringat, padahal suhu ruangan ini tidaklah terlalu panas."Maaf, sepertinya istri saya tidak nyaman dengan orang asing. Sebelumnya dia bekerja di perusahaan milik sahabat saya." Andrian sendiri juga tidak nyaman dengan pertanyaan itu."Terima kasih, Amore," bisik Cassandra terharu.Jemmy mengangguk-angguk mengerti. "Oh, tidak apa-apa. Mungkin juga saya salah orang. Wajah istri Anda sangat cantik, jadi, saya berhalusinasi," sahutnya sambil terkekeh."Anda benar. Dia cantik, seperti mutiara yang tersembunyi, Tuan!" sahut Gennaro, sekali lagi menunjukkan kebanggaannya. Jemmy kembali terkekeh.Andrian mencondongkan wajah pada istrinya. "Kamu tidak perlu menj
Jemmy langsung menegakkan punggung. "Apa aku tidak salah dengar, Honey?" tanyanya memastikan.Fiona menatapnya tak minat kemudian menyeringai kecil. "Tidak. Aku benar-benar menginginkan kematian mereka, Jemmy. Cassandra Lussete dan bayinya harus berpisah dengan Andrian!" ulangnya.Jemmy menggeleng-gelengkan kepala. Laki-laki itu tidak percaya jika cinta buta telah membuat Fiona hilang kewarasan. Rencana Fiona tidak hanya membahayakan keselamatan Cassandra, melainkan juga tentang masa depan Fiona sendiri. Juga pastinya akan mengancam keberadaan Jemmy. Jemmy sadar sepenuhnya jika kekasihnya itu orang yang licik. Tentu saja, Fiona tidak akan mau menderita sendirian. Nama Jemmy Kastilont Blanc akan terseret jika niat Fiona benar-benar terlaksana. Jemmy tidak akan membiarkan itu terjadi."Aku tidak izinkan kamu lakukan itu, Honey. Tidak!" cegah Jemmy tegas.Kening Fiona langsung mengernyit dengan tatapan penuh tanya. "Jangan-jangan kamu juga jatuh cinta dengan perempuan miskin itu!" tuduh
"Benar, kan, Rosalia Lussete?" Cassandra beringsut mundur dengan wajah pucat. Dia melirik sekeliling yang sepi, dengan ketakutan. Cassandra berharap ada orang memasuki tempat itu. Namun, tidak ada yang datang ke toilet. Rupanya, orang-orang di depan sibuk mengikuti suara diva menyanyikan lagu yang tengah hits di Italia saat ini."Jangan takut. Saya hanya ingin menyapamu, Nyonya Petruzzelli." Jemmy mengangkat kedua telapak tangan sejajar dada.Cassandra menggeleng pelan. Wanita itu memejamkan mata sejenak dan harus segera mengambil keputusan. Dengan memberanikan diri, Cassandra melangkah cepat ke arah Jemmy begitu melihat celah sekiranya bisa dilewati."Anda salah orang. Permisi!" ucap Cassandra bergegas meninggalkan toilet perempuan."Hei, tunggu!" Jemmy menahan langkah Cassandra dengan menyambar pergelangan tangan wanita hamil itu. Cassandra segera menepis tangan Jemmy. "Lepaskan saya, Tuan!" Jemmy mengangguk. "Maaf, saya hanya ingin memastikan jika Anda dan Rosalia Lussete itu ora
"Aah, ss-sakit sekali." Cassandra merintih sambil meremas perutnya.Wajah Andrian mendadak pucat menatap darah yang mengalir di sela-sela kaki Cassandra. Gennaro yang berjongkok di dekat mereka, ikut panik. Berkali-kali mulut laki-laki tua itu menggumamkan nama Tuhan."Bertahanlah, Amore," ucap Andrian sembari menggendong tubuh sang istri.Setengah berlari, laki-laki itu menuju ke ambulance yang memang sudah disiagakan di tempat acara itu. Andrian tidak menyangka jika yang menjadi penumpang ambulance itu adalah istrinya sendiri."Sakit sekali," lirih Cassandra dengan tatapan sayu.Wanita itu mencengkeram kerah kemeja Andrian, ketika merasakan kontraksi hebat. Berkali-kali petugas medis memandu Cassandra untuk menarik napas panjang dan menghembuskan pelan.Namun, rupanya, Cassandra sudah tidak punya tenaga lagi. "Maaf ...." Satu kata itu meluncur lirih dari mulut Cassandra.Cengkeraman di kerah kemeja sang suami semakin melemah, kemudian telapak tangannya jatuh lunglai ke pangkuan Andr
