"Rupanya Anda mulai penasaran dengan Rosalia Lussete? Jika Anda terlalu penasaran dengannya, coba tanyakan hal ini pada istri Anda, Tuan Petruzzelli. Istri Anda tahu betul siapa Rosalia Lussete itu, hm?" Rahang Andrian mengeras mendengarnya. Wajah laki-laki tampan itu merah padam. Dia segera mengayunkan pukulan pada Jemmy, tetapi sayangnya laki-laki itu sigap menghindar.Jemmy mengangkat kedua tangan sejajar dada. "Ow ... ow ... ow! Sabar, Tuan, sabar," ucapnya cengengesan. "Anda tidak perlu memukul saya karena ini sebuah kebenaran nyata, Tuan," lanjut laki-laki itu lagi setengah mengejek.Jemmy kembali terkekeh pelan. Dia mengusap sudut bibirnya, lalu sedikit mencondongkan badan pada Andrian yang bersikap waspada."Pergilah, jangan tampakkan muka menjijikkan Anda di tempat ini!" desis Andrian sinis.Masih dengan kekehan mengejek, Jemmy mengangguk. "Saya akan pergi. Oh, ya, orang sekelas Andrian Petruzzelli tentu tidak asing, kan, dengan Milano Notte Club?" tanyanya, lalu berbalik dan
"Saya rasa, di sini lebih baik, saya bisa mengabdikan sisa hidup saya bersama mereka, Bunda." Bunda Stefania terkejut. Wanita itu menghentikan langkah diikuti oleh Cassandra, kemudian menatap penuh arti pada mantan anak asuhnya itu. Cassandra mengangguk mantap. Menurutnya, dengan jalan menjadi biarawati dirinya akan lebih ikhlas dan tidak memikirkan duniawi yang penuh kemunafikan. Juga kebencian. Cassandra ingin menghilangkan rasa kecewa dan bencinya pada Andrian, juga rasa bersalah yang besar pada Angelo. Bunda Stefania mengusap lengan atas Cassandra penuh kasih."Anakku, menjadi biarawati itu tidak semudah yang kamu lihat. Kamu masih muda dan memiliki masa depan yang panjang, Nak," ucapnya lembut.Bunda Stefania kembali melanjutkan langkah diikuti oleh Cassandra. Beberapa anak asuh di panti itu berlarian di aula lantai bawah. Cassandra mengerutkan kening ketika mendengar suara tangisan anak yang cukup keras."Anak siapa itu, Bunda?" tanya Cassandra sejenak melupakan pembicaraan te
"Dipelihara Bos Besar, bagaimana maksudmu?" tanya Andrian semakin penasaran.Gadis di depannya itu mengangkat bahu tak acuh, lalu mengulurkan tangan pada Andrian. Andrian menatap tangan gadis itu dengan alis terangkat sebelah. Akhirnya, dengan enggan Andrian membalasnya."Namaku Dona. Aku teman Rosalia, tapi sejak dia kabur, tidak lagi menjadi temanku. Kamu tahu, seandainya dia tidak kabur maka aku mendapatkan keuntungan besar dari itu. Dia juga hidup enak, banyak harta, bisa jalan-jalan ke luar negeri, dan punya mobil mewah. Yang pasti, hutang bapaknya itu juga lunas. Bodoh sekali dia!" Gadis yang bernama Dona itu terus meracau karena setengah mabuk.Andrian mengangguk-angguk mengerti. Dalam hati laki-laki itu merasa bangga akan pendirian Cassandra. Meskipun tidak memiliki uang dan hidup serba kesusahan, tetapi selalu mempertahankan harga dirinya.Sudut bibir Andrian tertarik ke atas samar. Laki-laki itu akan mencari identitas Bos Besar yang disebutkan Dona tadi. Karena Andrian yakin
"Pergilah! Aku sudah tahu apa yang dikatakan oleh Dona padamu. Itulah kenyataannya, Tuan Andrian. Aku bukan perempuan baik-baik. Aku perempuan penghibur, ak--"Andrian menggeleng, lalu dengan gemas menghentikan racauan istrinya itu. Cassandra tersentak ketika Andrian tiba-tiba mencium bibirnya. Tidak hanya sampai di situ, Andrian juga melumatnya lembut seolah menumpahkan rindu. Ini kali pertama semenjak kematian Angelo, mereka sedekat ini. Andrian menahan tengkuk Cassandra supaya wanita itu tidak melepaskan tautan bibir mereka. Sebelah lengan Andrian melingkari bahu Cassandra dengan erat.Setelah cukup lama, akhirnya mereka menghentikan ciuman. Andrian menatap sayu Cassandra sembari mengusap bibir basah wanita itu.Cassandra merasa heran dengan sikap manis Andrian. Seharusnya, laki-laki itu melampiaskan kesal dengan menghinanya seperti dulu. Cassandra pasrah. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi karena memang kenyataannya dia adalah mantan gadis penghibur."Iya, Dona mengatakan b
