"Benar, kan, Rosalia Lussete?" Cassandra beringsut mundur dengan wajah pucat. Dia melirik sekeliling yang sepi, dengan ketakutan. Cassandra berharap ada orang memasuki tempat itu. Namun, tidak ada yang datang ke toilet. Rupanya, orang-orang di depan sibuk mengikuti suara diva menyanyikan lagu yang tengah hits di Italia saat ini."Jangan takut. Saya hanya ingin menyapamu, Nyonya Petruzzelli." Jemmy mengangkat kedua telapak tangan sejajar dada.Cassandra menggeleng pelan. Wanita itu memejamkan mata sejenak dan harus segera mengambil keputusan. Dengan memberanikan diri, Cassandra melangkah cepat ke arah Jemmy begitu melihat celah sekiranya bisa dilewati."Anda salah orang. Permisi!" ucap Cassandra bergegas meninggalkan toilet perempuan."Hei, tunggu!" Jemmy menahan langkah Cassandra dengan menyambar pergelangan tangan wanita hamil itu. Cassandra segera menepis tangan Jemmy. "Lepaskan saya, Tuan!" Jemmy mengangguk. "Maaf, saya hanya ingin memastikan jika Anda dan Rosalia Lussete itu ora
"Aah, ss-sakit sekali." Cassandra merintih sambil meremas perutnya.Wajah Andrian mendadak pucat menatap darah yang mengalir di sela-sela kaki Cassandra. Gennaro yang berjongkok di dekat mereka, ikut panik. Berkali-kali mulut laki-laki tua itu menggumamkan nama Tuhan."Bertahanlah, Amore," ucap Andrian sembari menggendong tubuh sang istri.Setengah berlari, laki-laki itu menuju ke ambulance yang memang sudah disiagakan di tempat acara itu. Andrian tidak menyangka jika yang menjadi penumpang ambulance itu adalah istrinya sendiri."Sakit sekali," lirih Cassandra dengan tatapan sayu.Wanita itu mencengkeram kerah kemeja Andrian, ketika merasakan kontraksi hebat. Berkali-kali petugas medis memandu Cassandra untuk menarik napas panjang dan menghembuskan pelan.Namun, rupanya, Cassandra sudah tidak punya tenaga lagi. "Maaf ...." Satu kata itu meluncur lirih dari mulut Cassandra.Cengkeraman di kerah kemeja sang suami semakin melemah, kemudian telapak tangannya jatuh lunglai ke pangkuan Andr
"Cucu?" ulang Andrian bingung menatap kakek dan istrinya bergantian. Gennaro mengerjap berkali-kali. Laki-laki itu sedikit menunduk kemudian mengusap punggung Andrian dan Cassandra bergantian. "Ayo kita pulang. Kita bicarakan di rumah." Gennaro beranjak lebih dahulu ke mobilnya.Cassandra masih terdiam di situ, lalu menatap Andrian ragu. "Aku ingin di sini sebentar, boleh?" tanyanya dengan suara bergetar.Andrian mengangguk. Alih-alih mengikuti kakeknya, dia pun kembali ke makam Angelo menemani Cassandra. Cassandra langsung memeluk gundukan tanah basah di depannya. Tidak peduli jaketnya sedikit basah dan kotor. Dia pun kembali menangis di situ.Bella yang duduk di samping Cassandra juga meneteskan air mata sambil mengusap batu nisan kecil bertuliskan nama Angelo Petruzzelli. Teringat jelas, bagaimana Cassandra bertahan hidup dan berjuang sendirian ketika hamil muda. Mengalami morning sickness yang mengganggu rutinitas kerjanya yang berat."Kamu pasti sudah bahagia di surga, Sayang,"
"Ambillah anak saya, Tuan." Perempuan itu kembali memohon.Andrian dan Cassandra saling berpandangan. Perempuan itu menyodorkan sang anak pada Andrian yang membuat bocah dalam gendongannya langsung menangis. Andrian menggeleng, lalu merangkul bahu Cassandra dan membawa istrinya kembali ke mobil."Tuan, Nyonya. Saya mohon, demi menebus dosa saya!" teriak perempuan tadi ketika mobil mulai bergerak pelan.Cassandra segera menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Wanita itu kembali menangis, membayangkan perempuan yang menawarkan anaknya tadi. Hidup terkadang begitu miris dan dirasakan tidak adil. Cassandra begitu mengharapkan kehadiran anak, akan tetapi takdir berkata lain. Anaknya harus pergi sebelum Cassandra sempat melihatnya. Di sisi lain, ada wanita yang memohon memberikan anaknya. Ya, hidup terkadang semiris itu bagi seorang Cassandra Lusette. Dia pernah berpikir hidupnya akan berubah ketika menjadi istri Andrian untuk kedua kalinya. Namun, semua itu ternyata hanya khayalan