"Cucu?" ulang Andrian bingung menatap kakek dan istrinya bergantian. Gennaro mengerjap berkali-kali. Laki-laki itu sedikit menunduk kemudian mengusap punggung Andrian dan Cassandra bergantian. "Ayo kita pulang. Kita bicarakan di rumah." Gennaro beranjak lebih dahulu ke mobilnya.Cassandra masih terdiam di situ, lalu menatap Andrian ragu. "Aku ingin di sini sebentar, boleh?" tanyanya dengan suara bergetar.Andrian mengangguk. Alih-alih mengikuti kakeknya, dia pun kembali ke makam Angelo menemani Cassandra. Cassandra langsung memeluk gundukan tanah basah di depannya. Tidak peduli jaketnya sedikit basah dan kotor. Dia pun kembali menangis di situ.Bella yang duduk di samping Cassandra juga meneteskan air mata sambil mengusap batu nisan kecil bertuliskan nama Angelo Petruzzelli. Teringat jelas, bagaimana Cassandra bertahan hidup dan berjuang sendirian ketika hamil muda. Mengalami morning sickness yang mengganggu rutinitas kerjanya yang berat."Kamu pasti sudah bahagia di surga, Sayang,"
"Ambillah anak saya, Tuan." Perempuan itu kembali memohon.Andrian dan Cassandra saling berpandangan. Perempuan itu menyodorkan sang anak pada Andrian yang membuat bocah dalam gendongannya langsung menangis. Andrian menggeleng, lalu merangkul bahu Cassandra dan membawa istrinya kembali ke mobil."Tuan, Nyonya. Saya mohon, demi menebus dosa saya!" teriak perempuan tadi ketika mobil mulai bergerak pelan.Cassandra segera menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Wanita itu kembali menangis, membayangkan perempuan yang menawarkan anaknya tadi. Hidup terkadang begitu miris dan dirasakan tidak adil. Cassandra begitu mengharapkan kehadiran anak, akan tetapi takdir berkata lain. Anaknya harus pergi sebelum Cassandra sempat melihatnya. Di sisi lain, ada wanita yang memohon memberikan anaknya. Ya, hidup terkadang semiris itu bagi seorang Cassandra Lusette. Dia pernah berpikir hidupnya akan berubah ketika menjadi istri Andrian untuk kedua kalinya. Namun, semua itu ternyata hanya khayalan
Andrian langsung menarik tangan Cassandra untuk berhenti, tetapi wanita itu segera menepisnya. Cassandra menatap protes pada Andrian yang menunjukkan raut wajah marah. Dia segera meninggalkan halaman belakang rumah diikuti oleh Andrian. Laki-laki itu segera menghadang Cassandra di dekat tangga."Jangan halangi aku!" Andrian menggeleng pelan, lalu menarik napas lelah berulang kali. "Sampai kapan kamu akan begini, Cassandra? Sampai kapan kamu akan menyiksa Angelo di sana?" tanyanya dengan suara bergetar. "Aku tidak bisa membiarkan Angelo sendirian, Andrian. Bukankah dia anak kita? Sudah seharusnya kita melibatkan Angelo dalam setiap momen, kan?" Cassandra kembali bersikeras.Wanita itu menyingkirkan tangan Andrian yang terentang menghalangi langkahnya. Setengah berlari, Cassandra kembali ke kamar sambil terus memanggil Angelo. ART yang ditugaskan Andrian membereskan baju-baju bayi, tentu saja terkejut lalu menatap pucat pada Cassandra dan Andrian."Angelo! Angelo! Bibi, di mana Angelo
"Aku tidak bisa membiarkan perempuan itu hidup. Dia pasti membuka mulut di sana!" geram Fiona sambil melajukan mobilnya lagi. Perempuan berusia tiga puluhan tahun itu menangis tersedu di depan dua orang biarawati. Dia berkali-kali mengusap kepala sang anak yang duduk anteng di pangkuannya sambil menghisap empong. Bocah berwajah cantik itu sesekali mendongak menatap polos sang ibu. Lalu tangan mungilnya terulur, menepuk pelan pipi basah ibunya.Kedua biarawati yang menyaksikan hal itu meneteskan air mata sedih bercampur haru. Salah satu dari mereka mengusap-usap kepala bocah itu, yang langsung merekahkan bibir memamerkan dua buah giginya yang baru tumbuh."Saya ingin menitipkan anak saya di sini, Bunda. Saya tidak bisa membawanya. Saya akan mengambilnya setelah mendapatkan uang. Tolonglah," perempuan itu pun kembali memohon sambil menangkupkan telapak tangan di depan dada.Kedua biarawati itu saling pandang dengan bingung. Dalam hati tidak tega melihat bocah sekecil itu berpisah denga
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