"Kita eksekusi sekarang, seolah-olah ini kecelakaan tunggal!" perintah temannya lagi mulai menghidupkan mesin mobil.Mobil sedan berwarna hitam itu, melaju dengan kecepatan sedang mengikuti laju motor di depannya. Motor perempuan tadi terus melaju ke arah Panti Asuhan Santa Margherita. Dadanya semakin berdebar tak karuan ketika melihat bangunan besar dua lantai itu.Dia menghentikan motor di seberang jalan, menatap sendu ke arah panti. "Semoga kamu baik-baik saja di sana Emillia. Mama belum bisa menjemputmu. Jika Mama sudah punya uang, kita akan kembali bersama, Nak. Mama yakin, kamu lebih aman di situ daripada bersama Mama." Perempuan itu berkata sendiri sambil mengusap-usap pipinya yang basah.Tidak kuat hatinya mendengar sayup-sayup suara tawa dan tangisan dari dalam sana. Dia tidak tahu, di antara tawa dan tangisan itu, adakah milik Emillia Carrera? Maka perempuan itu pun kembali melajukan motor ke arah apartment sederhananya."Apa yang dilakukan di tempat ini?" tanya salah satu l
Andrian mendengus tidak suka melihat keakraban Cassandra dan Emillia. Bunda Stefania mendekat, lalu mengambil alih Emillia dari gendongan Cassandra. Namun sayangnya, bocah itu justru menangis keras sambil menjulurkan tangan pada Cassandra.Karena tidak tega, Cassandra kembali mendekat, hendak menggendong Emillia. Namun, Andrian tidak tinggal diam. Laki-laki itu segera menahan lengan sang istri yang membuat Cassandra menatapnya bingung."Sudah kubilang, jangan hiraukan anak itu, Cassandra! Kita pulang, ayo!" ajak Andrian lagi dengan nada mulai melunak.Cassandra menggeleng tidak mengerti. "Tapi, Andrian, bukankah kita sudah sepakat dan kamu setuju kalau aku di sini beberapa hari?" tanyanya bingung."Sekarang tidak lagi!" sahut Andrian tegas. "Sekarang aku tidak mengizinkannya.""Tapi kenapa, bisakah kamu memberiku alasan?" tanya Cassandra lagi.Andrian mendengus lirih dengan tatapan sulit diartikan. Laki-laki itu menatap wajah polos Emillia sekilas. Sebenarnya, Andrian merasa terenyuh
Andrian terkejut, tetapi secepat mungkin menguasai diri. Laki-laki itu menarik pelan tangan Fiona dan mencium jemari tangan gadis itu."Hei, ada apa ini, Amore? Apa kamu merencanakan sesuatu?" tanya Fiona sambil tertawa kecil.Andrian ikut tertawa. "Apa tidak boleh, kalau aku ingin makan malam berdua denganmu, hm? Aku bosan di rumah. Perempuan itu terlalu dingin semenjak anak kami meninggal," jawab Andrian dengan suara tercekat.Fiona menarik napas pelan. Dia menoleh dan mengusap pipi Andrian yang fokus mengemudi. Fiona sedikit mencondongkan tubuh, lalu mencium sudut bibir Andrian sekilas."Oh, Fiona. Jangan membuatku tidak konsentrasi," tegur Andrian sambil mengedipkan sebelah mata."Apa setelah makan malam bisa bersamaku, Amore?" tanya Fiona penuh harap.Jujur, melihat ketampanan mantan kekasihnya itu, jantung Fiona berdetak semakin tidak karuan. Apalagi jika mengingat kehebatan laki-laki tampan itu di atas ranjang. Fiona benar-benar merindukan saat itu, setelah beberapa bulan tidak
"Maafkan aku, Amore," ucap Andrian lagi sambil ikut naik ke tempat tidur. "Aku hanya ingin selalu mengingatnya, bukan maksudku membuatmu sedih lagi." Andrian kemudian memegang wajah Cassandra dan mengusap air mata wanita itu.Andrian memang sengaja tidak memberitahu Cassandra perihal foto-foto Angelo yang tersimpan di handphone. Dia berpikir, saat itu Cassandra masih syok dan belum bisa menerima kepergian anak mereka. Cassandra mengerjap sekali lagi, lalu mengangguk samar. "Kenapa kamu tidak memperlihatkan padaku? Aku sangat merindukannya, Andrian," tanyanya protes.Andrian mengangguk samar dengan perasaan semakin bersalah. Kepergian Angelo memang sudah hampir dua bulan, tetapi rasa penyesalan itu tidak juga pergi dari hati Andrian. Cassandra meraih kembali handphone dari tangan Andrian.Ditatapnya berlama-lama wajah mungil seperti tengah tidur pulas itu. Air mata Cassandra tak terbendung lagi. Hatinya teramat sakit ketika mengetahui kematian Angelo memang sudah direncanakan oleh ses