Andrian langsung menarik tangan Cassandra untuk berhenti, tetapi wanita itu segera menepisnya. Cassandra menatap protes pada Andrian yang menunjukkan raut wajah marah. Dia segera meninggalkan halaman belakang rumah diikuti oleh Andrian. Laki-laki itu segera menghadang Cassandra di dekat tangga."Jangan halangi aku!" Andrian menggeleng pelan, lalu menarik napas lelah berulang kali. "Sampai kapan kamu akan begini, Cassandra? Sampai kapan kamu akan menyiksa Angelo di sana?" tanyanya dengan suara bergetar. "Aku tidak bisa membiarkan Angelo sendirian, Andrian. Bukankah dia anak kita? Sudah seharusnya kita melibatkan Angelo dalam setiap momen, kan?" Cassandra kembali bersikeras.Wanita itu menyingkirkan tangan Andrian yang terentang menghalangi langkahnya. Setengah berlari, Cassandra kembali ke kamar sambil terus memanggil Angelo. ART yang ditugaskan Andrian membereskan baju-baju bayi, tentu saja terkejut lalu menatap pucat pada Cassandra dan Andrian."Angelo! Angelo! Bibi, di mana Angelo
"Aku tidak bisa membiarkan perempuan itu hidup. Dia pasti membuka mulut di sana!" geram Fiona sambil melajukan mobilnya lagi. Perempuan berusia tiga puluhan tahun itu menangis tersedu di depan dua orang biarawati. Dia berkali-kali mengusap kepala sang anak yang duduk anteng di pangkuannya sambil menghisap empong. Bocah berwajah cantik itu sesekali mendongak menatap polos sang ibu. Lalu tangan mungilnya terulur, menepuk pelan pipi basah ibunya.Kedua biarawati yang menyaksikan hal itu meneteskan air mata sedih bercampur haru. Salah satu dari mereka mengusap-usap kepala bocah itu, yang langsung merekahkan bibir memamerkan dua buah giginya yang baru tumbuh."Saya ingin menitipkan anak saya di sini, Bunda. Saya tidak bisa membawanya. Saya akan mengambilnya setelah mendapatkan uang. Tolonglah," perempuan itu pun kembali memohon sambil menangkupkan telapak tangan di depan dada.Kedua biarawati itu saling pandang dengan bingung. Dalam hati tidak tega melihat bocah sekecil itu berpisah denga
"Rupanya Anda mulai penasaran dengan Rosalia Lussete? Jika Anda terlalu penasaran dengannya, coba tanyakan hal ini pada istri Anda, Tuan Petruzzelli. Istri Anda tahu betul siapa Rosalia Lussete itu, hm?" Rahang Andrian mengeras mendengarnya. Wajah laki-laki tampan itu merah padam. Dia segera mengayunkan pukulan pada Jemmy, tetapi sayangnya laki-laki itu sigap menghindar.Jemmy mengangkat kedua tangan sejajar dada. "Ow ... ow ... ow! Sabar, Tuan, sabar," ucapnya cengengesan. "Anda tidak perlu memukul saya karena ini sebuah kebenaran nyata, Tuan," lanjut laki-laki itu lagi setengah mengejek.Jemmy kembali terkekeh pelan. Dia mengusap sudut bibirnya, lalu sedikit mencondongkan badan pada Andrian yang bersikap waspada."Pergilah, jangan tampakkan muka menjijikkan Anda di tempat ini!" desis Andrian sinis.Masih dengan kekehan mengejek, Jemmy mengangguk. "Saya akan pergi. Oh, ya, orang sekelas Andrian Petruzzelli tentu tidak asing, kan, dengan Milano Notte Club?" tanyanya, lalu berbalik dan
"Saya rasa, di sini lebih baik, saya bisa mengabdikan sisa hidup saya bersama mereka, Bunda." Bunda Stefania terkejut. Wanita itu menghentikan langkah diikuti oleh Cassandra, kemudian menatap penuh arti pada mantan anak asuhnya itu. Cassandra mengangguk mantap. Menurutnya, dengan jalan menjadi biarawati dirinya akan lebih ikhlas dan tidak memikirkan duniawi yang penuh kemunafikan. Juga kebencian. Cassandra ingin menghilangkan rasa kecewa dan bencinya pada Andrian, juga rasa bersalah yang besar pada Angelo. Bunda Stefania mengusap lengan atas Cassandra penuh kasih."Anakku, menjadi biarawati itu tidak semudah yang kamu lihat. Kamu masih muda dan memiliki masa depan yang panjang, Nak," ucapnya lembut.Bunda Stefania kembali melanjutkan langkah diikuti oleh Cassandra. Beberapa anak asuh di panti itu berlarian di aula lantai bawah. Cassandra mengerutkan kening ketika mendengar suara tangisan anak yang cukup keras."Anak siapa itu, Bunda?" tanya Cassandra sejenak melupakan pembicaraan te