"Andrian, apa kamu tidak ingin memelukku?" tanya wanita itu menatap manik kebiruan Andrian.Andrian tersadar dari lamunan singkatnya, lalu mengangguk samar. Dengan ragu, dia mendekati Helena dan memeluk wanita itu. Wanita yang pernah dibencinya, sekaligus terpaksa dia terima karena hubungan darah itu tidak bisa dihapus oleh takdir sekalipun."Terima kasih, Andrian. Kuharap tidak ada kebencian di hati kita. Maafkan aku yang sudah merusak semuanya," ucap Helena lirih di dada Andrian. Andrian menelan saliva berat mendengar ucapan itu. Memaafkan? Jika ada yang harus mengemis maaf, maka orang itu adalah dirinya. Andrian melepaskan pelukan dan menatap Helena dengan tatapan dalam."Maaf, Helena. Aku begitu bersalah padamu dan Kakek. Jika Kakek masih hidup, mungkin aku akan bersimpuh di kakinya.""Hei, apa yang kamu bicarakan? Papa itu hatinya sangat luas. Aku yakin kamu lebih paham daripada aku, Andrian. Ayolah, kamu harus tersenyum! Kita buka lembaran baru dengan damai, bagaimana?" Helena
"Cassandra, apakah tidak ada kesempatan sekali lagi untukku?" tanya Andrian putus asa.Cassandra semakin kesal dengan sikap mantan suaminya yang tidak tahu malu itu. Wanita itu kembali memutar bola mata malas, lalu menatap tidak minat pada Andrian."Tidak! Kesempatanmu hanya sebagai ayah dari kedua anakku, bukan suamiku!" jawabnya tegas.Andrian tidak menyerah. Sudah kepalang tanggung karena dia telah memberanikan diri mendekati Cassandra lagi. Meskipun di sisi lain ada rasa rendah diri setelah terlalu sering melukai hati Cassandra."Aku janji, Cassandra! Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan, aku tidak peduli dengan semua hartaku, asalkan kamu ...""Apa pun?" sahut Cassandra cepat hingga membuat Andrian langsung mengangguk."Ya, apa pun. Katakan, Cassandra!" desak Andrian tidak sabar.Cassandra tersenyum penuh arti lalu mengangguk pelan. Dia menatap sekeliling yang sepi karena karyawan sudah sibuk di mejanya masing-masing."Apa pun. Hm, baiklah. Sepertinya kamu ingin sekal
Jelas, itu bukan tanda kepemilikan dari Andrian. "Sial kenapa harus ada jejak begini?" Marta menjadi bingung ketika semakin digosok, bekas kissmark itu tidak menghilang melainkan tambah memerah. Dia tidak perlu sekhawatir ini jika saja Andrian tidak datang mendadak.Entah apa yang membuat Andrian tiba-tiba datang. Padahal, sore tadi laki-laki itu mengatakan pergi ke rumah Gennaro. Marta melirik sekilas ke arah ruang tamu di mana Andrian tampak fokus dengan handphone."Oke, aku ke sana sekarang!" Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian bangkit.Dia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Marta yang mendengarkan pembicaraan Andrian justru menarik napas lega. Dia segera memakai kimono dan mengikat di depan perut, lalu segera menemui Andrian."Aku sudah selesai. Tapi sepertinya kamu mau pergi!" Marta pura-pura cemberut kecewa.Andrian menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Maaf, Davidde sedang demam. Aku harus mengantar ke rumah sakit!" ucapnya.Marta mende
Cassandra mendorong pelan dada Antonio dan kembali menatap laki-laki tampan itu. "Apa kamu tidak keberatan, Antonio? Seharusnya kamu mendapatkan wanita yang sepadan, bukan sepertiku!" "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang Cassandra!" ucap Antonio tegas.Cassandra mengangguk samar diiringi senyuman. Senyum manis yang tidak dibuat-buat dan baru Antonio lihat semenjak wanita itu mengalami perceraian. Antonio bertekad ingin membuat Cassandra selalu menyunggingkan senyum manis dan melupakan kegagalan pernikahannya."Aku terima!" ucap Cassandra sambil mengangguk berkali-kali.Antonio tertegun sejenak, kemudian memeluk Cassandra. Sementara di depan pintu, Andrian semakin mematung menatap keduanya. Laki-laki itu membalikkan badan, yang membuat Antonio tanpa sengaja menatapnya.Lantas, Antonio melepaskan pelukan dan bangkit. Kemudian dia melangkah mendekati Andrian yang hendak beranjak dari situ."Andrian, sudah lama kamu di situ?" tanya Antonio pelan